Kesaksian Warga di Lokasi Pembangunan PLTA Tampur Sering Dilintasi Gajah

"Yang paling sering terlihat di situ gajah. Kalau harimau jarang," kata saksi tadi di depan majelis hakim

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Majelis hakim PTUN Banda Aceh menggelar sidang lanjutan gugatan Walhi Aceh terhadap Gubernur Aceh, Selasa (18/6/2019). Gugatan ini terkait pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan Pembangkit Linstrik Tenaga Air (PLTA) Tampur -1 di Kabupaten Galus 

Kesaksian Warga Lokasi Pembangunan PLTA Tampur Sering Dilintasi Gajah

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Seorang warga Pining, Gayo Lues (Galus) yang namanya tidak mau ditulis mengaku lokasi pembangunan Pembangkit Linstrik Tenaga Air (PLTA) Tampur-1 sering dilintasi satwa liar seperti gajah dan harimau.

Pengakuan itu disampaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh, Selasa (18/6/2019).

Dia dihadirkan ke pengadilan untuk memberikan keterangan sebagai saksi atas perkara gugatan LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh terhadap Gubernur Aceh terkait pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan Pembangkit Linstrik Tenaga Air (PLTA) Tampur -1 di Kabupaten Galus.

Baca: Donald Trump Kirim 1.000 Tentara ke Timur Tengah, Rusia dan China Peringatkan AS Menahan Diri

"Yang paling sering terlihat di situ gajah. Kalau harimau jarang," kata saksi tadi di depan majelis hakim.

Dalam kesaksiannya, dia juga menyampaikan bahwa PLTA Tampur -1 yang dikerjakan PT Kamirzu bakal membendung sungai Lesten, sebagai salah satu sumber kehidupan masyarakat di sana.

"Air sungai itu sumber kehidupan masyarakat setempat, di sana ada sungai-sungai kecil, bisa menghasilkan ikan," ujar dia.

Jangan dengan kehadiran PLTA Tampur-1, bisa merusak kelestarian alam.

Sebab, Kecamatan Pining pada tahun 2006 pernah dilanda banjir bandang yang merendam sembilan desa.

Baca: REKAMAN CCTV - Berbelok di Penggalan Jalan Lampeuneurut, Pengendara Honda Scoopy Tersapu Fortuner

Banjir itu banyak menghanyutkan kayu besar dan diduga karena maraknya penebangan liar di hutan Lesten.

Usai mendengar kesaksian warga Pining tadi, majelis hakim yang diketuai Muhammad Yunus Tazryan dan hakim anggota, Fandy Kurniawan Pattiradja, dan Miftah Saad Caniago menutup persidangan.

Sidang selanjutnya digelar Selasa, 25 Juni 2019, dengan agenda mendengar kesaksian fakta dan saksi ahli dari Penggugat (Walhi).

Seusai sidang, Kadiv Advokasi dan Kampanye Walhi Aceh, M Nasir menyampaikan alasan pihaknya menggugat Gubernur Aceh.

Di antaranya Gubernur Aceh telah melampaui batas dalam penerbitan izin, area izin berada dalam kawasan zona patahan aktif, dan izin berada dalam kawasan hutan dan KEL.

Baca: Seorang Napi Rutan Lhoksukon Menyerahkan Diri, Ini Identitas dan Kasusnya

Selain itu, PT Kamirzu selaku rekanan tidak melakukan kewajiban hukum.

Menurut M Nasir, PT Kamirzu akan membangun mega proyek PLTA Tampur–1 dengan kapasitas produksi 443 MW, di Desa Lesten, Kabupaten Galus.

PT Kamirzu yang merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) akan menggunakan area seluas ± 4.407 hektar (ha), yang terdiri dari Hutan Lindung (HL) 1.729 ha, Hutan Produksi (HP) 2.401 ha, dan Area Penggunaan Lain (APL) 277 ha.

“Kekhawatiran terbesar dari pembangunan PLTA Tampur–1 akan terjadi bencana ekologi yang akan berdampak terhadap Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan juga Gayo Lues. Selain itu, akan terjadi konflik sosial akibat relokasi Desa Lesten,” katanya.(*)   

Baca: Cabuli Anak Kecil dan Sempat Hilang, Seorang Petani Kutablang Dibawa Keluarganya ke Polres Bireuen

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved