Kisah Dokter Asal Pidie Aceh di Asmat Papua, Antara Kemanusiaan dan Rasa Rindu Anak Istri

Saat lowongan ke Papua datang, Pemuda asal Beureunuen ini bertugas di Puskesmas Delima, Kabupaten Pidie sebagai dokter tenaga bhakti

Editor: Zaenal
KOMPAS.com/IRSUL PANCA ADITRA
Dokter Fajri Nurjamil, dokter asal Aceh yang mengabdi di Kabupaten Asmat, Papua. 

Fajri mengaku pernah terapung-apung di pesisir pantai selatan Papua laut Arafuru dan nyasar hingga ke sungai-sungai kecil di tengah hutan belantara ketika pulang dari pelayanan pada waktu dinihari.

Namun hal itu tidak pernah membuat dirinya dan rekan kerjanya jera dan menyerah dalam meluangkan waktu bersama masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan kegiatan sosial lainnya.

“Bersama alam di sini semuanya terasa indah ketika kami menjalani hidup dengan segala keterbatasan karena kami ingin selalu bersyukur kepada Sang Pencipta dan di balik semua keterbatasanlah, kami bersama alam menemukan kedamaian dalam melakukan pelayanan kesehatan di Asmat,” ujar dia.

Bagi dokter Fajri, masyarakat Asmat sudah seperti saudaranya sendiri.

Sebab, mereka selalu menuntun dia setiap langkahnya terhenti.

Pada saat dirinya kehilangan akal untuk bisa melewati suatu masalah baik dalam pelayanan kesehatan dan ketika mau merujuk pasien ke ibukota kabupaten, masyarakat inilah yang selalu menolong dan mendoakan dia dan rekan kerjanya.

Komitmen pada Kemanusiaan

Dokter Fajri Nurjamil, dokter asal Aceh yang mengabdi di Kabupaten Asmat, Papua.
Dokter Fajri Nurjamil, dokter asal Aceh yang mengabdi di Kabupaten Asmat, Papua. (KOMPAS.com/IRSUL PANCA ADITRA)

“Masyarakat selalu mendoakan setiap langkah kami dan berbagai kesulitan yang kami lalui. Berkat dari izin Sang Pencipta langit dan bumi, alam menjawab doanya mereka di sepanjang perjalanan yang kami lalui,” tutur dia.

Walaupun nyawa menjadi taruhan dalam setiap perjalanan tugas dan ganasnya plasmodium malaria, namun tidak sedikit pun membuat langkahnya untuk mundur dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat karena dia percaya apapun yang dilaluinya, semuanya kembali kepada niat dan tujuan kita untuk mereka.

Dia mengatakan, seberat apapun hari-hari yang dilaluinya dalam pelayanan kesehatan di pedalaman Kabupaten Asmat di bagian pesisir selatan Papua itu, belum seberat apa yang telah dilalui rekan-rekannya para pejuang kesehatan di pegunungan tengah Papua, di pulau-pulau terluar di Papua, dan di daerah-daerah pedalaman lainnya yang ada di pedalaman Bumi Cenderawasih.

“Walaupun beratnya kehidupan yang kami lalui di pedalaman Bumi Cenderawasih, itu adalah hal biasa yang sudah dilalui oleh masyarakat di pedalaman Papua. Maka dari itulah kami di pedalaman Papua bisa banyak belajar bersyukur kepada-Nya dengan apa yang telah kami lalui di sini,” ujar dia.

“Inilah hal yang sangat terberat bagi saya yang terkadang selalu membuat hati saya selalu ingin menangis ketika rasa rindu dengan istri dan kedua putri saya tercinta setiap harinya di pedalaman Bumi Cenderawasih. Namun saya tetap harus tegar dan kuat karena saya yakin semuanya akan indah pada waktunya,” pungkas dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Dokter Fajri: Asli Aceh, Mengabdi di Papua (2)"  dan "Kisah Dokter di Asmat Papua, Kemanusiaan Lebih Tinggi dari Rasa Rindu untuk Anak Istri (1)".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved