Berita Aceh Singkil
Parang Khas Ujung Bawang Aceh Singkil, Warisan Turun Temurun
Tak mengherankan sejak remaja anak-anak pengrajin pandai besi di Ujung Bawang, banyak yang ahli membuat parang
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Muhammad Hadi
Para orang tua bertugas memegang besi yang baru dibakar. Kemudian memukulnya menggunakan martil kecil.
Sementara sang anak yang memiliki fisik lebih kuat memukul besi hingga tipis menggunakan martil besar.
Ada sepuluh keluarga yang berprofesi sebagai tukang pandai besi.
Setiap hari satu pandai besi mampu membuat delapan sampai sepuluh golok.
Baca: Karena Suami Sibuk Belajar untuk Ujian, Istri Ingin Bercerai Hingga Berujung ke Pangadilan
Kepada pengepul golok dijual Rp 40 ribu, sedangkan pisau Rp 20 ribu.
"Beda kalau dijual kepada pengecer parang Rp 50 ribu dan pisau Rp 25 ribu," ujar Rais.
Golok yang dalam bahasa Singkil, disebut pisau untuk memenuhi permintaan warga Aceh Singkil.
Lalu Subulussalam dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara.
Parang made in Ujung Bawang ini, laris manis di pasaran. Ini lantaran harganya relatif murah dibanding buatan daerah lain.
"Berapa pun sanggup dibuat, ada yang siap nampung," kata Zaluddin.
Hanya saja sepanjang hari berdekatan dengan bara api dan harus mengeluarkan tenaga ekstra memukul besi, produksi parang hanya sanggup sepuluh buah per hari.
Terbatasnya jumlah produksi boleh jadi agar pembuatan parang yang diwariskan turun temurun tetap terjaga kualitasnya.(*)
Baca: Anggota DPRA Terpilih Minta Perusahaan Bersihkan Pencemaran Batubara di Pantai