Penerimaan Negara Dari Sektor Pajak Menunjukkan Sinyal Mengkhawatirkan
Yang makin jadi masalah, penerimaan pajak termasuk pajak penghasilan (PPh) migas cuma tumbuh 2,4% yoy menjadi Rp 496,6 triliun
"Ini merupakan critical point (titik kritis) bagi kami untuk melihat terus tanda-tanda ekonomi, apakah steady (cenderung) menguat atau mengalami pelemahan," terang Sri Mulyani, Jumat (21/6/2019).
Karena itu, Sri Mulyani menegaskan, jajarannya bakal semakin hati-hati mengelola APBN khususnya dari pos penerimaan.
Sebab, kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga melemah, hanya tumbuh 8,6% yoy, di bawah pertumbuhan setahun sebelumnya sebesar 18,1.
Baca: REKAMAN CCTV - Berbelok di Penggalan Jalan Lampeuneurut, Pengendara Honda Scoopy Tersapu Fortuner
Itu pun, Sri Mulyani mengungkapkan, kinerja PNBP terdorong signifikan dari pendapatan kekayaan negara yang dipisahkan dan dimiliki Bank Indonesia (BI).
"PNBP tanpa ada pendapatan dari BI masih flat. Ini menggambarkan SDA (sumber daya alam) tertekan," kata dia.
Tumbuh minus
Memang, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan bilang, kinerja penerimaan pajak tidak sebagus tahun lalu.
"Penyebabnya adalah kondisi ekonomi dan ada kebijakan dari kami," ujarnya.
Semua komponen penerimaan pajak mengalami perlambatan pertumbuhan.
Bahkan, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tumbuh negatif 4,4%.
Baca: Kasat Pol PP: Tindak Lanjut dari Fatwa Game PUBG Haram Harus Ada Standar Prosedur yang Jelas
Kebijakan percepatan restitusi lah yang membuat pertumbuhan PPN dan PPnBM minus.
Kalau tanpa restitusi, pertumbuhannya bisa positif 2,8%.
"Jadi secara ekonomi, konsumsi dalam negeri maupun impor memang melambat," ungkap Robert.
Pelambatan ekonomi juga melemahkan PPh nonmigas yang hanya tercapai Rp 294,1 triliun atau 35,5% dari target APBN 2019.
Realisasi ini tumbuh 7,1%, melambat dibanding pertumbuhan periode sama 2018 mencapai 14,3%.