Lahan Tol Aceh Segera Dibayar
PT Hutama Karya selaku kontraktor pembangunan jalan tol Aceh, ruas Banda Aceh-Sigli, segera membayar ganti rugi
* Pengerjaannya Terus Dikebut
BANDA ACEH - PT Hutama Karya selaku kontraktor pembangunan jalan tol Aceh, ruas Banda Aceh-Sigli, segera membayar ganti rugi lahan warga yang terdampak pembangunan melalui dana talangan. Pembayaran itu akan dilakukan dalam minggu ini sehingga proses pengerjaan tol sepanjang 74,2 kilometer sudah bisa dilaksanakan.
“Insyaallah dalam dua tiga hari lagi uang akan dikirim ke rekening masing-masing warga yang setuju dengan harga,” kata Kasatker Pengadaan Jalan Tol Aceh, Alvi dalam diskusi bertajuk Nasib Proyek Strategis Nasional di Aceh yang diselenggarakan Centra Politika di Arabica Seulawah Coffee, Banda Aceh, Senin (5/11).
Diskusi yang dimoderatori Wartawan Tempo, Adi Warsidi itu juga menghadirkan pembicara lain, yaitu Kepala Tata Usaha Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Adrian, perwakilan Dewan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe, Syarifah, M Adli Abdullah, Ketua Barisan Relawan Jalan Perubahan(Bara JP) Aceh, dan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Wiratmadinata.
Kegiatan itu membahas nasib proyek strategis nasional (PSN) di Aceh karena sebelumnya berkembang informasi enam PSN di Aceh terancam dicoret oleh Presiden Jokowi sebab tidak ada kemajuan dalam pelaksanaannya atau masih dalam tahap penyiapan lahan.
Terkait informasi itu, Alvi menegaskan tidak ada ancaman pencoretan terhadap PSN di Aceh. Malah, kata Alvi, saat ini pengerjaan tol Banda Aceh-Sigli terus dikebut. Bahkan, pendanaan yang menjadi masalah, kini sudah teratasi melalui dana talangan PT Hutama Karya.
Tahun anggaran 2018, PT Hutama Karya mengalokasikan dana talangan untuk pembayaran pembebasan lahan tol Banda Aceh-Sigli dengan total Rp 305,71 miliar.
“Tahun anggaran 2018 dialokasikan dana talangan Rp 350 miliar lebih, ini cukup untuk pembebasan lahan di lima kecamatan. Setelah dana ini habis, tahun depan akan dialokasikan lagi, sehingga pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol ini bisa selesai sampai ke Sigli,” ujar Alvi.
Menurutnya, pembayaran pertama difokuskan untuk pemilik lahan di dua kecamatan, yaitu Blangbintang (21 bidang) dan Montasik, Aceh Besar, (39 bidang). Mereka menjadi prioritas karena tidak mempersoalkan harga tanah yang telah ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Untuk semuanya, total dana yang disiapkan sebesar Rp 11 miliar.
Dari penilaian KJPP, terang Alvi, terdapat 204 bidang tanah di Kecamatan Blangbintang dan Montasik. Untuk pembayaran ganti rugi semua lahan itu membutuhkan dana Rp 32,5 miliar. Dari jumlah tersebut, pemilik dari 34 bidang tanah tidak menerima harga yang ditetapkan KJPP, dan semuanya berada di Kecamatan Blangbintang.
“Dari 204 bidang yang udah dinilai KJPP, ada 34 bidang yang menggugat ke Pengadilan Jantho. Lokasinya semua ada di Blangbintang. Kalau di Montasik, ada juga warga yang tidak setuju, tapi tidak menggugat. Terkait hal itu akan kita tunggu dari warga (Montasik) apakah setuju atau tidak. Kalau tidak setuju, uangnya akan kita titip di pengadilan,” katanya.
Alvi menyatakan, gugatan warga yang tidak setuju dengan harga yang ditetapkan KJPP sudah ada putusannya, yaitu pengadilan menolak gugatan warga. Artinya, pembayaran ganti rugi akan dititip ke pengadilan negeri agar pembangunan proyek jalan tol tidak terhambat. “Dari 34 bidang (yang gugat), hanya satu bidang ajukan kasasi, yang lain menerima,” ungkapnya.
PT Hutama Karya, ungkap Alvi, menargetkan tahun 2022 jalan tol Banda Aceh-Sigli sudah bisa dilalui. “Mereka (PT Hutama Karya) sudah siap bekerja mulai tahun ini. Setelah pembayaran selesai, PT Hutama Karya langsung menempatkan alat beratnya di lahan yang sudah kita bayar,” ungkap Alvi.
Dia juga menambahkan, pembangunan jalan tol ruas Banda Aceh-Sigli menjadi segmen pilot project bagi Aceh untuk terwujudnya tol Aceh-Sumatera Utara. Kalau proyek itu selesai, akan dilanjutkan dengan tol ruas Sigli-Lhokseumawe sepanjang 135 kilometer, dan terakhir ruas Lhokseumawe-Langsa sepanjang 135 kilometer.
“Ruas tol Aceh bukan Banda Aceh-Sigli, tapi Banda Aceh-Medan. Ruas tol Banda Aceh-Sigli hanya salah satu segmen, kenapa dimulai dari Banda Aceh karena pemerintah sebelumnya memaksa pusat dari sini, jangan sampai seperti cerita rel kereta api. Sampai sekarang tidak pernah kita lihat sampai ke Banda Aceh, makanya tol dimulai dari Banda Aceh,” demikian Alvi.
Saat ini terdapat 223 PSN yang total investasinya mencapai Rp 4.150 triliun. Dari jumlah tersebut, beberapa PSN berada di Aceh, yaitu pembangunan jalan tol ruas Banda Aceh-Sumatera Utara, Bendungan Keureto di Aceh Utara, Bendungan Rukoh di Pidie, Bendungan Tiro di Pidie, Bendungan Paya Guci di Aceh Barat, pembangunan jaringan Irigasi Jambo Aye Kanan di Aceh Timur, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe.
Sebelumnya mencuat informasi terhadap PSN yang progresnya tidak berjalan maju terancam akan dicoret. Nah, bagaimana nasib keeman PSN yang berada di Aceh. Kecuali jalan tol, kelima PSN lainnya saat ini masih dalam proses pembebasan lahan. Parahnya, hingga saat ini ada proyek yang lahannya belum semeter pun bisa dibebaskan oleh pemerintah dan pihak terkait.
Proyek itu adalah Bendungan Tiro di Pidie. Khusus proyek Bendungan Tiro, proses pembebasan lahan sudah dilakukan sejak Bupati Pidie sebelumnya, Sarjani Abdullah, namun hingga kini belum terlaksana pembebasan lahan. Padahal, proyek itu hanya membutuhkan lahan seluas 452,77 hektare. Sedangkan pelaksanaan proyek direncanakan dimulai tahun 2018-2023.
“Yang dibebaskan masih nol, masih seperti semula,” kata Kepala Tata Usaha Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Adrian. “Penyebabnya, karena mungkin masih di masyarakat juga. Namun demikian, kami tetap berupaya,” lanjutnya saat memaparkan progres pembebasan lahan untuk Bendungan Tiro.
Dia jelaskan bahwa proses pembebasan lahan sudah dilakukan sejak Gubernur Aceh sebelumnya, dr Zaini Abdullah dan Bupati Pidie sebelumnya, Sarjani Abdullah. Sebenarnya, kedudukan bendungan ini sangat penting karena sebagai penyuplai air untuk Bendungan Rukoh yang berada di hilir.
“Dari kementerian kami pun sangat berharap, kedua bendungan ini tidak pernah dicoret dari PSN,” ujar dia. Tetapi, harapan tersebut tidak sebanding dengan fakta di lapangan. Hingga berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Jokowi, belum semeter pun lahan untuk Bendungan Tiro yang dibebaskan, padahal sumber dana proyek itu dari APBN.
Dalam diskusi kemarin, Adrian juga menegaskan saat ini pihaknya belum menerima surat pembatalan PSN di Aceh. Beberapa proyek yang masuk PSN, katanya, saat ini sedang berjalan. Penegasan itu menjawab pemberitaan sebelumnya yang disampaikan Adli Abdullah terkait ancaman akan dicoret PSN di Aceh jika progresnya tidak ada atau masih dalam tahapa penyiapan.
Nada yang sama juga disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Wiratmadinata. “Bahkan, kemarin ada rapat koordinasi dengan judul pertemuannya Pembahasan Percepatan PSN, jadi bagaimana dibatalkan? Tidak ada opsi penghentian PSN, informasi itu berdampat tidak baik untuk Aceh,” katanya.
Sementara itu, M Adli Abdullah menyampaikan bahwa sebenarnya informasi itu sifatnya sangat internal, tapi sudah dipublikasi. Meski demikian, dia meminta semua pihak agar tidak mempermasalahkan ancaman itu. Hal yang perlu dipikirkan saat ini adalah bagaimana PSN untuk Aceh tidak dicoret jika dilakukan evaluasi, misalnya oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).(mas)