Opini

Menuai Hikmah Ramadhan

RAMADHAN merupakan momen yang amat monumental dan bernuansa religius bagi umat Islam,

Editor: bakri
Szaktudas

Oleh Abdul Gani Isa

Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang yang bertaqwa. (QS. al-Baqarah: 183)

RAMADHAN merupakan momen yang amat monumental dan bernuansa religius bagi umat Islam, sekaligus bagian integral dari praktik ibadah dalam Islam, dan menjadi fardhu ‘ain bagi setiap mukallaf. Kehadirannya selalu dinantikan oleh umat Islam untuk ber-taqarrub dan beribadah kepada Allah Swt. Ramadhan juga ajang pertempuran mengalahkan al-bathil, menegakkan al-haq, mempersempit gerakan syaitan, meredam gejolak hawa nafsu, mengendalikan sifat marah, menjauhi segala sifat hasad, fitnah dan adu domba, menghilangkan kecurigaan dan berbagai bentuk kriminalitas yang sudah menjadi kebiasaan di luar Ramadhan.

Ramadhan juga merupakan arena untuk mewujudkan beberapa impian yang selama ini terpendam dalam diri seseorang untuk melakukan dialog, berkomunikasi secara intens dengan khalik-Nya, yang sehari-hari di luar Ramadhan selalu sarat dengan rutinitas kerja dan gumpalan aktivitas serta bauran romantisme kehidupan, akan diimbangi dengan nilai-nilai spiritualitas, nilai-nilai keagamaan dan praktik peribadatan yang langsung menyentuh qalbu dan hati nuraninya setiap insan yang beriman.

Sebagai bulan suci bagi umat Islam, sekaligus uji coba muhasabah kembali kepada fitrah insani, sejauh mana ketahanan mental dan keimanan melakukan imsak. Karena itu, puasa tidak hanya diartikan sebatas diam dan menghentikan dirinya untuk tidak makan dan minum di siang hari, tetapi lebih jauh dari itu harus menjaga diri dari segala sesuatu yang mengurangi pahala. Apalagi dapat membatalkan ibadahnya seumpama tidak melihat yang haram, membuka aib orang lain (ghibah), mencaci, fitnah, bertengkar, marah serta tidak menipu, mencuri, membunuh tanpa hak atau bunuh diri, berzina dan lainnya.

Tetapi justeru Ramadhan dianjurkan memperbanyak sedekah, membantu para dhu’afa, membaca Alquran, memperbanyak komunikasi dengan Allah lewat shalat fardhu, sunat rawatib, tarawih, witir, iktikaf, di samping selalu sabar dalam setiap musibah dan ujian serta berusaha dapat keluar dari kondisi yang kurang baik.

Mendidik manusia
Puasa juga mendidik manusia berakhlak mulia, teguh memegang amanah, jujur dan disiplin, merasa dirinya selalu diawasi Allah Swt, sekalipun berada di tempat yang sunyi tanpa seorang pun yang melihatnya. Tidak sebutir nasi pun masuk ke dalam mulutnya, tidak pula setetes air pun membasahi kerongkongannya yang terasa retak karena kekeringan dan kehausan. Di situlah sebuah nilai iman yang demikian bersemi dalam dirinya.

Hal itu senada pula dengan pernyataan Mahmud Syaltut, “pada prinsipnya orang yang berpuasa itu adalah malaikat dalam bentuk manusia (ash-Shaa-imu malakun fi surati al-insan)”. Dalam hubungan ini pula Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan --yang tidak bermanfaat-- dan perbuatan yang mengundang kedurhakaan, maka Allah tidak butuh kepadanya sekalipun ia meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari).

Bila sifat-sifat seperti itu masih ada pada orang-orang yang berpuasa, maka tidak mendapatkan hasil apa-apa kecuali lapar dan haus. Untuk itu pula Rasulullah saw menegaskan, “Jika ada orang lain mengajak untuk berbuat yang lagha (sia-sia) atau mengucapkan kata-kata keji dan kotor, anda sedang berpuasa, maka jawab saja; saya sedang berpuasa (inni sha-im).” (HR. Ibn Khuzaimah).

Ribuan hikmah, berupa rahmat, barakah, maghfirah dapat diraih dalam ibadah Ramadhan, asal dilakukan dengan iman dan keikhlasan. Dalam satu hadisnya, Rasulullah saw bersabda, “Seandainya manusia mengetahui rahasia kebaikan yang terkandung di dalam Ramadhan pasti mereka akan menginginkan agar sepanjang tahun itu adalah bulan Ramadhan.” Karena di dalam bulan Ramadhan terkumpul semua kebaikan (li annal hasanata mujtami’ah), seumpama dosanya terampuni, surga rindu kepadanya.

Ramadhan benar-benar sebagai sebuah “lahan” yang subur, yang begitu mudah tumbuhnya berbagai jenis tanaman, sekaligus merupakan satu “proyek” Ilahi, tanpa harus tender - untuk memberikan berbagai fasilitas bonus, diskon, buat hambanya dengan pahala yang berlipat ganda (mudha’afah) atas semua prestasi amal saleh yang dikerjakan selama Ramadhan. Bila dikerjakan amal fardhu sama nilainya dengan tujuh puluh fardhu di luar Ramadhan dan bila dikerjakan amalan sunat sama nilainya dengan satu fardhu di luar Ramadhan. Maha suci Allah, Allahu Akbar. It is really big offer, isn’t?

Ramadhan merupakan ajang latihan fisik dan mental untuk peningkatan semua aspek, seumpama lapar dan haus menimbulkan rasa kepedulian yang tinggi terhadap kaum dhu’afa --fakir miskin-- dengan menyisihkan sebagian harta kekayaannya, seperti zakat, infak, dan sedekah. Sisi lain memberikan masa istirahat (jeda) bagi organ-organ tertentu sehingga diharapkan dapat memulihkan kembali organ tersebut pada kondisi normal. Inilah yang diisyaratkan Rasululullah saw, shumu tashihhu (berpuasalah kamu supaya kamu menjadi sehat).

Gairah beramal
Menurut Rasulullah saw, manusia yang banyak makan dan tidak teratur, maka orang itu akan menjadi pemalas dan suka mengantuk. Aspek lainnya, puasa juga memberikan gairah beramal karena kondisi yang mendukung “pintu surga terbuka lebar, pintu neraka tertutup rapat dan setan terbelenggu”. “Ramadhan awalnya rahmat, pertengahannya maghfirah dan akhirnya terlepas dari api neraka”. Namun tidak tertutup kemungkinan pintu neraka terbuka, pintu surga tertutup, setan dilepas, bila seseorang yang dalam aktivitasnya menjurus pada jurang-jurang pintu setan, karena memerturutkan hawa nafsu yang tidak terkendali.

Sementara itu setiap umat Islam yang beriman dan menjalankan ibadah puasanya dengan ikhlas, mendambakan pula malam lailatu al-qadr, yaitu malam kemuliaan dan malam yang agung. Lailatul qadar, suatu peristiwa ghaib, misteri dan tidak mudah dijangkau oleh pancaindera manusia biasa. Untuk itu, Allah sendiri yang mengajukan pertanyaan; “Tahukah kamu apa malam qadar itu? Malam qadar malam yang lebih baik dari seribu bulan.” (QS. al-Qadr: 2-3). Barang siapa yang beribadat pada malam itu, seolah-olah sudah beribadah seribu bulan. Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada baiknya pula kita memperbarui ingatan kita terhadap pesan Rasulullah saw pada bulan Syakban, beberapa hari menjelang masuk bulan Ramadhan, bahwa ada empat hal yang harus dikerjakan. Dua hal yang membawa kerugian jika tidak mengerjakannya dan dua hal lagi yang menjadikan Allah Swt senang kepada kita adalah mengucapkan kalimat syahadat dan memohon ampun (istighfar) kepada-Nya. Ini sisi pertama dari peringatan Nabi saw kepada umatnya.

Sisi kedua adalah dua hal yang membawa kita pada kerugian apabila kita tidak mampu memperolehnya, yakni memperoleh surga ketika tertutup bagi kita pintu neraka. Dengan demikian bila seseorang melaksanakan ibadahnya dengan baik, sempurna dan berkualitas, maka follow up-nya berujud rutinitas setelah ramadhan berakhir, menjadi orang-orang yang bertakwa.

Mari kita sambut bulan suci Ramadhan, dengan dada lapang dan penuh keikhlasan, mari kita rebut ribuan hikmah, melalui berbagai aktivitas ibadah, mari kita syi’ar-kan Ramadhan penuh barakah dengan puasa di siang hari dan menghidupkan malamnya dengan tarawih, mendengar ceramah dan tadarus Alquran, mari saling mengikat ukhuwah dan silaturrahmi baik sesama keluarga, maupun di masing-masing masjid, meunasah dan mushalla, antarsesama jamaah.

Semoga melalui momentum Ramadhan semakin kukuhnya persatuan dalam nuansa kedamaian. Marhaban Ya Ramadhan, semoga kehadiranmu bermakna bagi umat Islam dan manusia seluruhnya. Aamin ya Rabbal ‘alamin.

* Dr. H. Abdul Gani Isa, SH, M.Ag., Staf Pengajar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Email: aganiisa@yahoo.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved