Nelayan Terpaksa Menganggur, Krisis Solar Subdisi di Aceh Utara
Selama dua pekan terakhir, ratusan nelayan di sejumlah kecamatan di Aceh Utara terpaksa menganggur menyusul tak bisa memperoleh solar

LHOKSUKON – Selama dua pekan terakhir, ratusan nelayan di sejumlah kecamatan di Aceh Utara terpaksa menganggur menyusul tak bisa memperoleh solar untuk boat. Kendati sebagian kecil mereka mendapatkan solar, tapi tak sesuai yang dibutuhkan. Akibatnya menjadi kendala ketika pergi melaut.
“Boat nelayan di Kecamatan Seunuddon mencapai 592 unit dengan jumlah nelayan 1.184. Karena dalam satu boat terdapat dua nelayan,” ungkap Panglima Laot Seunuddon, M Hasan Ishak kepada Serambi, Selasa (15/10).
Dari jumlah itu, sebagian besar nelayan di kawasannya sudah hampir sebulan tak bisa melaut secara maksimal. Di mana solar subsidi yang dibutuhkan tidak mencukupi. Padahal, siap boat 2 GT setiap harinya membutuhkan solar mencapai 40 liter. Sehingga, jumlah solar yang dibutuhkan mencapai 23.680 liter setiap harinya. Sementara solar subsidi yang dipasok dalam sepekan hanya 32.000 liter. “Kalau solar subsidi harganya Rp 5,150. Namun, sampai di sini kami terima dengan harga Rp 5,300,” katanya.
Akan tetapi, bagi solar non subdisi harganya mencapai Rp 7 ribu, sehingga nelayan tak mampu membelinya. Hal serupa juga disampaikan Panglima Laot Samudera, Syafie. “Kalau boat nelayan di kawasan kami mencapai 160 unit dari sejumlah desa. Dari jumlah itu, hanya sebagian bisa melaut. Sedangkan yang lainnya tak bisa melaut karena tak mendapatkan solar,” jelas Panglima Laot Samudera.
Sementara Panglima Laot Lapang, Hasan Tin kepada Serambi secara terbuka mengakui, di kawasannya juga banyak nelayan tak bisa melaut karena persoalan yang sama. Karena, menurutnya, krisis solar subsidi bukan hanya dialami nelayan di kawasannya, tapi menyeluruh di Aceh Utara. “Nelayan harus membeli solar dengan harga Rp 6 ribu sampai Rp 7 ribu,” ujar Hasan.
Namun, berbeda yang dialami nelayan di Kecamatan Syamtalira Bayu. “Kami sejak 25 September lalu mendapatkan pasokan solar setiap harinya mencapai 23 ton. Kemudian, dibagian kepada semua nelayan di Bayu, sehingga mereka bisa mendapatkan merata,” ujar Panglima Laot Syamtalira Bayu, Alfian.
Nelayan di kawasannya mendapatkan solar setiap hari karena dirinya sudah mengurus surat yang meminta dinas terkait, dan Pertamina untuk memberikan kuota solar. “Kemarin setelah mendapat pengaduan krisis solar, saya langsung ke dinas untuk menanyakan solusinya,” pungkas Alfian.
Anggota DPRK Aceh Utara asal Lapang, Razali Abu kepada Serambi kemarin menyebutkan, dirinya sudah mengadakan pertemuan dengan warga untuk mendengar keluhan nelayan di kawasannya. “Saya akan membicarakan ini kepada pimpinan DPRK untuk menyurati dan memanggil pihak Pertamina,” ujar Razali.
Karena, persoalan ini, kata Razali, adalah bagian tanggungjawab dirinya sebagai wakil rakyat dan harus merespon cepat terhadap kepentingan nelayan. “Kita akan minta Pertamina untuk mempublikasi kuota jatah solar kepada nelayan, dan pihak Pertamina harus menyampaikan ke publik penyebab kelangkaan ini,” pungkasnya.(jaf)