Dampak Terjungkalnya Rupiah, Perusahaan Mulai Kelimpungan, Utang Membengkak

Kondisi perekonomian dunia saat ini seperti pepatah gajah bertarung melawan gajah, pelanduk mati di tengah

Editor: Muhammad Hadi
Foto Kontan.co.id/Baihaki
Dollar AS menguat dan nilai tukar rupiah melemah 

Agus Purbianto menyebut, di  PT PP saat ini porsi utang valasnya sangat kecil sehingga tak perlu memberikan perlakuan khusus seperti hedging.

Menurut Agus, nilai utang valas sekitar US$ 3 juta, imbang dengan aset valas yang dimiliki PTPP yakni sebesar US$ 3,2 juta

Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan juga menyatakan hal senada. Ia menyebut kewajiban valas emiten berkode saham WSKT di bursa efek Indonesia ini masih kurang dari 5%.

Kalaupun pelemahan rupiah terus berlanjut dan mempengaruhi harga bahan baku, kemungkinan WSKT baru akan merasakan dampaknya.

“Untuk utang jangka pendek rata-rata kami roll over, jadi enggak besar,” terangnya.

Baca: Rupiah Anjlok, Pengusaha Mengaku Kelimpungan

Yang justru menjadi kekhawatiran pelaku usaha adalah dampak dari kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter untuk meredam pelemahan rupiah yakni menaikkan suku bunga acuan.

Seperti kita tahu, Bank Indonesia sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 1% dalam dua bulan terakhir, dari 4,25% menjadi 5,25%.

Pengusaha khawatir kondisi ini segera diikuti oleh perbankan nasional dengan menaikkan suku bunga pinjaman mereka. Padahal bisnis konstruksi sangat sensitif dengan kenaikan suku bunga kredit.

Maklum sebagian besar proyek yang digarap oleh perusahaan konstruksi adalah proyek properti seperti apartemen maupun perumahan. Nah, pengembang properti ini bisa jualan dengan lancar saat suku bunga kredit murah.

“Suku bunga tinggi itu yang berdampak pada kami,” ujar Agus. Karena itu PT PP merasa perlu untuk menata kembali aksi korporasi mereka.

Waskita Karya juga mengkhawatirkan hal yang sama. Sebab selama ini mereka banyak mengandalkan pinjaman bank untuk mendanai proyek.

Baca: Lawan Strategi Perang Dagang AS, Enam Aksi Balasan Ini Bisa Digunakan China, Apa Saja?

Untuk itu wajar bila perusahan pelat merah tersebut berharap keputusan Bank Sentral tidak akan mempengaruhi suku bunga kredit. “Kalau naik, kan fasilitas kredit kami cukup besar,” beber Haris.

Mengurangi utang

Menurut pengamatan ekonom Indef Bhima Yudhistira, dalam himpitan rupiah melemah, suku bunga naik, bahan material naik membuat banyak korporasi yang tidak banyak pilihan.

Mereka harus memperlambat pertumbuhan utang luar negeri. “Kamis (5/7) saya cek utang luar negeri swasta dari Januari sampai April berkurang US$ 1,1 miliar.  Jadi sudah terlihat tanda-tanda mereka mulai mengerem untuk mendapatkan utang yang baru,” katanya.

Halaman
1234
Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved