Reportase Wartawan Serambinews.com Raih Juara II Anugerah Jurnalistik Pertamina 2018
Ajang Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2018 diikuti oleh wartawan di seluruh Indonesia. Ada sekira 2.000 karya jurnalistik yang diseleksi
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Wartawan Serambinews.com (Serambi Indonesia Group), Muhammad Nasir menyabet juara II kategori Features Online pada Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2018.
Pengumuman sekaligus penganugerahan pemenang berlangsung, Jumat (23/11/2018) malam, di gedung Pertamina Tower, Jakarta.
Dalam lomba tersebut, Muhammad Nasir mengikutsertakan karya tulis berupa reportase tentang proses distribusi LPG ke Pulo Aceh, salah satu pulau terdepan di Sumatera.
Nasir memberi judul tulisannya "Menantang Ombak Samudera, Mengantar LPG ke Pulau Terluar".
Atas raihan itu, Muhammad Nasir berhak atas hadiah uang dan trofi.
Juara satu kategori feature media online, diraih oleh Afut Syafril Nusyirwan dari LKBN Antara Jakarta dengan karyanya “Martinus dan harapannya pada BBM Satu Harga”.
Baca: Warga Aceh Tenggara Kesulitan Peroleh Gas Melon, Pertamina Diminta Bertindak
Baca: Kehabisan BBM di Jalan, Ternyata Pertamina Punya Layanan Antar BBM Secara Online
Sementara juara III diraih oleh Ade Hapsari Lestari dari Metrotvnews.com dengan karya yang berjudul "Berjibaku di Tanah Palu".
Feature berjudul "Menantang Ombak Samudera, Mengantar LPG ke Pulau Terluar" karya Muhammad Nasir merekam kegiatan awak kapal kayu yang setiap minggu berjibaku dengan ganasnya lautan, demi mengantar LPG ke Pulo Aceh, Aceh Besar.
Hasilnya, saat ini warga pulo Aceh bisa menemukan keberadaan LPG dengan mudah, meskipun dengan harga yang lebih mahal.
Ajang Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2018 diikuti oleh wartawan di seluruh Indonesia.
Ada sekira 2.000 karya jurnalistik yang diseleksi oleh dewan juri untuk mendapatkan yang terbaik.
Para pemenang terbagi dalam 11 kategori yang diperlombakan yakni Hardnews Cetak, Feature Cetak, Feature Online, Feature Radio, Feature Televisi, Foto Essay, Foto Pilihan Juri, Publikasi CSR, Publikasi Olahraga, serta termasuk di dalamnya Citizen Journalism dan Best Of The Best.
Setelah melalui proses seleksi yang ketat dari 2000 lebih karya yang masuk, akhirnya 42 karya jurnalistik terbaik meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2018.
Baca: Viral! Pesta Pernikahan Digelar di Area SPBU, Ini Penjelasan Pertamina
Baca: Santri Belajar Ilmu Jurnalistik ke Serambi
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito menyatakan, pemenang AJP 2018 memperlihatkan komposisi yang seimbang antara media nasional dengan media lokal.
Hal ini menunjukkan, kualitas karya media lokal atau daerah sudah menyamai kualitas media nasional.
“Menariknya, peraih penghargaan tertinggi pada AJP 2018 yakni best of the best diraih oleh jurnalis dari daerah, yakni RRI Purwokerto, Jawa Tengah. Proses penetapan best of the best memang sangat alot, pemenang tahun ini berkualitas,” ujar Adiatma.
Khusus pemenang best of the best, lanjut Adiatma, selain mendapat uang tunai, piala dan piagam penghargaan, Pertamina akan memberikan apresiasi khusus berupa kursus singkat di luar negeri.
Ketua Dewan Juri AJP 2018 yang juga Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo menyatakan pemenang best of the best tahun ini berjudul “Pelita di Belantara Mangrove” merupakan karya jurnalistik radio paling lengkap.
Berikut ini diturunkan kembali karya jurnalistik Wartawan Serambinews.com, Muhammad Nasir yang menyabet juara II kategori Features Online pada Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2018.
“Menantang Ombak Samudera, Mengantar LPG ke Pulau Terluar Indonesia”
Kamis, 26 Juli 2018 21:37
SERAMBINEWS.COM - Siang itu, matahari berada tegak tepat di atas kepala, sehingga teriknya begitu terasa di ubun-ubun, sejauh mata memandang tampak gelombang laut setinggi dua meter saling kejar-kejaran.
Sebuah Boat kayu dengan bobot 35 GT melaju membelah ombak lautan Samudera Hindia, sekali-kali badan boat bergetar dihempas ombak.
Di sepanjang geladak boat tersebut, tampak bersusun manusia dan barang kebutuhan, mulai sayur-sayuran, beras, hingga zak semen.
Sedangkan di bagian palka bersusun sekitar 200-an tabung LPG ukuran 3 KG. Palka memang sudah menjadi tempat dikhsusukan untuk memuat tabung LPG.
Sewaktu-waktu, diantara gemuruh ombak samudera dan kencangnya angin timur bertiup, boat kayu itu berpapasan dengan gerombolan kapal pemburu tuna dari Nikobar-Andaman.
Jika dalam perjalanan tiba-tiba mereka diterpa angin badai dan ombak tinggi, maka air laut bisa memenuhi geladak kapal, muka-muka pucat dan ketakutan tak bisa disembunyikan.
Namun begitu badai usai, semua kembali berubah menjadi canda, mereka saling menertawakan ketakutan.
Begitulah pemandangan di boat menuju Pulo Aceh, salah satu pulau terluar yang berada di barat Indonesia, tepatnya antara Samudera Hindia, Laut Andaman, dan Selat Melaka.
Boat kayu itulah yang selama ini digunakan untuk menyuplai tabung LPG ke pulau yang masih tertinggal tersebut.
Proses distribusinya memang masih panjang. Dimulai dari PT Pertamina lalu ke Agen di Banda Aceh, lalu diangkut dengan boat untuk dibawa ke pangkalan di Pulo Aceh, kemudian baru tabung gas itu sampai ke rumah warga.
Boat kayu yang bentuk seperti boat pencari ikan itu menjadi satu-satunya alat transportasi untuk menghubungkan antara Pulo Aceh dengan daratan Aceh. Jika boat kayu berhenti berjalan, maka pasokan kebutuhan pokok akan terganggu.
Eeng, nahkoda boat KM Satria Baro kepada Serambi, Kamis (19/7) mengatakan, setiap hari boat melakukan perjalanan pulang pergi dari Seurapong di Pulau Breuh, yang berada di gugusan Pulo Aceh menuju Lampulo di Banda Aceh.
Jarak yang tempuh sekitar 20 mil atau 36 kilometer, waktu tempuh yang dibutuhkan antara dua jam hingga 3,5 jam, sangat tergantung dengan kondisi cuaca. Kapal berangkat ke daratan Aceh setelah subuh dan kembali pada siang hari.
Saat berangkat dari Seurapong, Pulo Aceh mereka mengangkut ikan, cengkeh, dan hasil tani warga lainnya, termasuk kerbau sekali-kali. Saat kembali mereka membawa kebutuhan pokok, bahan bangunan, es balok, hingga tabung LPG.
“Tabung LPG ini kita angkut seminggu sekali ke Pulo (pulau), setiap hari Kamis, satu boat biasanya membawa sampai 200-an tabung lebih, nanti di sana sudah ditunggu oleh orang kedai (pangkalan),” ujar Eeng.
Menurutnya, setiap hari Kamis pihak agen LPG di Banda Aceh sudah mengantar satu truk LPG ke dermaga, kemudian tabung gas tersebut dimuat ke masing-masing boat.
KM Satria Baro bukanlah satu-satunya boat yang mengangkut LPG ke Pulo Aceh, terdapat tiga boat lainnya yang melakukan tugas serupa.
Bedanya, di Pulo Aceh mereka berlabuh di tempat yang berbeda-beda, jika KM Satria Baro berlabuh di Seurapong (Pulau Breuh), kapal lain berlabuh di Lempuyang (Pulo Breuh), Lamteng (Pulau Nasi), dan Deudap (Pulau Nasi).
Pulo Aceh merupakan sebuah gugusan kepulauan yang juga sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Besar, terdiri atas Pulo Breuh, Pulo Nasi, Pulo Teunom, dan pulau kecil tak berpenghuni lainnya. Penduduknya sekitar 4 ribu jiwa, yang menetap di 17 gampong (desa).
Muslim, warga Pulo Aceh mengatakan, saat ini hampir 90 persen warga Pulo Aceh sudah beralih dari minyak tanah dan kayu bakar ke tabung LPG. Sehingga setiap minggu ratusan tabung LPG dipasok ke Pulo Aceh.
Seingatnya, tabung LPG mulai rutin disuplai ke Pulo Aceh sejak tahun 2015, setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Dalam sebulan jumlahnya bisa mencapai 600-an tabung yang dimanfaatkan oleh 4 ribu penduduk.
“Di sini harga tabung LPG (ukuran 3 kg) Rp 30 ribu, lebih mahal daripada daratam, karena ada biaya angkut dan biaya bongkar di boat,” ujarnya.
Ia menambahkan, masyarakat pulau memang sudah merasakan manfaat dari lancarnya suplai LPG ke pulau terluar tersebut. Saat ini hampir semua desa sudah memiliki kedai yang menjual LPG. Sehingga masyarakat tidak perlu jauh-jauh membeli.
Muslim menceritakan, sekitaran tahun 2010, pascatsunami, sebagian besar warga Pulo Aceh masih menggunakan kompor minyak tanah dan kayu bakar.
Hanya ada beberapa warga yang menggunakan kompor gas, itu pun mereka harus membeli tabung sendiri ke daratan Aceh.
“Saat ini suplai LPG tidak pernah putus lagi, karena boat selalu lancar, meskipun angin kencang atau gelombang tinggi biasanya boat tetap diupayakan jalan, karena ditangan mereka semua kebutuhan pokok bergantung. Boat Cuma berhenti di hari jumat, itu sudah aturan adat di sini,” tutupnya. (*)