Guru Pulo Aceh Naik Boat Temui Dewan, Cerita tentang Minimnya Guru hingga Nasib Honorer
Lima guru dari Pulo Aceh yang terdiri dari guru PNS dan Guru Tidak Tetap (GTT), Rabu pagi kemarin bergerak ke Banda Aceh
Sejumlah guru di Kecamatan Pulo Aceh, Aceh Besar, Rabu (16/10/2019), menemui sejumlah anggota dewan dari DPRK, DPRA, dan DPR RI. Banyak hal terungkap, mulai dari kekurangan guru hingga nasib para Guru Tidak Tetap (GTT). Inikah potret pendidikan daerah terluar di Aceh?
Lima guru dari Pulo Aceh yang terdiri dari guru PNS dan Guru Tidak Tetap (GTT), Rabu pagi kemarin bergerak ke Banda Aceh. Mereka berangkat dari Dermaga Lampuyang, Pulau Breueh, menggunakan kapal boat. Butuh waktu sekitar 2 jam hingga kemudian merapat ke Dermaga Lampulo, Banda Aceh.
Tujuan mereka adalah bertemu dengan sejumlah anggota dewan di salah satu warung kopi di Aceh Besar. Hadir Wakil Ketua DPRK Aceh Besar, Zulfikar Aziz SE, Wakil Ketua Komisi V, Eka Riskina Spd, Ketua Komisi II, Mursalin, Anggota DPRA, Irawan Abdullah, dan Anggota DPR RI asal Aceh, Rafli Kande.
Banyak hal yang diceritakan, di antaranya terkait dengan kondisi pendidikan di daerah tersebut. Jumlah sekolah keseluruhan sebanyak 16 unit. Terdiri dari 9 SD/MI, 5 SMP, dan 2 SMA. Sedangkan jumlah guru keseluruhan sebanyak 119 orang, terdiri dari 81 guru PNS dan 38 GTT. GTT ini terdiri dari guru bakti dan guru kontrak yang pembayaran gajinya berasal dari dana Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Guru-guru PNS tersebut sebagian besar berasal dari Banda Aceh dan Aceh Besar, namun sayangnya hanya sebagian yang aktif. Akibatnya, sekolah-sekolah di Pulo Aceh selalu kekurangan guru. Jam mengajar mereka kemudian terpaksa ditutupi oleh para GTT, meski tidak maksimal. “Guru-guru PNS yang ditugaskan di daerah kami sebagian tidak aktif. Ini berdampak terhadap kualitas pendidikan di daerah kami,” ungkap seorang GTT yang mengajar di SDN 1 Rabo, Pulo Aceh, Dewi Sartika.
Hal ini juga dibenarkan Dede Kurniawan, guru PNS yang juga Koordinator Forum Guru Daerah 3 T( Tertinggal Terdepan, dan Terluar). Ia mengatakan, banyak guru PNS yang tak betah bekerja di Pulo Aceh, sehingga kemudian minta pindah tugas meski baru satu tahun bertugas. “Tetapi karena tak kunjung dipindahkan, jadinya mereka malas mengajar. Belum lagi karena faktor cuaca, sehingga mereka tidak bisa datang ke Pulo Aceh,” ucapnya.
Tugas para guru PNS ini yang kemudian ditutupi oleh para GTT, sehingga menjadikan GTT sebagai ujong tombak jalannya pendidikan di daerah kepulauan tersebut. “Guru PNS di sana itu fungsinya tak lebih seperti ban serap. Tugas mereka banyak yang ditutupi oleh para GTT,” ujarnya.
Namun sayang, perhatian terhadap para GTT ini sangat minim. Untuk guru SD, honor yang mereka terima hanya sebesar Rp 200.00 per tiga bulan, itu pun kalau ada. Sedangkan untuk guru SMP Rp 2.000 per jam dengan jam mengajar sekitar 2-4 jam per hari, dan guru SMA Rp 15.000-25.000 per jam. “Sebagian GTT telah mengabdi 15 tahun, tetapi jangankan untuk diangkat sebagai PNS, K2 saja nggak dapat,” ujar Dede Kurniawan.
Padahal sebagaimana ditambahkan Sekretaris Forum Guru Daerah 3T, Bismi Aulia, semua GTT itu merupakan warga asli Pulo Aceh yang siap menghadapi risiko apapun demi kemajuan daerahnya sendiri. Mereka disekolahkan oleh negara dan daerah dengan beasiswa penuh untuk jenjang D2 dan S1. “Karena itu kami sangat berharap GTT ini agar bisa diangkat menjadi PNS. Mereka (GTT) semuanya putra-putri Pulo Aceh yang tidak akan meninggalkan Pulo Aceh. Mereka cinta dengan daerahnya sendiri,” imbuh Bismi.
Persoalan ini dia akuinya telah mereka bawa kepada dinas di kabupaten maupun provinsi, dan semuanya ditanggapi dengan bagus. Hanya saya tidak ada solusi karena terbentur dengan aturan. Karena itulah, ia dan empat guru lainnya kemarin menemui anggota dewan, berharap ada solusi untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Pulo Aceh. Apalagi peluang pengangkatan PNS untuk daerah terpencil dan tertinggal ada diatur di dalam UU Aparatur Sipil negara (ASN) dan di dalam Undang Undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) Tahun 2005, pasal 2017 ayat 3.
"Saya sudah delapan tahun mengajar sebagai guru SD di Pulo Aceh. Kami mohon perhatian dari Pemerintah untuk diprioritaskan diangkat jadi PNS atau tenaga kontrak terpencil," harap Dewi Sartika, GTT yang mengajar di SDN 1 Rabo, Pulo Aceh.
Menanggapi hal itu, Anggota DPRA dari PKS, Irawan Abdullah, berjanji akan menyampaikan harapan para GTT Pulo Aceh kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). “Ini sangat mendesak untuk menyelamatkan generasi kita dalam menuntut ilmu di kawasan pedalaman,” katanya.
Hal senada diutarakan Rafli Kande. Dia siap membantu menfasilitasi para guru-guru tersebut jika datang ke Jakarta untuk bertemu dengan Menpan RB. Sementara Wakil Ketua DPRK Aceh Besar, Zulfikar Aziz SE, mengatakan, juga berjanji akan memperjuangkan aspirasi para guru tersebut.
Zulfikar mengaku sudah mendengar dari Ombudsman tentang kinerja ASN di Pulo Aceh yang kurang efektif dalam menjalankan tugasnya, padahal mereka telah diberi gaji dan tunjangan. “Karena itu, harapan kami juga sama dengan harapan para guru-guru di sana, kita berharap para honorer putra/putri di Pulo Aceh itu bisa diprioritaskan untuk diangkat jadi PNS maupun tenaga kontrak daerah,” ujar Zulfikar.(asnawi luwi)