Menelusuri Jejak PMTOH, “Pak Minta Tolong Ongkos Habis”

Di dunia maya itu, mereka seperti larut dalam tawa, mengenang kembali pengalaman bersama sang legenda

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Menelusuri Jejak PMTOH, “Pak Minta Tolong Ongkos Habis”
@ATJEHRAYA

* Bagian 2

Tulisan pertama tentang jejak sang legenda PMTOH yang diturunkan kemarin, mendapat perhatian luas pembaca. Banyak respons diberikan melalui laman Facebook Serambinews.com. Salah satunya adalah tentang kepanjangan dari PMTOH.

“Arti PMTOH Pak Minta Tolong Ongkos Habis,” tulis pemilik akun Saiful Khan.

Komentar Saiful Khan ini ditanggapi Rudy Rachmat dengan menulis “PMTOH ada juga dari kecil sebutan pancuri manok toh boh.”

Saiful Khan lantas kembali Rudy Rachmat, “Nyan bahasa watee ubeut jameun (itu bahasa ketika kecil dulu).”

Keduanya pun lantas menuliskan huruf-huruf dan emoticon tertawa. Di dunia maya itu, mereka seperti larut dalam tawa, mengenang kembali pengalaman bersama sang legenda.

Dua hari lalu, Jumadi Hamid, pewaris ketiga perusahaan PMTOH, yang ditemui Serambi di warung kopi kompleks Stasiun PMTOH, Jalan Gajah Mada, Medan, mengakui banyak orang yang menyebut kepanjangan PMTOH dengan kalimat “Pak Minta Tolong Ongkos Habis”.

Jumadi Hamid menceritakan ini sambil tertawa. “Karena, sering kali masyarakat naik PMTOH tak ada ongkos atau tak cukup ongkos. Baik di Aceh maupun luar Aceh. Ada mahasiswa dan sebagainya. Bapak saya tidak pernah melarang kalau ada kasus seperti itu. Dan itu banyak sekali,” kata Jumadi.

Publik selama ini hanya mengetahui bahwa PMTOH singkatan Perusahaan Motor Transport Ondernemer Hasan. Hasan, kakek dari Jumadi Hamid, adalah pendiri perusahaan ini.

Catatan Serambi, Dedy Kalee adalah salah satu dari mahasiswa Aceh yang pernah naik PMTOH tanpa bayar karena tak ada ongkos. Dedy Kalee yang kini dosen di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, bercerita, kala itu ia kuliah di Yogyakarta dan berniat pulang ke Banda Aceh. Tapi ia tak punya uang untuk ongkos pulang.

Dedi pun memberanikan diri datang ke loket PMTOH dan meminta tolong, bagaimana caranya agar dia tetap bisa pulang ke kampung halaman. Setelah bernegosiasi dengan petugas loket dan sopir, Dedy sepakat menjadi pembantu sopir dan awak bus, sebagai ganti ongkos pulang ke Banda Aceh. “Nama sopirnya Bang Adek orang Medan. Paling tidak sudah gratis dapat makan dan silaturahmi dengan beliau berjalan baik. Karena juga sering kirim paket barang ke Aceh,” kenang Dedy.

Dedy mengaku tidak hanya sekali pulang ke Aceh menumpang PMTOH secara gratis, karena tak ada uang. “Sering bang. Maklum saya kan mahasiswa, kantong tipis,” kenang Dedy Kalee.

Ia memuji PMTOH sebagai bus perjuangan mahasiswa dan memiliki peran sosial sangat tinggi.

Mengomentari orang-orang seperti Dedy Kalee, pewaris ketiga perusahaan PMTOH Jumadi Hamid mengatakan, ia dilarang ayahnya menolak penumpang yang tak ada ongkos atau yang tak cukup ongkos. “Dulu saya protes, perihal kebijakan ini, tapi saya kemudian mengerti. Sekarang giliran saya diprotes anak saya, sebab meneruskan kebijakan ayah saya. Semoga kelak anak saya juga akan mengerti,” ujar Jumadi Hamid.

Ia tidak menampik, ada kalangan masyarakat menjuluki PMTOH sebagai bus perjuangan. “Mungkin karena peran sosial seperti itu tadi. Tapi itu terserah kepada masyarakat saja,” ujar Jumadi.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved