Identitas Aceh, Masih Adakah? Begini Paparan Ustaz Masrul Aidi, Tarmizi A Hamid, dan TA Sakti
Ketiganya memaparkan tentang pentingnya upaya-upaya untuk menghidupkan kembali identitas keacehan dan keislaman.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Pemerhati budaya dan tradisi Aceh yang juga kolektor naskah kuno Aceh Tarmizi A Hamid mengatakan, berbicara identitas Aceh maka secara otomatis berkaitan dengan Islam.
Identitas merupakan tradisi yang ditinggalkan oleh leluhur kita pada masa lalu.
"Apa tradisi kita Islam, ulama sudah membahas semua. Misalnya bulan Ramadhan, ulama mengeluarkan imbauan bahwa berjualan dibolehkan setelah (salat) ashar. Tapi saat ini kita lihat pukul tiga sudah ada yang berjualan, kemana identitas kita Aceh?," kata pria yang akrab disapa Cek Midi ini.
Tarmizi kemudian mengulas penyebab tergerusnya identitas keacehan ini.
Menurutnya, hal paling utama ialah kurangnya pendidikan masyarakat Aceh tentang konsep identitas keacehan.
Terutama peran orang tua juga menjadi penting sebagai penyebab hilangnya nilai keacehan pada anak-anak generasi penerus Aceh.
Maka katanya, untuk membangun kembali identitas Aceh itu harus melalui akademik.
Caranya melalui sebuah rekomendasi pemerintah ke kampus-kampus untuk membangkitkan identitas Aceh yang betul-betul berkarakter.
"Kita mulai ini dari identitas kita sendiri melalui akademik, melalui rekomendasi pemerintah bisa bangkit kembali konsep keacehan ini," katanya.
Baca: Selundupkan Sisik Trenggiling, Dua WNA Asal Tiongkok Diciduk Petugas Bea Cukai
Selanjutnya, ia juga menyebutkan ada banyak warisan para leluhur yang wajib untuk dilestarikan.
Mulai dari pakaian, adat istiadat, bahasa, dan sebagainya.
Menurut Cek Midi, hebatnya Aceh saat ini karena identitas keacehannya pada orang Aceh yang sangat melekat.
“Apa yang kita buat sekarang adalah warisan. Bahasa tersebar di seluruh Aceh, mohon dipertahankan. Itu identitas yang luar biasa. Begitu hebat Aceh ini karena identitas yang sangat melekat,” ujarnya.
Sementara itu, Akademisi Unsyiah TA Sakti juga menyampaikan terkait hilangnya identitas Aceh.
Salah satunya, kata TA Sakti, terlihat dari mulai langkanya pemakaian huruf “Arab Jawi” yang dulunya digunakan orang Aceh untuk berkomunikasi.
Maka hal ini menurutnya patut untuk dilestarkan kembali di kalangan masyarakat sebagai indentitas Aceh.
“Cara mengembalikan untuk bisa paham bahasa Arab Melayu melalui sekolah, kalau pemerintah setuju. Kita masukkan melalui kurikulum inti agar ini terus diulang-ulang,” pungkasnya.(*)