Irwandi Adang Tiyong dan Falevi ke DPRA, Surat Pemecatan Dikirim ke KIP Aceh
Menjelang pelantikan Anggota DPRA periode 2019-2024 yang dijadwalkan dua hari lagi, Senin (30/9/2019), Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh
BANDA ACEH - Menjelang pelantikan Anggota DPRA periode 2019-2024 yang dijadwalkan dua hari lagi, Senin (30/9/2019), Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) hasil musyawarah besar (mubes) 2017, Irwandi Yusuf, menerbitkan surat pemecatan terhadap Samsul Bahri alias Tiyong dan Rizal Falevi dari keanggotaan partai. Surat pemecatan itu telah diterima Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.
Surat pemecatan dikirimkan Irwandi dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK Jakarta yang ditujukan kepada istrinya yang juga Ketua Harian PNA, Darwati A Gani di Jalan Salam Lampriek, Banda Aceh. “Suratnya sampai di sini pagi-pagi sekali, diantar ke rumah di Lampriek,” kata Darwati A Gani, kepada Serambi.
Darwati mengaku tak begitu kaget, karena dia sudah tahu bahwa amplop yang berisi dua lembar surat itu adalah surat pemecatan bagi dua kader PNA. Surat yang diterbitkan di Jakarta dengan nomor 006/15/SK/DPP/IX/2019 dan 007/15/SK/DPP/IX/2019 itu berisi tentang pemberhentian atau pencabutan status keanggotaan partai terhadap Tiyong dan Falevi. Keduanya dipecat dengan tidak hormat terhitung sejak surat keputusan tersebut diterbitkan. Kedua surat itu ditandatangani basah oleh Irwandi Yusuf. Salinannya juga diperoleh Serambi pada Kamis (26/9/2019) malam.
Bunyi kedua surat itu juga sama, pada poin pertama disebutkan bahwa Tiyong dan Falevi dianggap sudah melawan kebijakan pimpinan dan melanggar konstitusi partai. Selanjutnya pada point kedua, disampaikan bahwa perlawanan terhadap kebijakan pimpinan dan konstitusi partai sudah membuat kericuhan dalam internal partai, sehingga Samsul Bahri dan Rizal Falevi harus ditindak tegas dengan diberhentikan dari anggota PNA. Selanjutnya disampaikan bahwa berdasarkan hasil rapat harian DPP PNA pada 24 September 2019, keduanya diberhentikan dengan tidak hormat sebagai anggota PNA.
Darwati A Gani menjelaskan, keputusan Irwandi Yusuf memecat dua kader itu adalah keputusan yang berat. Awalnya, Darwati ingin tidak ada pecat-memecat dalam partai. Ibu lima anak ini berharap semuanya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. “Ini dengan berat hati. Kita berharap masih ada jalan damai, tapi semakin lama arah ke situ makin sulit nampaknya, sehingga ketua umum akhirnya mengambil keputusan, dan keputusan tersebut diambil setelah rapat harian yang kami gelar sehari sebelum surat itu dikeluarkan,” ujar Darwati.
Ia secara pribadi ingin masalah di tubuh PNA selesai dengan baik, namun akhirnya dalam rapat harian itu semua yang hadir berkesimpulan sama, yaitu setuju untuk memecat Tiyong dan Falevi.
“Saya sendiri sejak dari awal menahan, saya bilang ke ketua jangan, jangan. Sayang mereka kawan kita juga. Tapi setelah rapat harian, kita melihat bahwa keduanya memang melanggar aturan-aturan partai,” kata Darwati.
Apabila Tiyong dan Falevi tidak menerima pemecatan itu, Darwati mempersilakan mereka menggunakan mekanisme partai yang ada, yaitu mengajukan pembelaan diri di forum partai setingkat lebih tinggi sampai ke tingkat mahkamah partai. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 5 AD/ART PNA. “Anggota yang diberhentikan atau diberhentikan sementara dapat mengajukan pembelaan diri di forum partai setingkat lebih tinggi sampai dengan tingkat mahkamah partai,” pungkas Darwati A Gani yang juga anggota DPRA terpilih ini.
Tidak bisa dilantik
Sementara itu, tim penasihat hukum DPP PNA versi Irwandi, Haspan Ritonga SH, menyebutkan, dengan pemecatan yang tertuang dalam dua surat itu, maka Tiyong dan Falevi tidak bisa dilantik sebagai anggota DPRA pada 30 September mendatang. Seperti diketahui, Tiyong dan Falevi adalah dua kader PNA yang terpilih sebagai anggota DPRA periode 2019-2024 pada Pemilu 2019 lalu. “Maka dengan ini, wajar bila KIP membatalkan pelantikan yang bersangkutan sebagai anggota DPRA periode 2019-2024,” kata Haspan Ritonga.
Dijelaskan, jika merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, maka keduanya (Tiyong dan Falevi) tidak bisa lagi dilantik menjadi anggota DPRA. Sebab, menurut Haspan, aturan itu jelas tertulis dalam Pasal 32 ayat (2) huruf (c) PKPU itu yang menyebutkan, calon diberhentikan atau mundur dari parati politik yang mengajukan calon yang bersangkutan. Kemudian, pada ayat (3) dijelaskan, dalam hal calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah ditetapkan dengan Keputusan KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota, keputusan penetapan yang bersangkutan batal demi hukum.
Menurutnya, sampai hari ini pengurus DPP PNA yang sah dan diakui oleh Kemenkumham adalah yang dipimpin Irwandi Yusuf selaku Ketua Umum. Karena itu, Haspan berharap KIP dapat bekerja secara profesional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk membatalkan pelantikan terhadap Tiyong dan Falevi sebagai anggota DPRA.
“Jangan sampai KIP melantik mereka yang sudah diberhentikan secara resmi sebagai anggota/kader partai. Bila ini terjadi, hal tersebut akan membuat masalah hukum makin rumit,” demikian Haspan Ritonga bersama tim penasihat hukum lainnya, Isfanuddin SH, Mohd Jully Fuadi SH, Husni Bahri TOB SH, dan Andi Lesmana.
Pemecatan Samsul Bahri alias Tiyong dan M Rizal Falevi Kirani oleh Irwandi Yusuf tentu menjadi perbicangan di sejumlah kalangan. Pasalnya, kedua kader militan Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini akan segera dilantik sebagai anggota DPRA periode 2019-2024 pada Senin, 30 September mendatang.
Banyak yang bertanya-tanya apakah pemecatan ini akan mempengaruhi pelantikan keduanya sebagai anggota DPRA? Terkait hal ini, Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Munawarsyah, mengaku akan akan memperlajari dulu surat DPP PNA dan SK pemecatan Samsul Bahri dan Rizal Falevi dari anggota PNA yang diteken Ketua Umum Irwandi Yusuf.