Pendemo Desak Dua Honorer Dibebaskan
Massa yang terdiri atas perawat, bidan, dan dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien
* Penangguhan Penahanan Diajukan
MEULABOH - Massa yang terdiri atas perawat, bidan, dan dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien, Meulaboh, Aceh Barat, melancarkan demonstrasi di rumah sakit tersebut, Senin (21/1). Mereka menuntut dua tenaga honorer di RSU itu, Erwanti (29) dan Desri Amelia (24) yang telah ditahan polisi sebagai tersangka dalam kasus kematian pasien seusai disuntik agar dibebaskan dari jerat hukum.
Pengunjuk rasa yang mencapai ratusan orang dan mayoritas tenaga honorer itu diterima Direktur RSUD, dr Furqansyah, wakil direktur, serta pejabat di rumah sakit tersebut.
Selain menyuarakan agar kedua honorer itu dibebaskan, para demonstran juga meminta agar gaji honorer jatah bulan Desember 2018 yang belum dibayar segera dibayarkan. Mereka juga meminta kejelasan tentang lanjutan kontrak untuk tahun ini.
Meski ratusan insan medis kemarin berunjuk rasa, namun aksi mereka tidak berdampak pada macetnya pelayanan karena sejumlah honorer lainnya tetap bekerja seperti biasa.
Dalam orasi di RSU itu, para honorer juga membawa poster dan pelantang suara. Sejumlah peserta aksi, di antaranya Said Fuadi dan Nelna, secara bergantian menyuarakan agar dua honorer yang kini ditahan polisi segera dibebaskan.
Said Fuadi secara khusus mengatakan di RSU itu perlu dibangun transparansi dan perbaikan kinerja, termasuk persoalan gaji honorer agar tidak ditunda-tunda pembayarannya.
Sementara itu, Nelna dengan berlinang air mata berucap bahwa dua honorer yang kini ditahan polisi merupakan perawat dan bidan golongan kecil yang hanya menerima gaji Rp 1 juta/bulan. Karena itu, ia minta manajeman perlu melakukan upaya konkret sehingga keduanya bisa dibebaskan dari penahanan.“Mereka itu saudara kami. Bebaskan dia dari jeratan hukum!” pekik Nelna disambut yel-yel oleh para peserta aksi.
Ajukan penangguhan
Menindaklanjuti tuntutan peserta aksi, Direktur RSUD Cut Nyak Dhien, dr Furqansyah mengatakan bahwa manajemen RSU sudah menyiapkan kuasa hukum dan akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap dua honorer itu. “Pengacara kita akan ajukan penangguhan penahanan. Kita semua berharap kedua tenaga medis kita dibebaskan dari jerat hukum,” kata Furqansyah didampingi pengacara Agus Herliza SH.
Menurut Direktur RSUD Cut Nyak Dhien, persoalan dua tenaga honorer itu sebenarnya sudah dibahas pihak RSU, bahkan sudah ada perdamaian dengan pihak keluarga pasien. Namun, terkait penahanan dua honorer itu tetap akan diupayakan pembebasannya dari jerat hukum. “Mari kita berdoa semua, semoga keduanya segera bebas,” ajak dr Furqansyah.
Terhadap gaji para honorer yang dipertanyakan para pengunjuk rasa kemarin, menurut Furqansyah, akan dibayarkan pada Rabu pekan depan karena amprahannya butuh proses. Mengenai kelanjutan kerja atau perpanjangan kontrak terhadap tenaga harian lepas (THL) di lingkungan RSU itu akan dibahas kembali dengan harapan semua honorer bisa kembali bekerja seperti biasa. “Terhadap kelanjutan tugas masih dibahas,” kata Direktur RSUD Cut Nyak Dhien.
Harapan keluarga
Sementara itu, keluarga Erwanti dan Desri Amelia, dua honorer yang kini ditahan polisi, kepada Serambi di Meulaboh kemarin meminta agar dibebaskan dari jerat hukum. Apalagi persoalan yang terjadi di RSU itu sudah diselesaikan secara damai antara keluarga pasien dengan pihak rumah sakit. “Kami berharap anak saya Desri bisa dibebaskan. Sudah empat hari dia ditahan,” kata Suriati, ibu kandung Desri Amelia, ibu rumah tangga yang menetap di Meulaboh.
M Yatim, ayah Erwanti juga menyampaikan harapan yang sama agar anak sulungnya itu dibebaskan. Selama ini Erwanti merupakan tumpuan harapan keluarganya. Bahkan ia meminta pihak rumah sakit harus ikut bertanggung jawab terhadap anaknya yang kini mendekam di sel polisi. “Saya minta anak saya dibebaskan. Biar saya saja yang ditahan,” kata Yatim yang hari-hari sebagai penjual sayur di Meulaboh.
Sudah damai
Sementara itu, Keuchik Pante Ceureumen, Aceh Barat, Teuku Nashar selaku keluarga dari korban dari Alfa Reza (11) saat ditanyai kemarin mengaku pihak RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh sudah menandatangani surat perdamaian dengan ayah dari Alfa Reza. “Surat damai memang ada dibuat pada 22 Oktober 2018, diteken oleh direktur rumah sakit dan ayah dari Alfa Reza,” kata Nashar yang mengaku ikut meneken berita acara perdamaian dalam kapasitasnya sebagai keuchik di desa itu.
Seperti diberitakan Polres Aceh Barat, Kamis (17/1) sore resmi menahan dua tenaga honorer yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien, Meulaboh, dalam kasus meninggalnya pasien Alfa Reza (11) seusai disuntik. Kedua honorer yang merupakan perawat piket pada malam peristiwa itu, yakni EW (29) dan DA (24), ditahan setelah sebelumnya ditetapkan polisi sebagai tersangka.
Kasus itu bermula saat pasien bedah bernama Alfa Reza (11), bocah asal Desa Pante Ceureumen, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat, meninggal pada Sabtu (20/10/2018) sekitar pukul 00.30 WIB setelah beberapa kali disuntik petugas medis di RSUD Cut Nyak Dhien, Meulaboh. Kabar meninggalnya Alfa Reza yang masih duduk di kelas II SMPN Pante Ceureumen itu merebak cepat. Apalagi, ayah pasien bernama Suwardi sempat meluapkan emosinya dengan memecahkan kaca ruang rawat anak rumah sakit tersebut.
Selain Alfa Reza, kasus yang sama juga menimpas Ajrul Amilin (15). Bocah asal Pasie Teubee, Aceh Jaya, itu juga mengembuskan napas terakhir setelah disuntik oleh tenaga medis di RSUD Cut Nyak Dhien. Namun, pihak keluarga langsung membawa pulang jenazah Ajrul ke rumah ayahnya setelah sebelumnya ia dirawat pascaoperasi usus buntu di rumah sakit tersebut.
Bahas penangguhan
Kapolres Aceh Barat, AKBP Raden Bobby Aria Prakasa SIK didampingi Kasat Reskrim, Iptu M Isral SIK yang ditanyai Serambi kemarin mengatakan, permohonan penangguhan penahanan sudah diterima penyidik, diserahkan oleh pengacara pihak RSUD Cut Nyak Dhien. Yang menjamin jika mereka dibebaskan adalah keluarga dari masing-masing tersangka Erwanti dan Desri Amelia. “Surat sudah masuk. Kami gelar dulu dengan penyidik soal itu (penangguhan),” kata kapolres.
Menurutnya, kasus ini merupakan pidana murni meski tidak dilaporkan oleh keluarga pasien karena adanya peristiwa pada malam itu, yakni keluarga dari pasien protes dengan memecahkan kaca di RSU dan tidak menerima anaknya meninggal setelah disuntik. “Jumlah tersangka kasus ini masih dua. Masih kami dalami dan lengkapi dulu berkas perkara mereka. Nanti akan kita dalami dan lihat lagi kemungkinan ada tidaknya tersangka lain,” kata Iptu M Isral.
Menurutnya, dalam pengusutan kasus ini penyidik sudah memeriksa saksi ahli, lembaga pengawasan obat, keluarga korban, juga pihak rumah sakit, bahkan sudah ada gelar perkara di Polda Aceh. “Kenapa sejauh ini baru dua orang tersangkanya, ya karena merekalah yang berkaitan langsung dengan pasien. Satu yang menyuntik, satu lagi yang menyuruh,” demikian Kapolres Aceh Barat. (riz)