Rusuh di Papua
Aspirasi Papua Menjelang Berakhirnya Otonomi Khusus
Kerusuhan di Papua meledak pada pertengahan Agustus, sebagai reaksi atas umpatan rasial terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya.
Menyusul kebijakan itu, Indonesia mengalokasikan dana otonomi khusus kepada Papua dan Papua Barat yang harus digunakan untuk pembangunan bidang kesehatan minimal 30 persen dan bidang pendidikan sebesar 15 persen.
Selain dana tersebut, Papua dan Papua Barat mendapatkan dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, dana otonomi khusus (Otsus) untuk Papua dan Papua Barat dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 sebesar Rp28,8 triliun. Selain itu, sejak 2015 sampai 2020 (RAPBN), Pemerintah Pusat mengalokasikan dana Otsus hingga Rp46,69 triliun, mengutip data dari Katadata.
Total dana Otsus Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2019 mencapai Rp75,49 triliun (USD5,3 miliar).
Setiap tahun dana Otsus yang dinikmati Papua sekitar Rp5 triliun, sedangkan Papua Barat (sejak 2008) menikmati sekitar Rp2,5 triliun, tidak termasuk dana tambahan infrastruktur sekitar Rp1 triliun.
Mengejar ketertinggalan dengan otonomi khusus
Meski telah berlangsung belasan tahun, hasil otonomi khusus belum memuaskan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib.
Timotius belum merasa lega sepenuhnya. Sebab pembangunan sumber daya manusia Papua masih jauh tertinggal.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua versi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 hanya 60,06, menempati peringkat terbawah sekaligus jauh tertinggal ketimbang wilayah lainnya.
Sedangkan IPM Papua Barat versi BPS pada 2018 sebesar 63,74.
IPM Papua dan Papua Barat jauh di bawah Jakarta yang mencapai 80,47, atau Jogyakarta yang sebesar 79,53.
“Beasiswa putra daerah sudah dikucurkan, namun IPM kita masih terburuk se-Indonesia,” keluh Timotius kepada Anadolu Agency di Jayapura, Papua, beberapa waktu lalu.
Pasalnya, meski Otonomi Khusus telah berlaku selama 18 tahun di Papua, masih ada sederet agenda besar yang belum rampung hingga sekarang, kata Timotius.
Di antaranya, pembangunan sumber daya manusia (SDM) Papua. Dia berharap pembangunan SDM warga Papua tak hanya menyoal intelektualitas namun sekaligus pengembangan moral.
Timotius mengatakan ada banyak orang Papua yang memperoleh beasiswa pendidikan ke luar daerah dari dana otonomi khusus, itu namun begitu lulus dan menjadi pejabat, dia ikut-ikutan korupsi.