Breaking News

Ghazali Abbas Adan: Hakikat dan Misi Reses Bagi Anggota Parlemen

DALAM nomenklatur berparlemen ada yang namanya reses yakni salah satu aktifitas yang merupakan tugas konstitusional

Editor: bakri
Anggota DPD RI Perwakilan Aceh Drs Ghazali Abbas Adan usai Rapat Kerja (Raker) dengan Kepala dan jajaran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan (BPKP) Perwakilan Aceh di Banda Aceh beberapa waktu yang lalu. 

DALAM nomenklatur berparlemen ada yang namanya reses yakni salah satu aktifitas yang merupakan tugas konstitusional yang secara berkala dan teratur dilakukan oleh setiap anggota parlemen (DPR, DPD/MPR RI), ialah kembali dan bekerja di daerah pemilihan (DAPIL) masing-masing.

Bagi anggota parlemen yang bekerja profesional, di masa reses itu tidak sebatas pulang ke DAPIL, wara-wiri, likak-likak, laklak droe dengan emblem yang terus melekat di atas kantong baju sebelah kiri dan sebagainya. Atau boleh jadi sekedar sudah dapat mengumpulkan foto-foto, stempel dan tanda tangan untuk bahan laporan kegiatan reses kepada Sekretariat Jenderal parlemen di Senayan.

Akan tetapi hakikat dan missi reses itu adalah melakukan silaturrahmi dan/atau rapat-rapat dengan rupa-rupa entitas, dinasdinas, badan serta institusi terkait di Pemerintahan mulai tingkat Provinsi sampai tingkat Kecamatan/Gampong. Juga kelompok/komunitas masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tema/isyu aktual yang biasanya substansi pembicaraan serta diskusi dalam silaturrahmi dan/atau rapatrapat itu sesuai bidang tugas komisi/komite di mana ia sebagai anggotanya di perlemen.

“Saya duduk sebagai anggota Komite IV DPD RI yang tugas-tugasnya berkaitan dengan APBN, Pajak dan Pungutan lain, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Lembaga Keuangan dan Perbankan, Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Statistik, Badan Usaha Milik Negara yang Berkaitan dengan Keuangan, dan Investasi dan Penanaman Modal,” kata Ghazali Abbas Adan.

Dan untuk tugas-tugas tersebut pihaknya bermitra antara lain dengan Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/ BAPPENAS, Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian BUMN. Tentu agenda reses itu sesuai dengan bidangbidang, tema dan isyu yang munasabat dengan bidang tugas di Komite IV, kendati tidak ada larangan terhadap adanya inprovisasi dan dinamika dalam kegiatan reses tersebut.

Kembali ke masalah tugas reses, pengalaman Ghazali Abbas Adan selama menjadi anggota parlemen (MPR/DPR RI 1992-2004) bahwa yang dilakukan dalam reses itu adalah lebih fokus melaksanakantugas/fungsi pengawasan dan representasi yang merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) yang melakat pada setiap anggota parlemen, selain fungsi legislasi dan fungsi anggaran.

Menurut Mantan Abang Jakarta tahun 1979 ini, tugas dan fungsi pengawasan itu juga melekat dengan tugas dan fungsi representasi di mana ia memahami dan melakoninya, bahwa yang namanya pengawasan itu bukanlah bentuk pemeriksaan atau investigasi. Tetapi lebih dominan sebagai ajang silaturrahmi dan berdiskusi (muzakarah), tukartukar pikiran, saling transformasi ilmu (tabadul ‘ulum) dan pengalaman yang substansinya sesuai tugas-tugas di komite dan tentu disesuaikan serta disandingkan pula dengan entitas yang dikunjungi.

Tentu sudah pasti semua itu dilakukan dalam upaya mewujudkan kemaslahan rakyat banyak. Juga apa yang didapatkan dalam pengawasan, sesuai dengan pemahaman tersebut tidaklah menjadi catatan yang hanya mengendap dalam tumpukan dokumentasi.

Tetapi kristalisasi dan saripati (resume) nya dengan cerdas, santun dan artikulatif dapat disampaikan/diperjuangkan pula dalam rapat/ sidang-sidang di Senayan, baik dalam rapat/ sidang-sidang internal dan terutama ketika rapat-rapat kerja dengan mitra Komite, yakni Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintahan di tingkat pusat.

“Di sisi lain diharapkan akan menjadi masukan bagi jajaran di Pemerintahan di Aceh. Inilah yang disebut dengan fungsi representasi. Namun khalayak harus mamahami bahwa otoritas tupoksi lembaga perlemen hanyalah sebatas representasi itu saja.

Sementara eksekusinya menjadi tugas pokok dan fungsi lembaga eksekutif,” jelas Ghazali Abbas. Berikut ini Ghazali Abbas Adan khalayakkan beberapa hal yang merupakan bagian dari kristalisasi dan saripati (resume) hasil resesnya di Aceh mulai 27 Juli sampai 14 Agustus lalu yang disampaikan dalam Sidang Paripurna Pembukaan Masa Sidang V Tahun Sidang 2017-2018 DPD RI, 15 Agustus 2018 yang dipimpin Wakil Ketua DPD RI Drs. H. Ahmad Muqowam.

Adapun resume hasil resesnyasebagai berikut :
1. Adalah Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyatakan tentang upaya memperkuat usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam rangka mewujudkan Aceh Kaya, di mana beliau yakin bahwa penyaluran kredit dan KUR untuk UMKM di tahun 2018 akan lebih meningkat.

Mudah-mudahan langkah ini bisa membuat sektor UMKM di Aceh semakin termodivikasi untuk berkembang dalam menghadapi persaingan global yang ketat, kian hebat dan kian kejam (Tabangun Aceh, edisi 75, Juli 2018).

Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini memberi apresiasi dan mendukung keyakinan dan obsesi Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah tersebut. Namun agaknya keyakinan dan obsesi ini dalam kaitannya dengan penyaluran kredit dan KUR untuk UMKM belum berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan yang dialami oleh pelaku UMKM, di mana kendati dalam Undang-undang Perbankan disebutkan kredit dan KUR di bawah Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) boleh didapatkan dengan mudah dan ringan.

Tetapi dalam rapat kerja dengan Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UMKM di beberapa Kabupaten di Aceh dalam reses, dilaporkan bahwa banyak pelaku UMKM tidak mendapat kredit dan KUR, kecuali harus menyediakan agunan. “Dengan fakta ini saya mengharapkan kepada pihak Perbankan terkait agar konsisten dengan UU Perbankan itu untuk tidak meminta agunan kepada pelaku UMKM yang meminta kredit dan KUR di bawah Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah),” ungkap Ghazali.

2. Adalah pasal 23 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ayat (1), bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan nash UUD NRI tahun 1945 ini dalam rapat kerja dengan Dinas-dinas Pemerintahan yang diantara tupoksinya merupakan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) niscaya secara konsisten dan sungguhsungguh serta dengan prinsip dan karakter independensi menerapkan sistem ini dalam rangka peringatan dini (early warning system).

“Dengan demikian pengelolaan keuangan di Dinas-dinas dan Lembaga Teknis di Pemerintahan akan benar-benar terarah dan dapat dipertanggungjawabkan untuk sebesarbesarnya kemakmuran seluruh rakyat,” kata Ghazali.

3. Adalah Pemerintah Aceh, oleh Plt Gubernur Nova Iriansyah telah mengajukan usulan anggaran belanja pembangunan dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) tahun 2019 kepada DPRA senilai Rp 15, 7 triliun. Merespon usulan Pemerintah Aceh ini menurut Ketua DPRA Muharuddin akan berusaha sahkan APBA 30 Novemver 2018(Serambi, 07/08/2018).

Anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI ini memberi apresiasi kepada Pemerintah Aceh melalui Plt Gubernur Nova Iriansyah akan kesiapan dan kesigapannya itu dengan rupa-rupa menu program prioritas pro-rakyat. Juga apresiasi yang sama terhadap DPRA atas komitmennya itu, disertai harapan niscaya dalam proses penyusunan dan pembahasan RAPBA (RAPBD) konsisten dengan mekanisme baku, yakni dilakukan secara bersama antara eksekutif dan legislatif melalui Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan Dadan Anggaran (BANGGAR) DPRA.

Hal ini dimaksudkan agar proses pembahasan itu terarah dan sistemik sesuai dengan e-planning dan e-budgetting yang menu dan anggarannya berbasis dan mengacu kepada hasil musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) di semua tingkatan. Dengan demikian program dan anggaran pembangunan itu benar-benar yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat dalam upaya mewujudkan Aceh Hebat, serta dalam waktu yang bersamaan dapat diakses untuk pengawasan danpertanggungjawaban.

Dalam reses inilah Ghazali Abbas mewanti-wanti dan harapkan kepada pihakpihak di jajaran Pemerintahan di Aceh, agar TAPA dan BANGGAR DPRA (termasuk di tingkat Kabupatan/Kota) bekerja profesional menerapkan sitem e-planning dan ebudgetting berbasis dan mengacu kepada Musrenbang itu serta dipastikan secara konsisten dan sungguh-sungguh mensterilkan APBA/K agar tidak disusupi “penumpang gelap” atas nama aspirasi ini dan aspirasi itu.

“Juga tidak kalah penting, sesungguhnya pengesahan APBA/K haruslah tepat waktu. Untuk hal ini sejatinya pula pembahasannya tidak digiring ke Komisikomisi DPRA/K, karena disamping memang tidak lazim, juga dikhawatirkan prosesnya akan berlarut-larut dan berpotensi masuknya “penumpang gelap” dalam APBA/K itu,” pinta Ghazali.

4. Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang sangat rawan bencana alam, dari yang ringan, sedang dan berat. Mengantisipasi dan menghadapi bencana alam yang terkadang terjadi dengan tibatiba ada nomenklatur belanja tak terduga (BTT), di mana sebagaimana UU Kebencanaan anggarannya satu persen (1%) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA/APBD) dan dana siap pakai dari APBN yang penyalurannya melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Niscaya untuk lebih sigap dan siap menghadapi dan menanggulangi korban bencana alam, Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mengharapkan kepada Pemerintah Pusat agar dalam APBN menyiapkan anggaran yang memadai, serta dengan sigap dan segera pula secara langsung dan/atau melalui Badan Nasional Penanggulangan Bancana (BNPB) menyalurkannya dikala bencana alam itu terjadi di daerah, dan dalam waktu yang bersamaan penyaluran dan pemanfaatannya tetap sasaran, baik lokasi maupun jumlah kebutuhannya.

“Hasil reses ini tentu pada waktunya akan saya sampaikan pula dalam rapat-rapat kerja dengan Kementerian dan Lembaga Negara di tingkat pusat yang menjadi mitra kerja Komite IV DPD RI dimana saya salah seorang anggotanya mewakili Daerah Pemilihan (DAPIL) Aceh. Ini adalah bagian dari upaya niscaya kedepannya masyarakat Aceh akan hidup dalam kesejahetraan dan kemakmuran. Insha Allah,” pungkas Ghazali Abbas Adan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved