Idul Adha 1440 H
Mengenal Muhammad Ghufran, Pemuda Subulussalam yang Akan Imami Shalat Id di Mapolda Aceh
Pemuda asal Kota Sada Kata ini sebenarnya sudah cukup populer di kalangan imam atau Badan Kemakmuran Masjid (BKM) di Kota Banda Aceh.
Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Muhammad Ghufran Zakira, mahasiswa Fakultas Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh didapuk untuk menjadi imam Shalat Idul Adha 1440 Hijriah, Minggu (11/8/2019) besok di Lapangan Mapolda Aceh.
Pemuda asal Kota Sada Kata ini sebenarnya sudah cukup populer di kalangan imam atau Badan Kemakmuran Masjid (BKM) di Kota Banda Aceh.
Ghufran yang menyelesaikan pendidikan SMP-SMA di Sekolah Islam Terpadu Alfityan Medan, Sumatera Utara, kini merupakan salah satu imam di Masjid Jamik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.
Pemuda kelahiran Banda Aceh, 13 April 1999 itu diangkat menjadi imam tetap di masjid kampus terbesar di Aceh itu sejak 2016 lalu.
Putra pertama pasangan Ir Muzakir Idris dan Rafnawati SE AK ini pun menceritakan pengalamannya awal diangkat menjadi imam di masjid kampus.
Memang, selepas sukses menghafal Alquran 30 juz di usia 16 tahun, Ghufran sudah dipercaya untuk mempimpin shalat Idul Fitri berjamaah tingkat Kota Subulussalam.
Nah, saat baru masuk kuliah di Unsyiah, Ghufran mengaku bertemu dengan Ustadz Ilham Maulana, dosen yang menjadi imam masjid Unsyiah di musalla Fakultas Teknik.
Kala itu, Ghufran dipersilakan menjadi imam shalat di musalla.
Lantas, beberapa hari kemudian, Ghufran kembali bertemu Ilham Maulana yang merupakan Wakil Dekan III FMIPA Unsyiah dan langsung mempersilakan menjadi imam.
Berselang beberapa bulan kemudian, Ghufran pun mendapat jadwal imam di masjid kampus.
”Walau berat menjadi imam di posisi saya sebagai mahasiswa karena harus semakin menjaga diri bukan hanya pakaian tapi semuanya seperti tutur bahasa, tapi ini juga bagian dari kemudahan dari Allah bagi saya,” ujar Ghufran.
Ghufran sendiri mengaku, mampu menghafal Alquran merupakan anugerah luar biasa walaupun mungkin banyak hafiz lebih muda darinya.
Apalagi, keluarga pemuda dua bersaudara ini bukan berlatar belakang keagamaan seperti seorang ustaz ataupun seorang mubaligh.
Ayahnya merupakan sarjana kehutanan yang pernah aktif di Inhutani dan kini fokus berwiraswasta. Sementara ibunya, merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Akuntansi Unsyiah.
Bahkan, Ghufran juga bukan santri di pondok pesantrean tahfiz secara khusus.
Namun kata Ghufran, semua atas kegigihan sang ayah dan bunda, sehingga dia bisa menjadi hafiz.
Tak hanya Ghufran, adiknya Ghina Ghufrani Ayati juga telah hafiz sejak sekolah tingkat SMP.
“Semua ini berkat kegigihan ayah, dia begitu sabar dan gigih mendorong kami untuk menjadi penghafal Alquran,” tutur Ghufran.
Baca: Pemuda asal Subulussalam Ini Jadi Imam Idul Adha di Mapolda Aceh
Baca: Idul Adha 1440 H - Ini 6 Amalan Sunnah Sebelum dan Sesudah Shalat Id
Baca: Ini Rute Pawai Takbiran Idul Adha di Bireuen, Peserta Dilarang Membawa Obor
Baca: 541 Guru NonPNS Jajaran Kankemenag Bireuen Dapat Insentif
Ghufran sempat mengenyam pendidikan nonformal Taman Kanak-Kanak (TK) Aisyah Bustanul Athafal dan bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Negeri 6 Subulussalam.
Setamat di SDN 6 Subulussalam, Ghufran pun melanjutkan ke SMPIT-SMAIT Alfityan Medan, Sumatera Utara.
Namun, kata Ghufran, sejak SD dia mulai mendapat bimbingan membaca dan menghafal Alquran melalui seorang guru private Ustaz Adnan Abdullah.
Makanya, saat masih duduk di Sekolah Dasar, Ghufran sudah mampu menghafal 5 juz Alquran.
Dari sembilan imam di Masjid Jamik Unsyiah, Ghufran satu-satunya imam termuda dan masih berstatus mahasiswa.
Sementara, yang lainnya merupakan dosen dan setidaknya menyandang gelar sarjana S2.
Selain di masjid jamik, Ghufran juga sering menjadi imam di sejumlah masjid seperti Masjid Putih, Masjid Oman (Baitul Makmur), masjid di Sibreh dan masjid RSUZA.
Bahkan, salah satu dokter spesialis di Masjid RSUZA meminta agar bisa menjadi imam tetap di masjid itu.
Saat libur puasa atau Idul Fitri, Ghufran pun tak jarang harus kembali balik ke kampus, karena dia harus mengisi jadwal imam di berbagai masjid di Banda Aceh dan Aceh Besar.
Seperti bulan Ramadhan lalu, Ghufran mendapat jadwal padat sebagai imam.
Lagi-lagi, dari sederet nama imam di jadwal tersebut, hanya Ghufran yang berstatus mahasiswa.
”Tapi ayah saya selalu berpesan agar tidak menjadi orang munafik. Artinya saya diingatkan selalu untuk sinkron antara antara amanah sebagai imam dan gelar hafiz dengan perilaku sehari-hari,” tambah Ghufran.
Ghufran pun mengaku, sandangan hafiz menjadi kenikmatan baginya dan diakui kerap mendapat kemudahan.
Dia sendiri mengaku jika setiap anak memiliki potensi yang sama untuk menghafal, yang penting manfaatkan waktu dengan baik, kesiapan mental, dan juga kesabarannya itu yang terpenting.
Seperti dirinya, meski menempuh pendidikan di sekolah umum bukan dayah khusus, namun tetap bisa menjadi hafiz.
Padahal, lanjut Ghufran dia harus bekerja keras membagi waktu antara belajar dan menyiapkan setoran hafalan.(*)
Baca: Seluruh JCH Sudah Berada di Arafah, Kesibukan yang Luar Biasa di Kemah Haji
Baca: Jadi CEO Baru NET TV, Ini Sosok Deddy Sudarijanto yang Gantikan Wishnutama
Baca: YouTuber Luthfi Ramadhan Tewas Digilas Truk, Ini Kronologinya: Ibu Histeris, Sopir Masih Misterius