Korban Konflik Dapat Tanah, Setelah 14 Tahun MoU Helsinki Ditandatangani

Usia perdamaian Aceh, Kamis (15/8) hari ini, genap berusia 14 tahun sejak MoU Helsinki ditandatangani 15 Agustus 2005 lalu

Editor: bakri
IST
M YUNUS, Ketua BRA 

BANDA ACEH - Usia perdamaian Aceh, Kamis (15/8) hari ini, genap berusia 14 tahun sejak MoU Helsinki ditandatangani 15 Agustus 2005 lalu. Di usia tersebut, Badan Reintegrasi Aceh (BRA) memberikan kado istimewa berupa pembagian sertifikat tanah pertanian seluas 2 hektare/orang bagi eks kombatan dan tapol/napol, serta masyarakat korban konflik.

Pembagian sertifikat tanah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam merealisasikan poin 3.2.5 MoU Helsinki. Direncanakan, penyerahan secara simbolis dilakukan oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, pada acara peringatan Hari Damai Aceh ke-14 yang dilaksanakan di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, hari ini.

Ketua BRA, M Yunus, dalam wawancara khusus kepada Serambi, Rabu (14/8), menjelaskan, pembagian sertifikat tanah itu dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, pihaknya akan membagikan sertifikat kepada 100 korban konflik yang berasal dari Kabupaten Pidie Jaya (Pijay).

Kenapa hanya Pijay? Karena, sejauh ini baru Pemkab Pijay yang sudah menyediakan lahannya seluas 200 ha untuk dibagi-bagikan.

"Kita berharap pemerintah daerah lain bisa mengikuti sikap Bupati Pijay dalam mendukung program reintegrasi dengan menyediakan lahan yang akan dibagikan kepada eks kombatan, eks tapol/napol, dan masyarakat korban konflik," harapnya.

Saat ditanya lebih lanjut mengapa baru setelah 14 tahun pembagian lahan itu direalisasikan? Yunus yang menjabat Ketua BRA sejak Oktober 2018 mengaku tidak tahu harus menjawab apa, dan ia juga tidak menyalahkan siapapun terkait hal itu. Ia hanya bekerja sesuai tugas dan fungsi dari lembaga BRA, salah satunya yaitu menyelesaikan persoalan tanah untuk korban konflik yang tak tersentuh.

"Bagi saya (tanah) itu masalah utama, sehingga saya menjumpai Bupati Pijay bagaimana caranya supaya tanah ini bisa dibagikan kepada kombatan. Bupati Pijay adalah bupati pertama yang memberikan tanah untuk kombatan," ujarnya.

Selain Bupati Pijay, mantan GAM alumni Tripoli ini juga mengaku sudah menemui sejumlah kepala daerah lainnya agar mendukung program reintegrasi, di antaranya Bupati Aceh Jaya, Aceh Timur, Aceh Utara, Simeulue, Aceh Tengah, dan Aceh Besar.

"Luas tanah yang diberikan kami minta secukupnya, sesuai dengan jumlah korban konflik, tapol/napol dan eks kombatan di wilayah itu," tambah M Yunus didampingi Deputi Kebijakan dan Kajian Strategis BRA, Tgk Amni Bin Ahmad Marzuki.

Sedangkan total penerima tanah, sesuai dengan data yang dimiliki BRA, jumlahnya mencapai 150.000 lebih. Data itu dikirim oleh Satuan Kerja Wilayah (Satkerwil) BRA dari kabupaten/kota. "Kita sudah mendata ada 150 ribu lebih. Dari eks kombatan 50 ribu lebih, eks tapol/napol 3 ribu lebih, dan selebihnya masyarakat korban konflik. Tapi data itu belum divalidasi,” terang M Yunus.

Status tanah yang akan dibagi itu dia katakan, akan menjadi tanah milik pribadi dan lokasinya tidak masuk dalam hutan kawasan. Tanah itu juga dilarang diperjualbelikan sebelum digarap minimal selama 10-15 tahun. “Kita akan mengawal agar tanah tergarap dengan produktif. Untuk menjaga agar tidak dijual, pihak BRA akan menyita sertifikat tanah tersebut,” pungkasnya.

Libatkan KPA

Dalam kesempatan itu, Ketua BRA, M Yunus juga menjelaskan bahwa saat turun ke lapangan nanti untuk membagi-bagikan tanah, pihaknya akan melibatkan Komisi Peralihan Aceh (KPA) dan panglima sagoe, agar di kemudian hari tidak memunculkan polemik.

"Karena yang lebih mengetahui apakah dia eks kombatan, eks tapol/napol, dan korban konflik adalah Ketua KPA dan panglima sagoe. Saat pembagian juga kita libatkan pemerintah setempat, sehingga tidak menimbul kekacauan saat pembagian lahan," ujarnya.

Tanggung Jawab Bersama

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved