Tragedi Tiananmen - Massa yang Protes Pemerintah China Dibubarkan Hingga Berujung Pembantaian
Puluhan tank dikerahkan untuk membantu tentara "membersihkan kembali" Lapangan Tiananmen dari aksi demonstrasi yang dimulai sejak 27 April 1989
Salah satu aktivis mahasiswa, Wang Dan, juga mulai menyadari adanya bahaya aksi militer.
Ia pun menyarankan agar para mahasiswa mundur sementara, sambil menyusun strategi yang lebih baik.
Sayangnya, saran Wang Dan ditolak para aktivis radikal yang bersikukuh ingin mempertahankan Lapangan Tiananmen.
Pada 1 Juni, Pemerintah China melalui Perdana Menteri Li Peng menerbitkan laporan berisi ajakan kepada Politbiro untuk menyatakan para pengunjuk rasa sebagai teroris dan pihak yang kontra-revolusi.
Keesokan harinya, para mahasiswa kesal dengan beredarnya artikel di surat kabar yang menyebut para mahasiswa akan mengosongkan Lapangan Tiananmen.
Para pengunjuk rasa ini memang menolak meninggalkan Lapangan Tiananmen.
Tragedi berdarah
Sikap mahasiswa itu menyebabkan Pemimpin China Deng Xiaoping menemui para politisi senior partai dengan tiga anggota Politbiro, yakni Li Peng, Qiao Shi, dan Yao Yin.
Dalam negosiasi itu, mereka menyepakati untuk mengosongkan Lapangan Tiananmen dari para demonstran dengan cara damai.
Akan tetapi, fakta di lapangan seakan berbeda dengan upaya membubarkan aksi massa secara damai.
Sebab, pada 3 Juni 1989 para mahasiswa menemukan sejumlah tentara berpakaian sipil yang mencoba menyelundupkan senjata.
Senjata itu berhasil disita dan diserahkan kepada polisi Beijing.
Baca: Mau Dosanya Diampuni oleh Allah Swt? Tunaikan Zakat Fitrah
Di hari yang sama, pada pukul 16.30, tiga anggota komite tetap Politbiro bertemu dengan para pemimin militer dan sepakat menggunakan langkah tegas sebagai bagian dari penerapan darurat militer.
Melalui saluran televisi, Pemerintah China menyarankan kepada masayarakat untuk tetap berada di dalam rumah.
Akan tetapi, warga tetap berada di jalanan dan melakukan aksi pemblokiran.
Diketahui, sekitar pukul 22.00, terjadi penembakan ke arah pengunjuk rasa di persimpangan Wukesong di Chang'an Avenue, sekitar 10 km dari sebelah barat Lapangan Tiananman.
Korban yang tewas adalah seorang pakar teknologi luar angkasa, Song Xiaoming (32).
Tentara semakin bergerak menuju Lapangan Tiananmen. Tidak hanya itu, mereka mulai menembaki pengunjuk rasa.
Peristiwa ini dilaporkan oleh organisasi Tiananmen Mothers, yang menyebut setidaknya 36 orang tewas di Muxidi pada 3 Juni 1989 malam.
Tindakan penembakan ini memicu kemarahan warga yang berujung pada pembalasan penyerangan, seperti melempari bom molotov, melawan dengan tongkat dan batu.
Pada 4 Juni 1989, situasi Beijing sangat tidak menentu. Pada 5 Juni 1989, para tentara tetap berkelanjutan melakukan pembersihan Lapangan Tiananmen dan berhasil mengambil alih tempat itu.
Meski begitu, aksi unjuk rasa masih tetap berlangsung di sejumlah kota lain, seperti Shanghai, Xi'an, Wuhan, Nanjing, dan Chengdu.
Baca: Penjelasan Lengkap Ustaz Abdul Somad Soal Zakat Fitrah, Batas Waktu, Takaran, Bolehkah Pakai Uang?
Pada 6 Juni 1989, juru bicara pemerintah, Yuan Mu menyampaikan bahwa akibat aksi militer itu hampir 300 orang tewas, termasuk tentara.
Kemudian, terdapat 5.000 orang luka-luka, dan lainnya ditangkap untuk diadili dan dieksekusi.
Meski begitu, jumlah korban versi pemerintah tidak dianggap kredibel.
Sumber lain menyebut bahwa korban tewas setidaknya mencapai 1.000 orang.
Dunia mengecam pembantaian dan tragedi di Lapangan Tiananmen.
Akibat peristiwa ini, ekonomi China mengalami penurunan karena adanya sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan negara lain.
Pada akhir 1990, perdagangan internasional kembali stabil, sebagian berkat akibat pembebasan terhadap beberapa ratus mahasiswa yang dipenjara.
Meski begitu, Tragedi Lapangan Tiananmen tak pernah bisa dilupakan dunia.(*)
Baca: Heboh Referendum Aceh Guncang Nasional, Ferdinand Hutahaean: Jangan Dianggap Sepele
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Hari Ini dalam Sejarah: Dimulainya Pembantaian Tiananmen 30 Tahun Lalu