Berita Ekonomi
Biji Kakao Masih belum Difermentasi, Aceh Kehilangan Rp 70 Miliar Per Tahun
Informasi diperoleh Serambinews.com, pengelolaan biji kakao di tingkat petani masih sangat rendah dan umumnya belum difermentasi.
Penulis: Rasidan | Editor: Yusmadi
Laporan Rasidan | Gayo Lues
SERAMBINEWS.COM, BLANGKEJEREN - Forum Kakao Aceh (FKA) mengikuti kegiatan duek pakat kakao yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) di Desa Ramung, Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues (Galus), Rabu (16/10/2019).
Informasi yang diperoleh Serambinews.com, pengelolaan biji kakao di tingkat petani masih sangat rendah dan umumnya belum difermentasi.
Akibatnya, selisih harga kakao yang telah difermentasi dengan nonfermentasi berkisar Rp 2.000-Rp 2.900/kilogram.
Sehingga, provinsi Aceh yang menghasilkan kakao 35 ribu ton setahun kehilangan Rp 70 miliar yang bisa didapat dari fermentasi biji kakao.
Kadistanbun Aceh, A Hanan, dalam sambutannya mengatakan, FKA diharapkan mampu menarik minat para generasi dan petani usia muda menjadi petani milenial untuk mengembalikan kejayaan kakao di Aceh.
• Aceh Perlu Segera Tangani Masalah Kakao
• Pemerintah Aceh dan Kemenko Perekonomian Bersinergi Tingkatkan Produksi Kopi dan Kakao
• Harga Kakao Kering Naik di Putri Betung
• Dosen Pertanian Unsam Ajarkan Petani Kakao Konsep Pertanian Sehat
Bahkan salah satu upaya harus dilakukan dengan cara membagi ruang pembelajaran bersama dan berbagi pengalaman.
Dikatakan, pengelolaan biji kakao di tingkat petani belum difermentasi dan pengelolaannya juga masih sederhana.
Sehingga harga jualnya juga sangat rendah dan terjadi selisih harga dengan harga biji kakao yang sudah difermentasi tersebut.
"Selisih harga kakao yang telah difermentasi dengan non fermentasi berkisar Rp 2.000-2.900/kilogram, bahkan jika provinsi Aceh menghasilkan kakao 35 ribu ton setahun, berarti ada Rp 70 miliar yang bisa didapat dari fermentasi biji kakao itu," sebutnya. (*)