Praktisi IT: Game FPS Berjenis Perang Cocok Untuk Militer, Bukan Anak Muda

Konten kekerasan dan sadisme dalam game itu kerap menjadi perdebatan, terkait dampaknya terhadap perilaku pemainnya

Penulis: Eddy Fitriadi | Editor: Muhammad Hadi
Youtube
Game bergenre First Person Shooter (FPS), yang membuat penggunanya bisa bermain dengan sudut pandang orang pertama kini semakin digemari di Aceh. 

Laporan Eddy Fitriady | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Game First Person Shooter (FPS) berjenis perang memang sedang digandrungi generasi milenial saat ini.

Game tersebut membuat penggunanya bisa merasakan sensasi bermain dengan sudut pandang orang pertama.

Fenomena maraknya game online bergenre ini memantik diskusi berbagai kalangan.

Konten kekerasan dan sadisme dalam game itu kerap menjadi perdebatan, terkait dampaknya terhadap perilaku pemainnya.

Baca: Cerita Ustaz Abdul Somad Diberi Setumpuk Uang oleh Edy Rahmayadi: Saya Malu Mengambil Duit Itu

Praktisi IT Aceh, Teuku Farhan yang diwawancarai Serambinews.com, Minggu (24/3/2019) menilai game bernuansa peperangan dan pembunuhan, cocok dimainkan kalangan militer seperti petugas keamanan, polisi, tentara, sebagai latihan simulasi pertahanan keamanan.

"Hal ini sudah dipraktikkan di luar negeri. Jadi tidak cocok dimainkan oleh anak muda biasa, apalagi masih berusia di bawah umur," ujarnya.

Bahkan menurut Farhan, Indonesia dapat meniru India yang sudah memberlakukan penangkapan terhadap pemain game yang mengandung unsur kekerasan, pembunuhan, dan sadisme.

Baca: Ibu Muda di Langsa Ditemukan Meninggal Tergantung di Kamar, Anaknya Tertidur di Bawah

"Di India, aturan ini juga baru diberlakukan sejak 6 Maret 2019. Smartphone pemain disita sebagai barang bukti. Pemerintah India meyakini bahwa game berjenis itu berbahaya karena akan membuat kecanduan dan tidak baik untuk anak-anak," jelas dia.

Menurut Direktur Eksekutif Masyarakat Informasi Teknologi (MIT) Aceh ini, Aceh seharusnya menjadi pelopor dalam menangani kasus kecanduan game online yang sudah merajalela di warung-warung kopi.

Pemerintah Aceh, lanjutnya, juga bisa menyosialisasikan game yang bernuansa islami, seperti lomba memanah untuk anak-anak sampai dewasa, lomba berenang, dan berkuda.

Sejak tahun 2010-2019, katanya, game FPS berbasis mobile dan online semakin populer dan memicu kecanduan.

Baca: UIN Ar-Raniry Bahas Bahaya Kecanduan Game, Bisa Mengubah Perilaku hingga Ideologi

Di era sebelumnya di Indonesia, sekitar tahun 2000-2010, game offline lebih suka dimainkan di PC atau laptop.

Sementara game berbasis mobile dan online yang bisa dimainkan bersamaan dengan pemain di tempat lain, disebut Massive Multiplayer Online Role Playing Games (MMORPG).

"Tren game dunia semakin lama grafisnya semakin detail dan mendekati kenyataan. Ke depan, setelah era game berbasis mobile dan online, akan muncul tren game berbasis VR (Virtual Reality), AI (Artificial Intelligence) dan Hologram," pungkasnya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved