Kisah Mantan Anggota NII, Banyak Hamil di Luar Nikah Hingga Setor Rp 14 M per Bulan ke 'Ibu Kota'

Mantan anggota NII, Ken Setiawan menceritakan kisahnya ketika ia masih bergabung menjadi bagian anggota NII.

Editor: Amirullah
TribunSolo.com/Agil Tri
Ken Setiawan, mantan anggota NII sekaligus ketua NII Crisis Center saat wawancara dengan wartawan di hotel best western solobaru, selasa (18/12/2018) 

Perekrutan juga dilakukan ditempat umum, seperti tempat makan, cafe, mall, dan sebagainya.

Menurut Ken, ada perbedaan yang cukup mencolok dari orang-orang yang sudah masuk NII.

Ia menjelaskan, ciri-ciri orang yang sudah masuk anggota NII akan adanya perubahan perilaku seperti sering meminta uang kepada orang tuanya, menjual benda berharganya, membohongi orang tuanya supaya mendapat uang, pulang malam karena harus mengikuti bimbingan dari NII, dan susah dihubungi.

"Kalau kalangan mahasiswa paling sering bilang ke orang tuanya leptopnya ilang, menabrakan mobil atau motor temannya, lalu utangnya banyak kareng sering pinjam uang," kata Ken.

Ken menjelaskan, untuk mengubah ideologi bangsa ini membutuhkan banyak uang, yang mana setiap tingkatan akan mensetorkan sejumlah uang ke 'Ibu Kota'.

Baca: Ali Ngabalin Ngamuk Hingga Banting Microphone di Acara ILC, Rocky Gerung Beri Balasan Gini

Ibu kota yang dimaksud bukanlah ibu kota Republik Indonesia di Jakarta, melainkan Ibu Kota NII di Indramayu, Jawa Barat.

"Kalau saya dulu, setiap bulan harus setor sebesar Rp 14 Millyar ke Ibu Kota, jadi untuk bisa target uang segitu kami menghalalkan harta orang kafir," terang Ken.

Namun, seiring berjalannya waktu, Ken mulai melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada di dalam NII.

"NII kan mengkafirkan orang di luar anggota mereka, jadi banyak orang yang hamil di luar nikah atau menikah tanpa mendapat restu orang tuanya," terang Ken.

Menurutnya, anggota NII dilarang bertanya, sebab tugasnya hanya menuruti perintah atasan dan menjalankan perintah itu.

Sampai akhirnya Ken bertemu temannya yang juga mantan anggota NII.

Mereka pun mulai bertukar pikiran yang membuat pikiran Ken terbuka pada tahun 2003.

Baca: KPU Coret Aceh dan Papua sebagai Opsi Lokasi Debat Capres, Ini Alasannya

"Di dalam NII kita tidak boleh bertanya, apapun perintahnya kita tinggal melakukan saja, dan kita juga gak boleh bertanya kepada orang luar, saat saya sharing dengan beberapa ustadz mengenai pemikiran-pemikiran, saya sadar jika saya salah," terang Ken.

Saat ini Ken sibuk sebagai Ketua NII Crisis Center, yang bergerak dibidang rehabilitasi dan pendampingan mantan korban NII dan paham radikal lainnya.

"Kita memberikan pendampingan, karena korban ini biasanya stres, depresi, gila, bahkan jadi atheis."

Sumber: Tribun Bogor
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved