935 Rumah Telah Dibangun, Baru 10 Persen Dapat KPR Subsidi
Para pengembang di kawasan timur Aceh, mulai dari Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang telah membangun sebanyak 935 unit rumah siap
LANGSA - Para pengembang di kawasan timur Aceh, mulai dari Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang telah membangun sebanyak 935 unit rumah siap huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dari jumlah itu, hanya 10 persen yang telah mendapat KPR subsidi atau hanya 93 unit rumah yang telah dapat dihuni.
Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Korwil Kota Langsa, Gatot Setyono SE, Selasa (20/8) menjelaskan kesulitan mendapatkan KPR subsidi, karena kuota dari pemerintah pusat telah berkurang sebanyak 82 persen. Disebutkan, pada 2019, pemerintah hanya menyediakan kuota 120 unit rumah, padahal dari dikucurkan pada 2014 sampai 2018, sebanyak 680 unit.
Menurut Gatot, pengurangan kuota rumah subsidi berdampak terbatasnya proses KPR untuk masyarakat berpenghasilan rendah di bank yang ditunjuk pemerintah, yakni BTN, BTN Syariah, BRI Syariah, BNI dan Bank Mandiri dan Bank Aceh Syariah.
Disebutkan, dari 935 unit rumah yang dibangun, dari target 1.000 unit, 40 persen berada di Kota Langsa dan 60 persen di Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Namun, katanya, dai jumlah yang telah dibangun, hanya sekitar 10 persen yang mendapatkan KPR dari perbankan, sehingga sisanya atau sekitar 90 persen, belum jelas proses akad kredit di perbankan.
Akibat beluma akad kredit antara konsumen dengan perbankan, maka masyarakat belum bisa menempati rumah yang telah dibangun tersebut. Kemudian, pengusaha properti kelas menengah ini yang baru tumbuh mengalami kerugian, karena harus tetap membayar bunga pinjaman di bank sebagai modal kerja yang dibutuhkan untuk pembangunan perumahan.
"Saat ini, ada 935 unit rumah bagi RMB telah dibangun di Kota Langsa, Aceh Tamiang, dan Aceh Timur, tetapi belum bisa ditempati, karena proses kredit di perbankan belum ada" sebutnya. Gatot menyatakan sebagian pengembang ini akan bangkrut, karena tidak bisa melakukan akad kredit bagi calon pembeli rumah.
Dia menegaskan kondisi diperparah lagi dengan aturan baru dari Kementrian PUPR pada tahun 2019 yakni Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI Nomor 11/PRT/M/2019 tentang sistem perjanjian pendahuluan jual beli rumah. Disebutkan, aturan itu tidak berpihak ke pengembang kecil, tetapi pengembang besar yang memiliki modal besar.
Dikatakan, aturan baru itu sulit dipenuhi pengembang kecil, untuk proses izin pembangunan rumah KPR bagi MBR dari Kementrian PUPR sangat lama diterbitkan.
"Teman-teman kita pengembang kecil di daerah ini, ada yang sejak Februari 2019 mengurus izin ke Kementrian PUPR, tapi sudah berjalan enam bulan, izin itu tidak keluar juga," katanya. Dia memperkirakan, sekitar 40 persen rumah subsidi akan dapat KPR, sedangkan sisanya 60 persen dari jumlah 1.000 unit tidak bisa direalisasikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
Menurutnya, permintaan rumah subsidi terus meningkat, karena dari 2015 sampai 2018, sebanyak 2.000 unit rumah di Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang telah ditempati masyarakat.
"Hal itu membuktikan bahwa kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau cukup tinggi, dan saat ini ada ribuan masyarakat di tiga wilayah ini yang masih menunggu kesempatan mendapatkan rumah KPR ini," imbuh Gatot.
Ketua Apersi Aceh, Afwal Winardy ST MT, Selasa (20/8) menyatakan seluruh pengembang di bawah Apersi harus siap menghadapi segala risiko. Apalagi, mulai tahun 2020, pembiayaan akan dikeluarkan oleh pihak perbankan, seusai pengembang membangun 20 persen rumah dari yang ditargetkan, seperti 100 unit, maka 20 unit harus dibangun terlebih dahulu.
Dia menjelaskan setiap pengembangan harus siap dari segi permodalan, selain lokasi harus strategis dan calon pembeli juga harus ada. Afwal mengakui dengan aturan baru dari Kementrian PUPR, akan membuat pengembang kecil kesulitan dalam membangun perumahan. Dia berharap pemerintah pusat harus tetap memperhatikan pengembang kecil dan pemerintah Aceh juga harus memfasilitasi pembangunan perumahan subsidi.
Dikatakan, berdasarkan aturan baru itu, maka perbankan hanya sebagai operator, karena lainnya telah diatur oleh pemerintah. Apalagi, mulai 2020, seluruh calon pembeli rumah subsidi harus mendapat SK dari pemerintah, karena kuota rumah subsidi disesuaikan dengan permintaan pemerintah kabupaten/kota di Aceh.
Dia menegaskan pengembang yang membangun antara 5 sampai 10 unit rumah dengan tujuan mendapatkan KPR subsidi tidak akan diperbolehkan lagi. Disebutkan, untuk satu kawasan pembangunan perumahan subsidi, minimal harus di atas lahan 0,5 hektare atau 5.000 m2, dari rumah type 28 sampai 72 m2 dengan harga maksimum Rp 300 juta dan penghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan.
Afwal menyatakan saat ini Bank Aceh Syariah masih memberi kesempatan untuk KPR rumah subsidi, sedangkan perbankan lainnya tidak ada lagi kuota. Disebutkan, harga rumah subsidi type 36 m2 pada tahun ini masih Rp 140 juta, tetapi mulai 2020, naik menjadi Rp 150 juta/unit.(zb/muh)