Mahasiswa Gayo Bakar Keranda di Kantor Gubernur, Tolak Tambang Emas Linge

Mahasiswa asal Dataran Tinggi Gayo, Senin (16/9), serentak menggelar aksi tolak tambang di Banda Aceh, Aceh Tengah, dan Lhokseumawe

Editor: bakri
SERAMBI/M ANSHAR
Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Bela Linge (Gerbel) membakar kerenda saat aksi di Kantor Gubernur Aceh, Senin (16/9/2019). Mereka menyatakan penolakan terhadap tamvang emas di Linge, Aceh Tengah yang akan dikelola oleh Linge Mining Resources (LMR). 

Aksi kemarin merupakan aksi yang kesekian kalinya. Aksi yang diikuti ratusan peserta itu dimulai dengan melakukan long marc di sejumlah ruas jalan protokol Kota Takengon, dan diakhiri dengan orasi di depan gedung dewan.

Selain orasi, para pengunjuk rasa juga menampilkan pertunjukan treatrikal dan pembacaan puisi bertajuk penolakan tambang.

Pengunjuk rasa mengajak anggota dewan untuk bersama-sama ikut menolak kehadiran perusahaan tambang di Kecamatan Linge. “Saya asli putra asal Linge, saya minta dewan ikut menolak tambang di tanah Gayo. Jangan kalian biarkan tambang merusak bumi Lingge,” teriak pendemo.

Demo di Lhokseumawe

Demo menolak tambang emas Linge juga dilakukan mahasiswa Gayo di Lhokseumawe dan Aceh Utara yang menamakan diri Aliansi Hari Tanpa Tambang (Hantam).

Puluhan mahasiswa itu awalnya berkumpul di halaman Masjid Agung Islamic Center untuk selanjutnya bergerak menuju Tugu Rencong Kuta Blang. Di tugu ini mereka berorasi secara bergantian. Sekitar 30 menit kemudian mahasiswa kembali bergerak menuju Taman Riyadah. Di taman Riyadah, mereka kembali melakukan orasi.

Terpisah, Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdul Gani yang dihubungi Serambi menyampaikan bahwa hingga saat pihak Pemerintah Aceh  belum mengeluarkan izin lingkungan untuk tambang emas di Linge yang akan dikelola oleh PT Linge Mineral Resource (LMR).

Pemerintah Aceh, katanya, bahkan belum menerima dokumen untuk pengajuan Amdal tersebut. “Hingga saat ini Pemerintah Aceh belum mengeluarkan satupun izin, baik untuk izin operasi maupun izin lingkungan kepada PT LMR,” kata pria yang akrab disapa SAG ini.

Lebih lanjut dia menjelaskan, izin untuk operasi tambang di Linge itu dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, serta didukung oleh surat keputusan Bupati Aceh Tengah. "Jadi yang boleh mencabut izin merupakan lembaga yang mengeluarkan izin, sedangkan Linge ini izinnya kan dari BKPM Pusat dengan surat keputusan Bupati Aceh Tengah," ujarnya.

Meski demikian, kata SAG, pihak Pemerintah Aceh sudah menampung semua aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa. Plt Gubernur Aceh nantinya akan meneruskan aspirasi ini ke BPKM RI dan Bupati Aceh Tengah.

“Tadi Pak Plt Gubernur belum bisa menemui mahasiswa karena sedang berada di gedung DPRA dalam rangka pembahasan APBK-P, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan kalangan buruh,” jelas Jubir Pemerintah Aceh ini.

Ia juga kembali menegaskan bahwa saat ini belum ada aktivitas tambang emas di Linge. Pihak perusahaan berada di lokasi hanya untuk tahap penapisan (seleksi Amdal) guna keperluan mengurus izin lingkungan atau Amdal. Apalagi Dirjen Minerba Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI dikatakannya juga sudah menghentikan sementara kegiatan PT LMR yang dikeluarkan pada Februari 2019 lalu, karena munculnya beberapa persoalan di lapangan.

Sementara itu, PT Linge Mineral Resource (LMR) memastikan akan tetap melanjutkan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan rencana aktivitas penambangan emas. Meski gelombang penolakan masih terus terjadi, namun diyakini suatu saat nanti masyarakat akan menerima kehadiran perusahaan.

“Gejolak penolakan tambang seperti ini terjadi dimana-mana, dan ini wajar, karena hampir semua perusahaan tambang mengalami hal seperti ini,” kata Kuasa Direktur PT LMR, Ahmad Zulkarnain, kepada Serambi, Kamis (12/9), usai mengikuti rapat dengar pendapat soal tambang di DPRK Aceh Tengah.

Ahmad Zulkarnain menilai kondisi ini terjadi karena kurangnya informasi atau pemahaman masyarakat tentang kegiatan industri pertambangan. “Memang kegiatan tambang ini, pertama tidak populer, serta berpotensi mengubah lingkungan dan ekosistem, sehingga wajar muncul kekhawatiran seperti ini,” sebutnya.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved