Hari Santri
Peringati Hari Santri, Walkot Subulusalam dan Pejabat Pakai Sarung
”Ini dalam rangka mendukung Subulussalam menjadi kota santri,” kata Affan Bintang kepada Serambinews.com beberapa waktu lalu.
Penulis: Khalidin | Editor: Nur Nihayati
”Ini dalam rangka mendukung Subulussalam menjadi kota santri,” kata Affan Bintang kepada Serambinews.com beberapa waktu lalu.
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Wali Kota Subulussalam, H Affan Alfian Bintang SE bersama segenap pejabat di sana mengenakan memakai pakaian ala santri berupa kain sarung acara puncak perayaan Hari Santri Nasional (HSN) 2019..
Kegiatan itu digelar di Kota Subulussalam, Selasa (22/10/2019) di Lapangan Beringin Subulussalam.
Kain sarung menjadi pakaian bawahan pengganti celana panjang dan dilengkapi baju koko hingga peci atau kopiah. Sementara, perempuan memakai pakaian muslimah.
• BREAKING NEWS - Sopir Mengantuk, Truk Tangki Asal Medan Terbalik di Trumon Tengah, Ini Kerugiannya
• 20 Santri Juara MQK Wakili Bireuen ke Provinsi, Ini Nama-nama Peraih Juara
• Ruas Jalan Bireuen-Takengon Rawan Longsor, Ini Dilakukan Personel Polsek Juli
Pantauan Serambinews.com di lapangan, Bahkan, selain pejabat sejumlah tamu yang datang pun juga mengenakan sarung.
Pakaian yang dikenakan para peserta upacara tersebut didominasi warna putih. Hal serupa juga terjadi pada kalangan wanita yang mengenakan pakaian serba putih.
Pakaian ala santri berupa kain sarung dan peci ini sudah diagendakan Walkot Affan Bintang jauh sebelum puncak HSN berlangsung.
”Ini dalam rangka mendukung Subulussalam menjadi kota santri,” kata Affan Bintang kepada Serambinews.com beberapa waktu lalu.
Wali Kota Subulussalam, Affan Bintang membacakan pidato Menteri Agama RI terkait peringatan Hari Santri 2019 yang mengusung tema "Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia".
Isu perdamaian diangkat berdasar fakta bahwa sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama.
Dikatakan, sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural dan multikultural.
Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. Semangat ajaran inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia.
Disebutkannya, setidaknya ada sembilan alasan dan dasar mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian. Pertama, kesadaran harmoni beragama dan berbangsa mengingat kalangan santri berperan sangat besar sejak masa penjajahan, perebutan kemerdekaan hingga melawan disintegrasi yang coba merongrong NKRI.
Kedua, kebiasaan mengaji dan mengkaji dalam sistem pembelajaran pesantren yang membuat santri dididik untuk belajar menerima perbedaan namun tetap bersandar pada sumber hukum yang otentik dan Ketiga, prinsip khidmah (pengabdian) para santri, yang merupak ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial, imbuhnya.