PNA Tinggalkan Golkar Dalam Pembentukan Fraksi
Partai Golkar Banda Aceh harus menerima kenyataan pahit karena ditinggal Partai Nanggroe Aceh (PNA), sehingga partai berlambang pohon
BANDA ACEH - Partai Golkar Banda Aceh harus menerima kenyataan pahit karena ditinggal Partai Nanggroe Aceh (PNA), sehingga partai berlambang pohon beringin tersebut tidak dapat membentuk satu fraksi di DPRK setempat.
Hal itu terungkap dalam rapat penetapan fraksi-fraksi dan ketua definitif DPRK Banda Aceh periode 2019-2024 di gedung lembaga tersebut, Kamis (19/9/2019). Rapat itu dipimpin oleh Ketua sementara DPRK, Tati Meutia Asmara.
Persoalan itu mencuat setelah pimpinan sidang, Tati Meutia Asmara mempertanyakan posisi Husaini, anggota DPRK dari PNA. Karena ada dua surat yang masuk ke DPRK yaitu dari Golkar dan NasDem yang isinya sama-sama menjadikan PNA sebagai koalisi.
Pembahasan itu sempat alot hingga rapat ditunda satu jam. Untuk memastikan PNA bergabung kemana, anggota dewan meminta pimpinan rapat agar menghadirkan Ketua DPW PNA Banda Aceh, HM Zaini Yusuf ke DPRK untuk memberi penjelasan.
Setelah membangun komunikasi, Zaini Yusuf hadir ke DPRK bersama pengurus DPW PNA. Di hadapan anggota dewan, Zaini menyampaikan bahwa pihaknya sudah duduk rapat pimpinan dan menetapkan PNA bergabung dengan NasDem.
Untuk membentuk satu fraksi, setiap partai harus memiliki minimal empat kursi. Dengan tidak bergabungnya PNA, maka otomatis Golkar tidak bisa membentuk satu fraksi karena hanya memiliki tiga kursi atau kurang satu kursi.
Untuk diketahui, hasil Pileg 2019, Partai Golkar hanya memperoleh tiga kursi di parlemen yaitu Iskandar Mahmud, Sabri Badruddin, dan Kasumi Sulaiman. Sedangkan PNA hanya mendapat satu kursi yaitu Husaini.
Dengan bergabungnya PNA ke NasDem, maka partai besutan Surya Paloh tersebut sudah bisa membentuk satu fraksi dengan komposisi, Daniel Abdul Wahab (ketua), Abdur Rafur (Wakil Ketua), Husaini (Sekretaris), dan anggota, H Heri Julius.
Secara aturan, selain fraksi utuh, DPRK hanya bisa membuat dua fraksi gabungan. Sementara fraksi gabungan lain yang disahkan kemarin adalah Fraksi PPP-PA yang masing-masing partai memiliki dua kursi.
Selebihnya adalah fraksi utuh yaitu Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Demokrat, dan Fraksi Gerindra. Artinya, DPRK Banda Aceh periode 2019-2024 memiliki enam fraksi yang terdiri atas empat fraksi utuh dan dua fraksi gabungan.
Anggota DPRK Banda Aceh dari Partai Golkar, Sabri Badruddin dan Iskandar Mahmud adalah yang paling keras memprotes Ketua sementara DPRK Banda Aceh, Tati Meutia Asmara karena mengesahkan koalisi NasDem-PNA.
"Ini aneh bin ajaib, makanya kita pertanyakan dalam forum tadi. Seharusnya melalui forum ini bisa kita konsultasi dengan pihak setingkat di atas kita, apakah dengan Biro Hukum Setda Aceh. Tapi itu tidak dilakukan," kata Sabri seusai rapat.
Terkait gagalnya Golkar membentuk fraksi, Sabri mengatakan akan membahasnya dalam rapat internal untuk mengambil langkah selanjutnya. Yang pasti, Golkar harus memilih salah satu fraksi untuk bergabung.
"Kami akan duduk bersepakat dan bermusyawarah untuk ambil sikap kemana kami akan berlabuh. Jarang terjadi kasus seperti ini. Bagi kami ini sebuah sikap yang aneh (dari PNA)," ujar dia.
Dalam rapat itu, Ketua sementara DPRK Banda Aceh, Tati Meutia Asmara juga menetapkan ketua definitif lembaga tersebut periode 2019-2024, yakni Farid Nyak Umar ST dari PKS. Selain itu, pimpinan rapat juga menetapkan Wakil Ketua I dan II DPRK yaitu Usman (PAN) dan Isnaini Husda (Demokrat).