Pusat Kurangi Peserta JKN Aceh 200.000 Jiwa
Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos) mengurangi jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
BANDA ACEH - Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos) mengurangi jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk Aceh sebanyak 200.000 orang, dari 2,3 juta jiwa menjadi 2,1 jiwa. Pengurangan ini akan membuat premi asuransi Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang bersumber dari APBA jadi membengkak, dari Rp 566 miliar menjadi Rp 1,053 triliun pada tahun depan.
Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja Kesehatan yang dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, dr Taqwallah MKes, bersama Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, Kepala RSUD se-Aceh, dan Pengurus Tim Pengerak PPK Aceh, yang berlangsung di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Selasa (8/10).
“Pengurangan jumlah peserta JKN di Aceh kami ketahui dari surat Mensos yang diperoleh Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan,” kata Taqwallah kepada Serambi. Dalam suratnya, Kemensos menjelaskan, pengurangan kepesertaan JKN di Aceh disebabkan adanya pembenahan administrasi kepesertaan JKN tahun lalu di Kemensos.
Seiring dengan pengurangan kepesertaan JKN di Aceh, Dinkes Aceh saat ini juga sedang melakukan evaluasi dan verifikasi data kepesertaan JKA untuk pembayaran premi JKA 2020 kepada BPJS Kesehatan. Hal ini sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Badan Anggaran DPRA dan Pendapat Akhir Fraksi pada saat persetujuan APBA 2020 beberapa waktu lalu.
“Kami sedang melakukan evaluasi dan verifikasi data kepesertaan JKA. Saat ini, pemegang kartu JKA ada sebanyak 2.057.712 jiwa,” sebut Kepala Dinkes Aceh, dr Hanif.
Ia melanjutkan, berdasarkan data BPJS Kesehatan, jumlah pemegang kartu asuransi kesehatan di Aceh mencapai 5.214.516 jiwa, terdiri dari pemegang kartu JKN 2.175.366 jiwa, JKA 2.057.712 jiwa, TNI/PNS 651.854 jiwa, karyawan BUMN 16.276 jiwa, swasta 135.046 jiwa, peserta bukan penerima upah sebanyak 41.919 jiwa, dan bukan pekerja sebanyak 136.343 jiwa.
“Masih ada 38.996 jiwa lagi yang belum masuk asuransi kesehatan dari total jumlah penduduk Aceh 5.253.512 jiwa,” ungkap Hanif.
Kepala Dinkes Aceh ini menjelaskan, konsep dasar dari dicetusnya program JKA adalah untuk mengansuransikan semua penduduk Aceh. Karena itu, sampai kapan program ini bisa dilaksanakan, itu sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan persetujuan DPRA.
Seebagai gambaran ia memaparkan, sampai Desember 2019 nanti Pemerintah Aceh harus membayar premi JKA sebesar Rp 566,272 miliar, dengan tarif lama sebesar Rp 23.000 per jiwa per bulan. Dengan kenaikan tarif premi menjadi Rp 42.000 per jiwa per bulan pada 2020, premi yang harus dibayarkan membengkak menjadi Rp 1,034 triliun.
“Itu belum termasuk 38.999 jiwa yang belum memiliki kartu asuransi. Jika itu dimasukkan, berarti ada penambahan sebesar Rp 19,655 miliar lagi sehingga keseluruhan menjadi Rp 1,053 triliun. Ini merupakan beban anggaran yang sangat besar dan perlu menjadi perhatian kita semua,” ujarnya.
Sementara itu, Sekda Aceh, Taqwallah, dalam kesempata itu menjelaskan bahwa rapat kemarin juga dilakukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan di Aceh, terutama di desa-desa dan kecamatan. Ia menyebutkan, ada dana kapitasi yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan kepada Puskesmas yang nilai per individunya mencapai Rp 6.000 per jiwa (ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di kecamatan).
“Bidan desa juga menikmati dana pelayanan kesehatan itu. Makanya jika ada bidan desa yang tidak tinggal di desa yang bersangkutan, kita minta dia mundur saja. Karena kehadirannya di desa itu untuk membantu secara maksimal ibu hamil dan ibu yang mau melahirkan,” pungkas Taqwallah.
Untuk memastikan hal itu, termasuk soal peningkatan layanan kesehatan, dirinya akan melakukan kunjungan kerja ke 23 kabupaten/kota mulai 10-21 Oktober 2019. Dalam kunjugan itu, pihaknya akan mensosialisasikan program BEREH (Bersih, Estetika dan Hijau) yang sudah menjadi icon layanan Pemerintah Aceh.(her)