8 Fakta Menarik Ketegangan AS dan Iran, Dari Drone Ditembak Jatuh Hingga Trump Perintahkan Serangan

Dalam satu pekan terakhir, Iran dan Amerika Serikat (AS) memasuki ketegangan baru di mana pemimpin kedua negara saling bertukar ejekan serta ancaman.

Editor: Faisal Zamzami
AFP /IRANIAN PRESIDENCY/HO/NICHOLAS KAMM
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kiri) dan Presiden Iran Hassan Rouhani 

SERAMBINEWS.COM - Dalam satu pekan terakhir, Iran dan Amerika Serikat (AS) memasuki ketegangan baru di mana pemimpin kedua negara saling bertukar ejekan serta ancaman.

Ketegangan itu semakin panas setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan sanksi bagi para petinggi baik sipil maupun komandan Garda Revolusi.

Sanksi itu memantik kecaman tak hanya dari Iran.

Namun juga keprihatinan dari negara besar seperti Rusia yang menyebut AS sudah melakukan tindakan yang gegabah.

Dirangkum dari berbagai sumber, berikut merupakan tujuh fakta menarik ketegangan antara Iran dan AS yang sudah membuat dunia begitu khawatir.

1. Berawal dari Drone Milik AS yang Ditembak Jatuh Iran

Ketegangan sepekan terakhir bermula ketika Garda Revolusi Iran mengklaim mereka menembak jatuh drone pengintai RQ-4A Global Hawk pada Rabu pekan lalu (19/6/2019).

Lokasi jatuhnya drone yang bisa terbang setinggi 60.000 kaki itu menjadi perdebatan dengan baik AS maupun Iran sama-sama mengklaim koordinat.

Teheran menyatakan, drone yang ditembak itu ditemukan sekitar enam kilometer dalam wilayah mereka.

Sementara Pentagon menyatakan drone itu jatuh di perairan internasional di atas Selat Hormuz.

Komandan Garda Revolusi Hossein Salami mengatakan, penembakan drone itu menjadi pesan bahwa Iran akan mempertahankan perbatasannya.

 "Kami menegaskan tidak ingin berperang tetapi kami siap merespon setiap pernyataan perang," kata Salami seperti dikutip kantor berita Tasnim.

2. Trump Perintahkan Serangan namun Batal

Setelah kabar drone yang dijatuhkan Iran itu menyebar, Trump dilaporkan langsung memerintahkan serangan militer sebagai balasan dengan jet tempur diterbangkan, dan kapal perang berada di lokasi.

Namun dalam pernyataan di Twitter, Trump mengatakan dia membatalkan serangan itu 10 menit sebelum dieksekusi karena mendapat laporan bakal ada 150 korban tewas.

Sebagai gantinya, dia dikabarkan memerintahkan serangan siber yang menyasar sistem rudal serta memata-matai jaringan pendukung.

Namun, Iran menyebut upaya itu gagal.

New York Times yang mengutip sumber pejabat anonim memberitakan, pesawat sudah diperintahkan terbang dengan kapal perang telah berada di posisi.

Dikutip The Guardian Jumat (21/6/2019), militer maupun pejabat diplomatik dilaporkan sudah berkumpul menanti kabar serangan di Gedung Putih Kamis malam (20/6/2019). B

Namun berdasarkan penuturan sumber, tidak ada satu rudal pun yang ditembakkan karena presiden 73 tahun itu memutuskan membatalkannya di detik terakhir.

Di antara target yang hendak diserang AS, terdapat sistem pertahanan rudal dari darat ke udara S-125 Neva/Pechora.

Sistem buatan Uni Soviet yang dikenal juga dengan kode NATO SA-3 Goa.

Senjata itu diyakini yang telah menjatuhkan drone pengintai RQ-4A Global Hawk yang diklaim oleh pasukan Garda Revolusi Iran pada Rabu waktu setempat (19/6/2019).

 3. Trump Umumkan Sanksi kepada Iran

Pada Senin kemarin (24/6/2019), Trump mengumumkan paket sanksi kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei karena dianggap bertanggung jawab atas sikap "permusuhan".

Selain itu, presiden berusia 73 tahun itu juga memberikan sanksi kepada Menteri Luar Negeri Mohammed Javad Zarif serta komandan Garda Revolusi.

Trump awalnya menyatakan, sanksi tersebut dijatuhkan sebagai balasan setelah drone mereka ditembak jatuh.

Namun Trump meralat dan berujar sanksi muncul karena berbagai perkembangan yang ada.

"Langkah-langkah tersebut menjadi respons yang kuat dan proporsional terhadap tindakan Iran yang semakin provokatif," ujar Trump, yang menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menjadi peperangan dengan Teheran.

"Kami tidak meminta konflik. Kini semua tergantung pada respons dari mereka dan sanksi itu bisa saja berakhir besok atau sebaliknya bisa berlangsung selama bertahun-tahun," tambah Trump.

Departemen Keuangan AS menambahkan juga akan memasukkan sejumlah nama petinggi Iran ke dalam daftar hitam, salah satunya adalah Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif, yang dikenal sebagai tokoh moderat sekaligus arsitek utama kesepakatan nuklir Iran 2015.

Sanksi keuangan juga ditujukan kepada delapan komandan utama dari pasukan militer elit, Garda Revolusi Iran, yang membidik aset senilai total miliaran dollar AS.

Sanksi yang secara spesifik ditujukan kepada pemimpin tertinggi Iran dan sejumlah petinggi militer negara republik Islam itu menyusul insiden penembakan jatuh sebuah drone pengintai AS di atas Selat Hormuz, pada pekan lalu.

Teheran kemudian merespons dengan melontarkan kecaman serta menyatakan Washington telah "menutup pintu diplomasi" karena menjatuhkan sanksi bagi petinggi mereka.

4. Senjata Nuklir Iran untuk Kepentingan Rakyat

Trump selalu mengatakan, target utama mereka dalam memberikan tekanan dan sanksi kepada Iran supaya rival Israel itu tidak berhasil memperoleh senjata nuklir.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif kemudian merespon dengan menegaskan negara mereka tidak ingin mengembangkan nuklir untuk dijadikan senjata.

Zarif menjelaskan mereka tidak ingin mengembangkan senjata nuklir karena dilarang dalam Islam.

Sejak lama, Iran bersikeras bahwa secara ideologi, mereka tidak menghendaki mencari senjata nuklir, dan hanya menginginkan nuklir guna kepentingan rakyatnya.

Zarif kemudian mengambil contoh ketika AS menggunakan senjata nuklir dalam perang dan komentar Presiden Donald Trump tentang keputusannya menarik serangan militer.

Komentar Zarif ini terjadi sehari setelah Trump mengumumkan sudah meneken perintah eksekutif untuk menjatuhkan sanksi kepada sejumlah petinggi Iran.

Selain Zarif, sanksi itu juga dijatuhkan kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, dan delapan komandan pasukan elite Garda Revolusi.

5. Pemimpin Tertinggi Iran Ogah Berunding dengan AS

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei tampil di hadapan publik setelah dirinya disanksi oleh AS dan menyatakan negaranya tidak akan tunduk pada apa pun.

Dalam pidato di hadapan rakyat Teheran, pemimpin berusia 80 tahun itu menuturkan tekanan yang diberikan Washington kepada mereka tidak memberi pengaruh.

Dia menegaskan Iran tidak akan tunduk terhadap tekanan itu.

"Jika kita menerima tawaran mereka untuk berunding, mereka bakal membuat negara ini menyedihkan," kata Khamenei seperti dilansir Bloomberg via Straits Times Rabu (26/6/2019).

"Dan jika tidak, mereka akan terus menciptakan kegilaan politik, memicu propaganda, dan terus memberikan tekanan," lanjut pemimpin berusia 80 tahun itu.

Dalam pidatonya di hadapan warga ibu kota Teheran, Khamenei menyampaikan bahwa tekanan yang diberikan AS kepada mereka tidak akan memberikan pengaruh.

"Bangsa Iran yang dikasihi ini sudah dihina dan dituduh oleh rezim paling jahat. Yakni AS, yang menebarkan perang dan konflik," sambungnya dikutip AFP.

Dia menegaskan Iran tidak akan tunduk terhadap tekanan itu.

"Iran mencari martabat, kemerdekaan, dan kemajuan. Jadi tekanan dari musuh kejam ini tak berpengaruh," tutur dia.

Khamenei memberikan pernyataan setelah Iran mengumumkan drone pengintai AS yang mereka tembak jatuh ditemukan sekitar enam kilometer di perairan wilayah mereka.

6. Ejekan Presiden Iran kepada Trump

Presiden Iran Hassan Rouhani melontarkan kecaman serta ejekan kepada Presiden Trump setelah Gedung Putih mengumumkan sanksi kepada sejumlah pejabat seniornya.

Rouhani mengatakan, AS melakukan kebohongan ketika menawarkan perundingan.

Sebab di sisi lain, mereka juga menjatuhkan sanksi kepada Menlu Zarif.

Selain itu, Rouhani menyebut tekanan terbaru AS merupakan tindakan yang "keterlaluan serta bodoh".

Dilansir The Independent Selasa (25/6/2019), Rouhani menyebut sanksi itu sebagai perbuatan "idiot dan keterlaluan", dan menyindir AS "menderita keterbelakagan mental".

"Kalian (AS) menjatuhkan sanksi kepada menteri luar negeri secara simultan dan kemudian menawarkan sebuah perundingan?" tanya Rouhani dengan gusar.

Iran sudah memperingatkan bahwa sanksi yang diteken oleh Presiden Donald Trump pada Senin (24/6/2019) itu bakal menutup pintu diplomasi dua negara.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Abbas Mousavi berkata Washington sudah menghancurkan mekanisme internasional untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia.

 7. Trump Sebut Iran Bisa Lenyap jika Melakukan Serangan

Trump melalui serangkaian kicauannya menanggapi dengan berkata bahwa pernyataan Rouhani adalah penghinaan, dan menyebut Iran bakal lenyap jika berani menyerang kepentingan AS.

Selain itu, Trump mengklaim kekuatan militer AS terkuat di dunia berkat dana jumbo yang dihabiskan dalam dua tahun terakhir.

Dia mengaku tak ingin perang dengan Iran.

Namun jika akhirnya terjadi, presiden ke-45 dalam sejarah Negeri "Uncle Sam" itu yakin militernya bakal superior sehingga perang tak bakal berlangsung lama.

Dalam serangkaian kicauannya di Twitter Selasa (25/6/2019), Trump menyebut para pemimpin Iran tidak memahami kata "kasih sayang" serta "kebanggaan", dan hanya paham "kekuatan".

Dia menyebut rakyat Iran menderita karena para pemimpinnya hanya menghabiskan uang untuk mendanai terorisme dan tidak di sektor kehidupan lainnya.

Seperti diwartakan Sky News, Trump mengomentari ucapan Presiden Iran Hassan Rouhani yang mengejek Gedung Putih "menderita keterbelakangan mental".

"Pernyataan Iran yang sangat menghina dan terkesan mengacuhkan ini menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak memahami kenyataan yang terjadi," kata Trump.

"Setiap serangan terhadap orang Amerika bakal dibalas dengan pasukan yang dahsyat. Dengan kata lain, dahsyat berarti lenyap. Tidak akan ada lagi John Kerry dan Obama!" lanjutnya.

8. Iran: AS Kaget Kami Bisa Tembak Drone Mereka

Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan Amerika Serikat ( AS) sama sekali tidak menyangka jika drone pengintai mereka bisa dijatuhkan.

Ketegangan antara Iran dan AS memanas dalam dua pekan terakhir setelah Teheran mengklaim drone RQ-4A Global Hawk AS ditembak karena melanggar wilayah mereka.

Dalam pertemuan dengan pejabat kementerian kesehatan dikutip IRNA via Newsweek, Rouhani berkata AS kaget senjata buatan Iran bisa menghancurkan drone itu.

Menurut Rouhani, jika menggunakan sistem pertahanan rudal S-300 milik Rusia, hasilnya tidak memuaskan. "Namun kami menghancurkan drone canggih dengan teknologi sendiri," klaimnya.

Dilansir AFP, Rouhani dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron, dirinya menegaskan Iran sama sekali tidak ingin perang dengan AS.

"Sampai saat ini, kami selalu berkomitmen untuk menjaga stabilitas dan perdamaian regional, dan bakal berusaha keras untuk mempertahankannya," terangnya.

Jenderal Hossein Salami, Komandan Garda Revolusi menyebut sanksi yang dijatuhkan AS pada Senin (24/6/2019) merupakan tindakan "tak rasional" karena drone mereka jatuh.

Sementara Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan negaranya tidak akan tunduk terhadap terhadap tekanan yang dilancarkan oleh Washington.

Ini merupakan komentar pertama Khamenei setelah dirinya disanksi Trump karena dianggap bertanggung jawab atas "sikap permusuhan" yang ditunjukkan Iran.

"Bangsa Iran yang dikasihi ini sudah dihina dan dituduh oleh rezim paling jahat. Yakni AS, yang menebarkan perang dan konflik," sambung pemimpin 80 tahun itu.

Baca: Puluhan Kios Pasar Buah di Lhokseumawe tak Berfungsi, Ini Harapan Dewan

Baca: Jelang Indonesia Open 2019 - Ini Kata Kevin Sanjaya tentang Mempertahankan Gelar Juara

Baca: India Jawab Peringatan AS Untuk Tak Beli Sistem Rudal S-400 Dari Rusia

Baca: Tiga Kali Gagal, Oknum Anggota DPRK Aceh Tenggara Dijadwalkan Dicambuk Besok

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Inilah 7 Fakta Menarik Ketegangan AS dan Iran"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved