Kupi Beungoh

Macam Model Silaturahim Menjelang Pileg, yang Penting jangan Siladak

Silaturahim mendadak atau siladak merupakan salah satu contoh kurangnya memahami makna dan hakikat silaturahim.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Hand Over
Khairul Azmi, Mahasiswa UIN Ar-Raniry 

Jika dilakukkan secara mendadak, kemungkinan besar niatnya pasti bukan karena Allah, melainkan karena tujuan dan kepentingan tertentu yang telah direncanakan.

Baca: Irwandi Yusuf Berharap APBA 2019 jangan Pergub Lagi, Ini Alasannya

Baca: Tak Hadir ke Nikahan Lindswell Kwok dan Hulaefi, Iwan Kwok Kutip Tulisan Soal Derita dan Bahagia

Contoh Siladak dapat kita lihat ketika menjelang masa kampanye atau beberapa bulan sebelum kontestasi politik atau pemilu dilaksanakan.

Silaturahim bentuk ini banyak dilakukan oleh golongan high class yaitu caleg atau capres yang berkeinginan menduduki jabatan tertentu di pemerintahan atau ingin tetap mempertahankan kursi jabatannya.

Maka sangat kita sayangkan sikap orang-orang yang mempolitisasi anjuran silaturahim ini.

Bermacam Model

Ketika masa kampanye tiba, biasanya silaturahim dimulai dengan pembagian selebaran atau poster yang ditempal di tiang listrik dan tiang Telkom, terkadang bersebelah dan bergandengan dengan iklan sedot WC, tempat sampah, dan lain-lainnya.

Ada juga yang memasang banner atau spanduk dengan berbagai ukuran berisikan foto, slogan, lengkap dengan visi-misi berapi-api di berbagai sudut, bahkan ada yang dipaku di pohon.

Model seperti ini menurut penulis sangat tidak etis terhadap lingkungan dan mengganggu keindahan mata memandang.

Selanjutnya silaturahmi dilakukan dengan blusukan ke pasar-pasar, dengan tujuan mendengar keluhan rakyat ekonomi makro seraya menyatakan janji-janji jika terpilih nanti.

Ada juga bahkah langsung datang ke rumah tokoh masyarat desa tertentu, kemudian menyuruh untuk mempengaruhi warga desa lainnya untuk memilih dirinya.

Baca: Bikin Pejabat Kalang Kabut, Simak Cara Soeharto Blusukan dan Kisah Penyamarannya yang Fenomenal

Baca: Harga BBM di Papua Hanya Turun Saat Presiden Jokowi Blusukan, Ini Komentar Istana

Seperti yang pernah dialami oleh kakak kandung penulis yang merupakan direktur TPA (Taman Pendidikan Alquran) salah satu desa di Aceh Besar, pernah dikunjungi oleh timses suatu partai yang mengiming-imingin sebuah genset untuk TPA dengan syarat menginstruksi setiap wali murid untuk memilih mereka ketika pemilu nanti.

Menurut penulis hal ini adalah pemaksaan, namun dilakukan secara terstruktur dan sistematis, apalagi tujuannya kalau bukan nyari suara.

Hal-hal demikian memang sudah maklum dan masyarakat pun sudah tentu mengetahuinya.

Namun, perlu diketahui silaturrahim model tersebut hanya akan membuat kredibelitas calon wakil rakyat ini terlihat rendah di mata masyarakat.

Karena kami sudah berulang kali berhadapan dengan hal-hal yang sama setiap empat tahun sekali, sehingga tak jarang terdengar kata-kata dari masyarakat “jeh, kadeuh lom lagoe” (kok baru kelihatan lagi).

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved