Amnesty Internasional Desak Malaysia Cabut Aturan Hukuman Mati
Desakan tersebut hadir untuk menghapuskan hukuman mati bagi para pelaku narkoba dan lainnya.
Bahasa menjadi bagian dari permasalahan bagi pelaku yang berasal dari Malaysia, yang tidak bisa berbahasa Melayu ketika menghadapi kasus hukum.
Satu contohnya, adalah Hoo Yew Wah, warga Malaysia keturunan China yang ditahan di tahun 2005 di usia 20 tahun yang menggunakan methamphetamine atau yang lebih dikenal sebagai shabu-shabu di Indonesia.
Hoo Yew Wah dinyatakan bersalah berdasarkan pengakuannya dalam bahasa Mandarin, namun polisi kemudian merekamnya dalam bahasa Melayu.
Dia mengatakan pernyataan yang ditandatanganinya tidaklah akurat, namun polisi melakukan penyiksaan selama interogasi sehigga salah satu jarinya patah.
Polisi juga mengancam akan memukul pacarnya bila dia tidak mau menandatangani pengakuan.
Hoo Yew Wah, menurut Amnesty International juga tidak didampingi pengacara selama proses interogasi.
Sejak tahun 2011, Hoo Yew Wah sudah menuggu eksekusi hukuman mati.
Pemerintah Malaysia Ubah Pendekatan Tangani Kasus Narkoba
Negara Malaysia kini resmi mengubah pendekatan dalam penanganan persoalan narkoba.
Melalui pemerintahannya, Negara Malaysia mulai mengubah pendekatan setelah 40 tahun lebih menerapkan hukuman terberat bagi para pelanggar.
Dilansir oleh ABC, Senin, (16/9/2019), kini Pemerintah Malaysia memperlakukan para pengguna narkoba bukan sebagai kriminal.
"Melihat pengguna narkoba sebagai seseorang yang menderita penyakit merupakan hal yang penting," kata Nurul Izzah Anwar, politisi partai yang sedang berkuasa Pakatan.
Hukuman terhadap pelanggaran yang berkenaan dengan narkoba merupakan salah satu yang paling berat di dunia, termasuk Malaysia.
Anggota parlemen dari koalisi Pakatan, Nurul Izzah Anwar menerangkan bahwa 50 persen narapidana di Malaysia adalah pengguna narkoba.
Nurul menyatakan bahwa pengguna narkoba mulai ditanamkan kesadarannya melalui rumah ibadah.