Pemilu 2019
Jumlah Anggota KPPS Meninggal Dunia Bertambah Jadi 272 Orang, 1.878 Orang Sakit
Jumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia bertambah menjadi 272 orang.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Jumlah anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia bertambah menjadi 272 orang.
Selain itu, sebanyak 1.878 anggota KPPS dilaporkan sakit.
Angka ini mengacu pada data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sabtu (27/4/2019) malam.
"Jumlah anggota KPPS wafat 272, sakit 1.878. Total 2.150 tertimpa musibah," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat dikonfirmasi, Sabtu.
Evi mengatakan, lonjakan angka meningkat cukup tinggi kemungkinan karena baru dilaporkan ke KPU RI.
"Mungkin karena sebelumnya belum dilaporkan. Kan semua sedang sibuk menjalankan tahapan. Proses Situng juga kan menjadi perhatian semua penyelenggara di semua tingkatan," ujar Evi.
Dibandingkan data KPU Jumat (26/4/2019) malam, jumlah anggota KPPS meninggal bertambah sebanyak 42 orang, dan anggota yang sakit bertambah 117 orang.
Baik anggota KPPS yang meninggal maupun sakit sebagian besar disebabkan karena kelelahan dan kecelakaan.
KPU berencana memberikan santunan kepada keluarga KPPS yang meninggal dunia dan anggota yang sakit.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujui usulan KPU soal pemberian santunan ini.
Namun demikian, belum ada kepastian mengenai besaran anggaran santunan yang disetujui oleh Kemenkeu.
"Kemarin kita sudah rapat (dengan Kemenkeu). Sampai dengan hari ini, prinsipnya (usulan santunan) sudah disetujui," kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019).
"Tinggal Kementrian Keuangan akan menetapkan besaranya berdasarkan usulan kita, cuma saya belum update apakah usulan kita disetujui seratus persen atau tidak," sambugnya.
KPU mengusulkan, besaran santunan untuk keluarga korban meninggal dunia kisaran Rp 30-36 juta. Untuk KPPS yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan kecacatan, dialokasikan Rp 30 juta. Sementara untuk korban luka, besaran santunan yang diusulkan ialah Rp 16 juta.
Sementara Pemerintah memastikan akan memberikan kompensasi kepada para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal, sakit atau kecelakaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya menghitung anggaran besaran kompensasi tersebut.
“Nanti kita akan hitung untuk kebutuhan anggarannya untuk memenuhi kompensasi tersebut,” kata Sri Mulyani usai Infrastructure Summit 2019 di Universitas Padjadjaran Bandung, Jumat (26/4/2019).
Dia menyebutkan, pihaknya akan terus memantau berdasarkan laporan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) mengenai jumlah petugas KPPS yang mengalami sakit, kecelakaan sampai meninggal dunia.
“Itu sebetulnya bisa ter-cover. Di indonesia mungkin kultur asuransi itu menjadi sangat penting, jadi tentu saya juga akan berharap kita akan terus mengkampanyekan pentingnya asuransi bagi semua masyarakat,” katanya.
Banyaknya petugas KPPS yang meninggal dan jatuh sakit usai penghitungan suara Pilpres 2019, pemerintah dinilai perlu membayar kompensasi.
Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Arief Budiman mengatakan, desain Pemilu serentak 2019 cukup berat.
Sebab, selain pemilu presiden dan pemilu legislatif dilaksanakan bersamaan, pemilu serentak juga mengatur tahapan yang ketat.
Setiap tahapan pemilu ini sudah dijadwalkan dan harus diselesaikan penyelenggara pemilu secara tepat waktu.
"Desain pemilu kita 2019 memang ini cukup berat, tahapan-tahapan pemilu harus tepat waktu. Satu-satunya kegiatan yang tahapan diatur ketat itu tahapan pemilu," kata Arief dalam diskusi Silent Killer Pemilu Serentak 2019 di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).
Tahapan yang dimaksud misalnya, pengadaan logistik, pencetakan logistik, hingga pengiriman logistik sampai ke level bawah.
Menurut Arief, tahapan dan waktu yang ketat ini tak ditemui di instusi lainnya.
"Kalau penyelenggara pemilu nggak boleh (nggak sesuai tahapan). Hari ini, harus hari ini. Logistik ditentukan satu hari sebelum pencoblosan, kalau nggak tiba, maka lambat," ujar Arief.
Arief mengakui, ketatnya waktu tahapan penyelenggaraan pemilu menjadi salah satu faktor penyebab ratusan penyelenggara pemilu tingkat bawah meninggal dunia dan sakit.
Sebab, mereka yang bekerja sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus bertugas sejak dibukanya TPS hingga penghitungan suara.
Proses tersebut dilakukan selama lebih dari 24 jam tanpa henti.
Meski begitu, Arief mengaku telah menyampaikan jajarannya di tingkat bawah untuk mengatur ritme kerja mereka yang padat.
Namun, hal ini kadang tak sejalan dengan situasi di lapangan yang memaksa KPPS harus bekerja tanpa henti.
"KPU perintahkan ke petugas di lapangan silahkan atur ritmenya, misalnya jam 6 pagi persiapan TPS, jam 7 dibuka, jam 13 ditutup, silakan istirahat, silakan atur iramanya," kata Arief.
"Kadang-kadang semangatnya, ya udah segera kita selesaikan. Padahal, oleh ahli kesehatan ini kerja yang tidak normal, tidak wajar, artinya lampaui kapasitas, kemampuan sampai ada yang tensinya naik, kepalanya pusing, padahal ini berbahaya," sambungnya.
Baca: Istri Sekuriti BPKS Bawa Pulang Sepeda Motor dari Fun Bike dan Fun Walk Sabang
Baca: Hotman Paris Bocorkan Obrolan Yusuf Subrata saat Tahu Skandal Cut Tari dengan Ariel NOAH
Baca: Pekerja Cafe Dapat Sepeda Motor Dalam Acara Fun Bike dan Fun Walk HUT Kota Takengon
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hingga Sabtu, Jumlah Anggota KPPS Meninggal Bertambah Jadi 272 Orang"