Berita Singkil

Begini Kisah Pencari Pucuk Nipah di Sarang Buaya

Sabetan golok dalam genggaman tangan kiri perempuan paruh baya itu, bergerak cepat menebas daun nipah muda terpisah dari pelepahnya.

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Taufik Hidayat
Serambinews.com
Warga Suka Makmur, Aceh Singkil, menurunkan pucuk nipah muda dari perahu, Selasa (3/9/2019) 

Laporan Dede Rosadi | Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL – Sabetan golok dalam genggaman tangan kiri perempuan paruh baya itu, bergerak cepat menebas daun nipah muda terpisah dari pelepahnya. 

Jari-jari tangan kanan bergerak mengarahkan sasaran hujam golok agar tepat memenggal ujung bagian bawah daun nipah.

Jarak antarajari tangan kanan dengan kilatan sabetan mata golok hanya seper sekian centi saja. Namun tak ada rasa was-was, Nia terus bekerja sambil sesakali melayani ajakan senda gurau dari teman-temannya.

Dalam hitungan menit daun nipah muda tertumpuk di samping. Lalu diikat untuk digabungan dengan tumpukan lainnya sampai datang pembeli.   

Nia nama perempuan asal Desa Suka Makmur, Kecamatan Singkil, Aceh Singkil, tersebut. Sehari-hari bekerja sebagai tukang cincang pucuk nipah yang diambil kaum lelaki dari Singkil Lama, tempat buaya bersarang.

Sore itu, Selasa (3/9/2019) Nia masih menyincang daun nipah. Sementara kaum ibu rumah tangga lain yang berusia lebih muda sesama penyincang pucuk nipah sudah bersolek menyambut suami pulang kerja.  

Keringat memenuhi wajahnya. Tapi ia masih terus mengejar target mendapatkan seikat lagi cincangan nipah. Selesai itu barulah bernafas lega. “Ini cuman pekerjaan kami,” ujarnya. 

Cincang merupakan istilah untuk pekerjaan memotong daun nipah agar terpisah dengan pelepahnya. Umumnya pekerjaan itu dilakukan ibu rumah tangga demi membantu suami menutupi kebutuhan keluarga. 

Setiap satu kilogram daun nipah muda yang dicincang Nia dan kawan-kawannya diupahi Rp 150. Setelah bekerja sepanjang hari kaum perempuan itu membawa pulang uang sekitar Rp 75 ribu.

“Kadang dapat empat puluh (Rp 40 ribu) sehari, gitu lah kadang-kadang,” ujarnya.

Menyincang daun nipah muda dilakukan di pinggir sungai yang memisahkan penduduk Suka Makmur dengan Siti Ambia. Sebagai pelindung terik matahari dan basah hujan spanduk bekas menjadi atap darurat.

Pucuk nipah yang telah dicincang diikat lalu dijual kepada pengepul selanjunya dikirim ke Sumatera Utara. Per kilo pucuk daun nipah muda dihargai Rp 650. Setelah dipotong ongkos cincang Rp 150 per kilo, sisanya Rp 500 merupakan hak pencari nipah.

Ada dua jenis pucuk nipah yang jual hanya dicincang saja. Satu lagi terlebih dahulu dikupas. Puncuk nipah sejauh ini digunakan sebagai bukus tembakai. Dengan istilah rokok pucuk.

Pencari pucuk nipah yang dicincang Nia dan teman-temanya, adalah Suwardi. Menjelang petang laki-laki berbadan tegap itu baru pulang mengambil daun nipah muda dari dekat muara sungai Singkil Lama. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved