Qanun Hukum Keluarga

Dianggap Berpotensi Lahirkan Janda-janda Baru di Aceh, Muncul Petisi Tunda Raqan Hukum Keluarga

Selain itu juga berpotensi lahirnya janda baru serta anak terlantar disebabkan kewenangan Mahkamah Syar'iyah dalam soal izin perkawinan

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
serambinews.com
Tangkapan layar petisi tunda pengesahan Raqan Hukum Keluarga di laman Change.org 

Dianggap Berpotensi Lahirkan Janda-janda Baru di Aceh, Muncul Petisi Tunda Raqan Hukum Keluarga

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Petisi menuntut penundaan pengesahan Rancangan Qanun(Raqan) Hukum Keluarga muncul di laman change.org.

Petisi tersebut dibuat oleh Azharul Husna, aktivis Koalisi Perempuan Indonesia wilayah Aceh, Jumat (13/9/2019).

Dalam petisi tersebut dijelaskan, apabila raqan tersebut disahkan tanpa perbaikan dari masukan yang telah diberikan, maka potensi lahirnya janda dan anak terlantar akan semakin tinggi.

Disebutkan, di dalam raqan yang tengah dibahas DPRA dan ditargetkan akan disahkan pada akhir September ini memiliki banyak persoalan.

Di antaranya, pasal-pasal diskriminatif terhadap perempuan dan orang dengan disabilitas, serta kontradiktif, termasuk tidak adanya pemenuhan ruang dan partisipasi anak. 

Jika qanun ini disahkan diyakini akan menambah pidana (jinayah) baru di Aceh.

Aceh akan Legalkan Poligami

Komnas Perempuan Sebut Poligami Tidak Sunah dan Bukan Ajaran Islam

Begini Komentar Darwati A Gani, Istri Irwandi Yusuf Soal Aceh akan Legalkan Poligami

Aktivis Perempuan: Raqan Poligami jangan Cederai Rasa Keadilan dan Korbankan Perempuan

"Selain itu juga berpotensi lahirnya janda baru serta anak terlantar disebabkan kewenangan Mahkamah Syar'iyah dalam soal izin perkawinan lebih dari satu (poligami) dan lain-lain," tulis Azharul Husna.

Secara proses, penyusunan Raqan Hukum Keluarga juga belum cukup menggali dan menemukenali akar persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya perempuan dan anak.

"Untuk itu kami meminta agar Rancangan Qanun Hukum Keluarga ditunda pengesahannya," pinta Azharul Husna.

DPRA dia katakan, dapat melakukan konsultasi yang setara dengan P2TP2A, Unit PPA, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, organisasi masyarakat sipil, Forum Anak Aceh, organisasi Dissabilitas, organisasi Perempuan, Pengadilan Negeri, Mahkamah Syariah dan intansi lainnya.

Beberapa masalah yang menjadi pertimbangan perlunya dilakukan penundaan adalah adanya kontradiksi pasal-pasal di Rakan Hukum Keluarga dengan kebijakan yang lebih tinggi dan telah diatur sebelumnya.

Seperti Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perlindungan Anakdan Qanun Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan.

Substansi yang diatur sebagian besar sudah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved