Polisi Tolak Tangguhkan Penahanan Tersangka

Polres Lhokseumawe menolak penangguhan penahanan terhadap oknum pimpinan dan seorang guru ngaji

Editor: bakri
SERAMBI/ZAKI MUBARAK
POLISI memperlihatkan berita hoaks terkait kasus dugaan pelecehan seksual di Pesantren An yang disebarkan oleh tiga tersangka dalam konferensi pers di Mapolres setempat, Rabu (17/7). 

* Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Pesantren An

LHOKSEUMAWE - Polres Lhokseumawe menolak penangguhan penahanan terhadap oknum pimpinan dan seorang guru ngaji di Pesantren An, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual (sesama jenis) terhadap santri di lembaga pendidikan agama tersebut. Seperti diketahui, kuasa hukum kedua tersangka mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap kliennya ke Polres Lhokseumawe pada Selasa (9/7) pekan lalu.

Sementara itu, santri yang diduga menjadi korban pelecehan seksual yang melapor ke polisi bertambah satu orang lagi. Perkembangan lain, aparat Polres Lhokseumawe mengamankan tiga tersangka yang diduga sebagai penyebar hoaks terkait kasus tersebut.

Kapolres Lhokseumawe, AKBP Ari Lasta Irawan, melalui Kasat Reskrim, AKP Indra T Herlambang, kepada Serambi, kemarin, menyebutkan, awalnya dari 15 santri yang terindikasi sebagai korban, hanya lima orang yang sudah melapor secara resmi ke pihaknya. Dengan tambahan satu santri lagi berarti sudah enam korban yang melapor.

“Kami pastikan kasus ini tak sampai pada tingkat sodomi, tapi hanya pelecehan seksual yang menggunakan tangan dan mulut. Sementara untuk saksi, sampai kini sudah 14 orang yang kita mintai keterangan. Mereka terdiri atas saksi korban, orang tua korban, dan saksi ahli,” rinci Kasat Reskrim.

Sebarkan informasi hoaks
AKP Indra T Herlambang juga mengungkapkan, tiga hari lalu pihaknya mengamankan tiga tersangka penyebar informasi bohong atau hoaks terkait kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. Adapun informasi yang disebarkan oleh ketiga tersangka berupa tulisan yang menyebutkan kedua tersangka tidak bersalah dan polisi terlalu memaksakan kasus tersebut. Ketiga tersangka itu adalah Hs (29), petani yang mengupload tulisan tersebut ke facebook, Im (19), mahasiswa yang memposting tulisan itu ke sebuah grup WhatsApp (WA), dan Na (21), mahasiswi, yang yang mengambil tulisannya itu dari grup WA lalu mempostingnya ke grup WA lain.

Menurut Kasat Reskrim, dalam tulisan itu terdapat kata-kata bahwa menurut pengakuan salah seorang anggota penyidik, perkara tersebut adalah perkara yang dipaksakan. “Karena tulisan itu sudah menimbulkan kegaduhan dan pendapat masyarakat yang berbeda, akhirnya kita amankan tersangka penyebarnya,” ujar AKP Indra T Herlambang.

Namun, ia memastikan sejauh ini ketiga tersangka tersebut bukan pembuat tulisan dimaksud, tapi mereka hanya penyebar. Hasil penyidikan sementara, ketiga tersangka juga tak ada hubungan dengan oknum pimpinan pesantren atau guru mengaji yang diduga melakukan pelecehan seksual tersebut. “Mereka menyebarkan informasi itu dengan alasan hanya ingin menanyakan pendapatan anggota grup WA atau hanya ingin sekedar memposting ke facebook,” jelasnya.

Sekarang, kata Kasat Reskrim lagi, pihaknya masih memburu pembuat tulisan itu. “Kasus ini sangat sensitif, makanya kami harus meluruskan dan menjelaskan bahwa proses penyelidikannya berjalan berdasarkan alat bukti. Jadi, ketika ada yang membuat kabar seperti ini, akan bisa menggiring opini masyarakat dan ini sangat mengganggu proses penyidikan. Kami juga pastikan bahwa penyebar berita bohong sekecil apapun akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” tegas AKP Indra T Herlambang.

Pembekuan pesantren dicabut
Informasi lain, Pemerintah Kota Lhokseumawe akhirnya mencabut status pembekuan sementara terhadap Pasantren An. Sehingga, mulai Kamis (18/7) hari ini, aktivitas belajar di pesantren tersebut akan berjalan kembali seperti biasa.

Kabag Humas Pemko Lhokseumawe, Muslim Yusuf, menyebutkan, pencabutan status pembekuan terhadap pesantren itu didasarkan atas beberapa pertimbangan. Di antaranya, sebut Muslim, dalam kasus ini yang diduga bersalah melakukan pelecehan seksual hanya dua oknum saja (pimpinan pesantren dan seorang guru ngaji) dan mereka kini sedang menjalani proses hukum di Polres Lhokseumawe.

Sehingga, menurut Muslim, Pemko berkesimpulan jangan gara-gara dua oknum, santri di pesantren tersebut putus pendidikannya. Apalagi, selama ini kualitas pendidikan di pesantren itu sangat bagus. “Namun, kita pastikan struktur pengurus yayasan Pesantren An sedang dalam proses pergantian. Dimana oknum pimpinan yang kini sedang menjalani proses hukum di Polres Lhokseumawe takkan masuk lagi dalam struktur kepengurusan,” janjinya.

Dengan aktif kembali kegiatan belajar mengajar di pesantren tersebut, sambung Muslim, Pemko Lhokseumawe akan terus mengawasinya. “Kepada masyarakat di lingkungan pesantren kita berharap dapat memahami keputusan ini. Sebab, sangat kita sayangkan bila lembaga pendidikan agama tersebut harus tutup hanya karena dua oknum di pesantren itu diduga bersalah,” harap Muslim.

Ditambahkan, kini sebagian kecil orang tua ingin anaknya dipindah ke tempat pendidikan lain. Terhadap keinginan itu, Muslim memastikan pihaknya siap memfasilitasi. “Begitu juga untuk uang muka yang sudah terlanjur diserahkan wali santri ke pesantren, kita sedang mencari solusi untuk proses pengembaliannya,” demikian Muslim Yusuf.

Alasan ajukan penangguhan
Sebelumnya, Armia dan Muzakir, kuasa hukum kedua tersangka dalam pesan WhatsApp (WA) yang dikirim ke Serambi, kemarin, mengatakan, pihaknya sampai kini belum mendapat jawaban dari Polres Lhokseumawe, terkait permohonan penangguhan penahanan terhadap kliennya yang diajukan pekan lalu. “Tapi, kita tetap optimis dan berharap Kapolres mengabulkan penangguhan penahanan terhadap kedua tersangka,” harapnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved