Politikus PDIP Tegaskan Calon Pimpinan KPK Harus Bersih dan Tidak Terpapar Paham Radikal

Khususnya untuk mengantisipasi adanya Calon Pimpinan KPK terpapar ideologi radikalisme.

Editor: Amirullah
Fransiskus Adhiyuda
Politisi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menegaskan Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bersih dan tidak terpapar paham ideologi lain di luar Pancasila.

Pernyataan Masinton Pasaribu ini menanggapi langkah Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK turut bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengecek rekam jejak calon.

Khususnya untuk mengantisipasi adanya Calon Pimpinan KPK terpapar ideologi radikalisme.

"Memang seharusnya dilakukan demikian. Supaya pimpinan KPK, apalagi yang dilakukan seleksi secara terbuka, benar-benar harus clear and clean dari paham ideologi lain di luar Pancasila," ujar mantan aktivis '98 ini kepada Tribunnews.com, Jumat (21/6/2019).

Baca: Terobos Lokasi Kebakaran, Sofyan Lemas Dapati Jenazah Istri dan Anaknya Sudah Hangus

Baca: VIDEO - Taman Bunga Ala “Eropa” di Tengah Kota Banda Aceh, Hamparan Bunga Celosia di Gampong Beurawe

Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Yenti Ganarsih (keempat kiri) bersama Wakil Ketua Pansel KPK lainnya usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/19). Presiden berharap Pansel KPK menghasilkan calon pimpinan KPK dengan kemampuan managerial dan menguasai dinamika pemberantasan korupsi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Selain itu Masinton Pasaribu juga meminta Pansel calon pimpinan KPK mencari orang-orang pemberani dalam menakhodai lembaga antirasuah ke depan.

"Pansel itu harus mencari calon-calon pimpinan yang berani keluar dari cara-cara KPK selama ini," tegas politikus PDI Perjuangan ini.

Ia mengatakan bahwa KPK sejak dibentuk 17 tahun lalu hingga kini tidak ada perubahan berarti dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Pola yang digunakan pun itu-itu saja karena hanya mengedepankakn penindakan.

Penindakan kasus yang dilakukan KPK, kata dia, hanya menangani perkara ringan. Seharusnya pihak KPK bisa menangani kasus korupsi di atas Rp 1 miliar.

"KPK itu sejak dibentuk sampai sekarang, sudah 17 tahun, semakin kemari itu kan kerja KPK dalam pemberantasan korupsi kan enggak ada yang berubah," katanya.

"Itu-itu terus polanya, menindak, menindak dan itu bahkan secara jumlah kasus korupsi yang ditangani, perkaranya yang seharusnya di atas Rp 1 miliar, malah jauh di bawah Rp 1 miliar," imbuhnya.

Apalagi, menurutnya, penindakan tersebut merupakan hal yang juga dilakukan kepolisian, kejaksaan.

Mestinya, kata dia, KPK harus lebih dari sekadar menindak pelaku korupsi karena dia punya kewenangan melakukan pencegahan.

Baca: Embarkasi Pulau Rubiah, Situs Perhajian yang Terlupakan

Baca: Tiga Murid SD Bireuen Wakili Aceh ke Nasional

Baca: Petugas Pemadam Aceh Besar Tangkap Ular Piton Pemangsa Ayam Warga Lhoong

"Lembaga lain kan tidak memiliki kewenangan seperti yang dimiliki KPK. Cuma itu tidak dimaksimalkan KPK, dia cuma menindak jadinya, kerja KPK jadi kebablasan, menindak, sampai menindak perkara recehan, sampai ada istilah OTT recehan," lanjut Masinton.

Untuk itu, Masinton menegaskan orang-orang yang dibutuhkan KPK saat ini adalah yang berani keluar dari cara kerja seperti itu.

Selain itu, pimpinan yang punya keberanian melakukan penataan internal, serta merevitalisasi kerja pemberantasan korupsi yang tidak sesuai dengan UU KPK.

Pimpinan yang memiliki keberanian melakukan penataan internal diperlukan.

Karena mereka akan mendapat hambatan dari internal KPK sendiri, yakni dari wadah pegawai yang disebut Masinton sudah menjadi rezim alias KPK dalam KPK.

"Wadah pegawai KPK ini, dia bukan sekadar silaturahmi memperkuat hubungan kerja antarpegawai, tapi sudah jadi institusi politik sendiri untuk menekan di dalam maupun ke luar. Berani menggugat pimpinannya. Pimpinan KPK yang baru ke depan harus bisa melakukan penataan internal," jelasnya.

Pansel KPK Gandeng BIN Dan BNPT

Pansel calon pimpinan KPK periode 2019-2023 berencana bertemu Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Pansel Calon Pimpinan KPK meminta bantuan dua lembaga mengecek rekam jejak calon.

Ketua Pansel KPK Yenti Garnasih mengatakan, langkah menggandeng BNPT ini dilakukan karena melihat pertumbuhan paham radikalisme di Indonesia belakangan ini.

"Kita lihat keadaan di Indonesia. Berbagai hal, dinamika yang terjadi adalah yang berkaitan dengan radikalisme. Sehingga pansel tidak mau kecolongan ada yang kecenderungannya kesana," kata Yenti usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/2019).

Hal serupa disampaikan Anggota Pansel Hamdi Muluk.

Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia itu mengatakan, ideologi radikal saat ini sudah masuk ke berbagai sektor mulai dari lembaga pendidikan hingga Badan Usaha Milik Negara.

"Itu sebabnya kita minta bantuan BNPT juga melakukan tracking. Jadi semua calon yang masuk, kita perlakukan sama. Siapapun dia, tolong di-tracking apa ada kemungkinan terpapar ideologi radikal," kata Hamdi.

Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Yenti Ganarsih (tengah) bersama Wakil Ketua Pansel KPK lainnya memberikan keterangan usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/6/19). Presiden berharap Pansel KPK menghasilkan calon pimpinan KPK dengan kemampuan managerial dan menguasai dinamika pemberantasan korupsi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca: Napi asal Baktiya Kabur ke Rumah Familinya, Ternyata Ini Lokasi Bersembunyi

Baca: Dihantam Fortuner, Dua Warga Aceh Jaya Meninggal Dunia

Pada seleksi calon pimpinan KPK sebelumnya, BNPT tidak dilibatkan untuk mengecek rekam jejak calon.

Pansel saat itu hanya melibatkan institusi penegak hukum lainnya seperti Polri, Kejaksaan, KPK, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Namun, Hamdi menilai, kondisi saat ini mengharuskan BNPT untuk turut dilibatkan.

"Saya kira, dari perkembangan terkini, baik di global atau Indonesia ada persoalan ini di mana-mana dan ada infiltrasi. Anda bisa baca penelitian, ada di sekolah, BUMN, infiltrasi itu sekarang menjadi kewaspadaan. Saya kira kita punya komitmen yang jelas bahwa pansel KPK harus terbebas dari kemungkinan terpapar ideoligi radikal," kata dia.

"Sebenarnya ini sesuatu yang normatif bahwa hari ini lebih ekstra hati-hati. Dulu kan tidak ada tracking ini. Tapi hari ini kita berhati-hati saja. Tidak ada salahnya kita men-tracking kemungkinan-kemungkinan itu," jelasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Politikus PDIP: Calon Pimpinan KPK Harus Bersih dan Tidak Terpapar Paham Radikal

Penulis: Srihandriatmo Malau     

Editor: Dewi Agustina

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved