Opini
Sumbangan Islam bagi Peradaban
TIDAK ada makhluk Allah yang diberi kemuliaan sehebat manusia. Coba lihat di alam ini, makhluk yang bernama binatang
Oleh Faizal Adriansyah
TIDAK ada makhluk Allah yang diberi kemuliaan sehebat manusia. Coba lihat di alam ini, makhluk yang bernama binatang; dari dulu sampai kapan pun hidupnya tidak berubah. Artinya, mereka (binatang) tidak bisa membangun peradaban. Tidak ada sapi atau kambing yang membangun perkampungan dan meningkat taraf hidupnya, sejak diciptakan mereka tetap tidak berubah hidup berkeliaran di alam bebas.
Padahal, kalau kita lihat kenyataan dari makhluk Allah lainnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah. Lihatlah ketika lahir, manusia tak berdaya terbaring, hanya menangis dan meronta jika butuh sesuatu. Manusia butuh perjuangan dan belajar untuk bisa merangkak, berjalan, dan berlari. Waktu yang dibutuhkan pun bertahun. Beda dengan hewan, tidak lama setelah dilahirkan, mereka bisa berjalan, berlari dan mencari makan sendiri. Ambilah contoh ayam, kuda, dan lain-lain.
Potensi ‘dahsyat’
Di balik ketidakberdayaan manusia tersebut, tersimpan potensi “dahsyat” yang Allah hanya titip pada manusia, yaitu akal. Bahkan menurut para ahli kapasitas otak manusia sesungguhnya lebih besar dari 1 juta GB, kita bisa bayangkan seandainya kecerdasan manusia itu dibuat komputer, maka sebesar apakah komputernya? Ada yang berseloroh sebesar dunia ini.
Dengan akal itulah manusia membangun peradaban di muka bumi ini. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya.” (QS. At-Tin: 4-5).
Hanya manusia yang memiliki peradaban mulai primitif sampai modern, dalam perkembangan sejarah kehidupan manusia tidaklah otomatis langsung modern seperti hari ini. Manusia mengawali kehidupannya di muka bumi dengan sangat sederhana dan terbatas. Masa awal kehidupan manusia ini dikenal dengan zaman purba atau primitif. Mereka masih hidup di gua-gua atau di atas-atas pohon. Hidupnya pun berpindah-pindah tempat, seperti juga hewan.
Konon, awalnya manusia dalam berkomunikasi pun menggunakan “bahasa isyarat”, kemudian mereka beranjak menemukan “bahasa verbal” sebagai sarana untuk saling berhubungan sosial. Proses ini diperkirakan membutuhkan waktu yang lama, bisa jadi berabad-abad lamanya. Demikian juga ketika manusia menulis di dinding-dinding gua sampai beralih menemukan kertas dan bahkan alat cetak, waktunya beratus bahkan beribu tahun.
Hingga sampailah peradaban manusia pada hari ini, sungguh menakjubkan perubahan terus terjadi, tidak lagi menunggu beratus tahun atau bahkan tidak perlu tahun. Hanya dalam hitungan hari, selalu ada temuan baru dalam bidang sains dan teknologi. Kita beruntung ditakdirkan hidup pada zaman ini menyaksikan sebuah perubahan tatanan dunia baru. Perubahan abad ini mempengaruhi semua lini kehidupan, bahkan masuk ke rumah tangga dan sisi kehidupan sosial lainnya. Kondisi inilah yang membuat manusia terkadang menjadi angkuh dan sombong, melupakan proses penciptaannya dan melupakan Tuhan pemberi kecerdasan kepadanya. Tidak sedikit manusia semakin cerdas, semakin jauh dari Tuhannya. Seharusnya semakin dekat dan patuh pada Sang Pencipta.
Sejarah perjalanan peradaban manusia tidaklah bim salabim, tiba-tiba menjadi hebat dan luar biasa seperti hari ini. Tahapan demi tahapan telah manusia lalui hingga mencapai kemajuan peradaban milenial seperti hari ini. Pertanyaan kita adakah peranan umat Islam dalam perjalanan sejarah peradaban manusia?
Umat Islam memiliki andil besar dalam mengantar peradaban manusia kepada peradaban modern hari ini. Berbagai bukti sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim menjadi peletak dasar bagi perkembangan sains modern hari ini.
Pada masa keemasannya, peradaban Islam mengalami kemajuan di semua bidang kehidupan. Di bidang sains misalnya, hampir semua disiplin keilmuan mengalami kemajuan, seperti filsafat, kedokteran, astronomi, matematika, fisika, kimia, sejarah, geografi, geologi, kesenian, bahasa, sastra, kepustakaan. Demikian juga dibidang ilmu keagamaan berkembang ilmu fiqh, tafsir, hadis dan tasawuf.
Adapun Ilmuwan Islam yang diakui dunia antara lain Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Ibnu Haitam, Al-Farabi, Al-Kindi, Al-Battani, Ibnu Rusyd, Ibnu Batutah, Umar Khayyam, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Nafis, Abu Hanifah, Imam Malik, Muhammad Idris Asyafii, Imam Ahmad bin Hambal, Abu Hanifah, Imam Al Ghazali, dan lain-lain. Demikian juga bukti fisik karya peradaban Islam masih bisa kita temukan dalam bentuk arsitektur bangunan berupa Taj Mahal, Masjid Qordoba, Masjid Sultan Ahmet, Universitas Al-Azhar, Museum Aya Sofia, dan Observatorium Margha.
Sangat besar
Peranan umat Islam menurut buku sejarah sains (Introduction to the History of Science) yang ditulis oleh George Sarton, sangatlah besar dalam meletakkan dasar sains modern. Dalam buku itu, Sarton mengulas sumbangan keilmuan dan kultural dari setiap peradaban, sejak zaman kuno hingga abad ke-14 Masehi. Periodesasi yang dibagi Sarton, yaitu: Tahun 450-250 SM peradaban Yunani; tahun 600-700 M peradaban Cina; dan tahun 700-1200 M adalah masa peradaban Islam.
Mengapa disebut peradaban Islam? Karena peradaban itu lahir dari semangat ajaran Islam. Agama Islam adalah wahyu dari Allah Swt, agama Islam bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan dan peradaban. Apa yang menyebabkan umat Islam berjaya? Jawabannya ada tiga landasan yang menjadi penyebab kejayaan umat Islam, yaitu landasan agama, filsafat, dan lembaga.
Melalui landasan agama tidak diragukan lagi bagaimana tingginya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan. Ayat yang pertama turun mengandung nilai-nilai keilmuan, di samping menanamkan tauhid (QS. Al-’Alaq: 1-5).
Banyak juga ayat Alquran yang mendorong umat Islam untuk menggunakan akal, fikiran dan melakukan tadabbur (riset dan penelitian), misalnya afala ta’qilun, afala tatafakkarun. Kalimat pertanyaan ini diletakkan Allah Swt pada akhir ayat tentu ada maksud, yaitu Allah ingin kita tidak berhenti pada proses membaca saja, tapi melanjutkannya pada proses berpikir. Maknanya, bagaimana memanfaat anugerah otak yang telah diberikan oleh Allah Swt.
Landasan kedua adalah filsafat yang mendorong umat Islam berani menggali karya-karya filosof Yunani, berawal dari mempelajari, kemudian mengoreksi sampai pada melahirkan pandangan baru. Dan, landasan terpenting yang ketiga adalah kelembagaan. Inilah yang memberi dorongan kepada ilmuwan muslim untuk betah melakukan riset mulai laboratorium observasi, hingga lahirnya universitas.
Sekiranya ketiga landasan tersebut mampu umat Islam bangun kembali, maka pastilah kita akan meraih kembali kejayaan yang telah hilang. Allah Swt berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110).
* Ir. Faizal Adriansyah, M.Si., Kepala Puslatbang KHAN LAN-RI. Email: tafakkur1963@gmail.com