Invest In Aceh

Lima Dokumen Penting untuk Urus Izin Tambang Bebatuan di Aceh

Pengelolaan bahan tambang galian C di kabupaten/kota di Aceh berdampak positif terhadap perekonomian daerah dan pemasukan bagi pendapatan daerah.

Editor: Mursal Ismail
zoom-inlihat foto Lima Dokumen Penting untuk Urus Izin Tambang Bebatuan di Aceh
DPMPTSP Aceh
Plt Perizinan Tambang Galian C pada DPMPTSP Aceh, Ida Fitriani ST

Pengelolaan bahan tambang galian C di kabupaten/kota di Aceh berdampak positif terhadap perekonomian daerah dan pemasukan bagi pendapatan daerah.

  Lima Dokumen Penting untuk
Urus Izin Tambang Bebatuan di Aceh

BERLAKUNYA otonomi khusus memberikan kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengelola sumber daya alamnya khususnya pertambangan galian C.

Pengelolaan bahan tambang galian C di kabupaten/kota di Aceh berdampak positif terhadap perekonomian daerah dan pemasukan bagi pendapatan daerah.

Selain itu juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar lokasi tambang. Namun kegiatan tersebut juga berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.

Sebab itu dibutuhkan kebijakan dan ketegasan dari Pemerintah Daerah dalam hal regulasi, termasuk perizinan.

Dengan adanya aturan yang jelas bagi perusahaan-perusahaan tambang bebatuan ini, maka dapat dilakukan pengawasan dan meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan.

Seperti diketahui, proses penerbitan izin eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang galian C seperti pasir, batu kerikil, batu gamping, dan lainnya, yang sebelumnya bisa dilakukan di kabupaten/kota, sejak beberapa waktu terakhir telah dilimpahkan kepada pemerintah provinsi.

Proses izin tersebut melibatkan Dinas ESDM Aceh yang bertugas memeriksa kelengkapan persyaratan yang diperlukan untuk penerbitan sebuah surat izin usaha produksi bahan tambang galian C.

Sedangkan yang menerbitkan izinnya adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Plt Perizinan Tambang Galian C pada DPMPTSP Aceh Ida Fitriani ST kepada Tabloid Investasi baru-baru ini, mengatakan untuk pengurusan izin sebetulnya dalam surat edaran Gubernur telah diatur.

Antara lain berkas permohonan izin yang diajukan calon rekanan perlu melampirkan surat rekomendasi camat dan keuchik.

Menurut Ida setelah ada rekomendasi keuchik, untuk memperoleh izin usaha produksi calon rekanan yang mengajukan permohonan juga perlu mendapat surat rekomendasi camat dan bupati.

"Kemudian bupati juga harus melihat tata ruang, sudah sesuai apa tidak dalam mengeluarkan rekomendasi. Kemudian mereka mengajukan rekomendasi bupati ke DPMPTSP kabupaten/kota, dengan melampirkan rekomendasi camat, dan keuchik," ujarnya.

Selanjutnya pihak DPMPTS kabupaten/kota setempat meninjau ke lapangan untuk dasar mengeluarkan rekomendasi.

"Setelah keluar rekomendasi, kemudian membuat pengantar. Tapi sebagian kabupaten sudah ada pelimpahan wewenang, tidak mesti lagi rekomendasi bupati, tapi cukup rekomendasi DPMPTSP kabupaten," kata Ida.

Setelah lengkap syaratnya mereka ajukan ke DPMPTSP provinsi.

"Masalah yang sering muncul pada tahap ini soal peta, sesuai dengan Undang-undang harus sesuai batas tanah, harus sejajar lintang dan bujur, sebagian besar masyarakat belum tahu. Kalau sudah oke, kita buat form permohonan pertimbangan teknis untuk diajukan ke ESDM," sebut Ida.

Selanjutnya, kata Ida, pihak ESDM akan lakukan pertimbangan teknis. Apabila sudah memenuhi syarat, pihak ESDM membuat peta pencadangan, dan pertimbangan teknis, dan berkasnya dikirim kembali ke DPM PTSP Provinsi.

"Dasar pertimbangan teknis inilah yang menjadi dasar kita mengeluarkan SK IUP (Izin Usaha Produksi) untuk eksplorasi. Setelah mereka menerima SK, mereka menyiapkan dokumen lingkungan, dan ada laporan eksplorasi akhir studi kelayakan, rencana kerja anggaran biaya (RKAB), rencana reklamasi (termasuk Amdal), jadi harus disiapkan lima dokumen tersebut," papar Ida. Setelah dilengkapi, lalu mereka masukkan lagi permohonan IUP ke DPMPTS Provinsi.

"Kalau sudah oke, kita kirim lagi ke ESDM. Terus dikembalikan lagi ke kita berupa pertimbangan teknis boleh atau tidak, baru kita keluarkan SK untuk Operasi Produksi. Kemudian baru boleh melakukan penambangan. Kalau sekarang namanya operasi produksi," ungkap Ida.

Sektor tambang bebatuan sejak lama menjadi salah satu usaha yang menjanjikan. Sebab bebatuan menjadi material utama yang dibutuhkan untuk pembangunan. Selain itu, pertambangan galian C juga mendatangkan keuntungan bagi pendapatan daerah.

"Pemasukan ini kan dari pajak, ada pajak bukan mineral dan logam, itu kewenangan dari kabupaten," ujar Ida.

Sebab itu, katanya, maka diperlukan pengawasan dalam pelaksanaannya di lapangan dengan melibatkan kabupaten/kota, karena tidak mungkin seluruhnya diawasi dari provinsi.

Ida mengimbau bagi pemegang hak yang mengelola galian C di Aceh yang belum mengantongi izin agar segera mengurusnya.

Hal ini penting untuk menghindari gejolak sosial di masyarakat dan juga menghindari delik hukum. Sebaliknya bagi pengelola tambang galian C yang sudah berizin diharapkan taat pada aturan menyetor pajak kepada pemerintah setempat.

"Izin mereka bisa dievaluasi lagi kalau tidak sesuai aturan atau tidak menjalankan kewajibannya," tegas Ida. (ans)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved