Tsunami di Banten dan Lampung
Update Korban Tsunami di Banten dan Lampung, BNPB: 168 Meninggal Dunia dan 745 Luka-luka
"Dari data hari ini 23 Desember 2018 pukul 13.00 WIB, total korban meninggal ada 168 orang," kata Sutopo.
SERAMBINEWS.COM - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memberikan perkembangan data sementara korban tsunami di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Serang yang terjadi pada Sabtu (22/12/2018) malam Hingga Minggu (23/12/2018) pukul 13.00 WIB, tercatat 168 orang meninggal dunia akibat terjangan tsunami di kawasan Selat Sunda.
Selain itu, ada 745 orang mengalami luka dan 30 orang masih belum ditemukan.
"Korban dan kerusakan akibat terjangan Tsunami terjadi di tiga wilayah, yakni Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Serang," ujar Sutopo, dalam jumpa pers di Kantor BPBD DIY, Minggu.
Sutopo mengatakan, tsunami yang terjadi pada pukul 21.27 WIB itu datang secara tiba-tiba.
Tidak ada tanda-tanda maupun peringatan.
"Dari data hari ini 23 Desember 2018 pukul 13.00 WIB, total korban meninggal ada 168 orang," kata Sutopo.
Selain korban jiwa, tsunami juga menyebabkan kerusakan bangunan.
Bangunan yang rusak akibat terjangan tsunami antara lain rumah, hotel, warung, dan perahu.
"Ada 558 unit rumah yang rusak, 9 hotel rusak berat, 60 warung, kemudian perahu, kapal ada 350 rusak," ujar dia.
Perkembangan data ini masih bersifat sementara karena tim BNPB masih terus melakukan pendataan.
"Data masih akan bertambah, karena daerah - daerah yang terdampak belum semua terdata. Saat ini aparat gabungan, BPBD, TNI, Polri, Tagana, relawan, Basarnas, PMI dibantu masyarakat masih melakukan evakuasi," ujar Sutopo.
Sutopo mengatakan, saat tsunami terjadi, daerah sekitar pantai dipenuhi wisatawan yang menghabiskan masa liburnya.
"Kondisi long weekend, objek wisata di sekitar pantai barat Banten penuh wisatawan. Ada banyak acara dan terjadi tsunami secara tiba-tiba. Sehingga menyebabkan korban jiwa," kata Sutopo.
Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa gelombang yang menerjang sejumlah wilayah di kawasan sekitar Selat Sunda itu merupakan tsunami.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono memaparkan ada dua peristiwa yang memicu gelombang tsunami di sekitar Selat Sunda.
Kedua peristiwa itu adalah, aktivitas erupsi anak gunung Krakatau dan gelombang tinggi akibat faktor cuaca di perairan Selat Sunda.
Rahmat memaparkan, jika dipicu erupsi anak Gunung Krakatau, maka gelombang tsunami sekitar 90 sentimeter.
Namun, dengan adanya gelombang tinggi akibat faktor cuaca, arus gelombang tsunami bisa bertambah lebih dari dua meter.
"Karena digabung, menimbulkan tinggi tsunami yang signifikan dan menimbulkan korban dan kerusakan yang luar biasa," kata Rahmat dalam konferensi pers di gedung BMKG, Jakarta, Minggu.
"Kalau hanya tsunami saja hanya 90 sentimeter hampir dipastikan tidak masuk ke daratan. Tapi karena juga sebelumnya BMKG telah mengeluarkan warning gelombang tinggi, menambah tinggi tsunami," lanjut Rahmat.(*)
Baca: 2019 Diprediksi Akan Menjadi Tahun Terpanas dalam Sejarah Manusia, Apa Dampaknya?
Baca: Picu Tsunami di Selat Sunda, Kementerian ESDM Rilis Aktivitas Gunung Anak Krakatau
Baca: Inna Lillahi - Pangeran Talal bin Abdulaziz, Kakak dari Raja Arab Saudi Meninggal Dunia
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BNPB: Hingga Pukul 13.00 WIB, 168 Orang Meninggal Dunia akibat Tsunami di 3 Wilayah"