Tak Berpenduduk Tapi Terima Dana Desa

Uniknya Kampung Perkebunan Alurjambu (1)

Kampung Perkebunan Alurjambu di Kecamatan Bandarpusaka, Aceh Tamiang, menjadi sorotan. Pasalnya, kampung yang sejatinya merupakan areal perkebunan

Editor: hasyim
SERAMBI/RAHMAD WIGUNA
Pondok karyawan di Perkebunan Alurjambu yang dianggap sebagai permukiman penduduk terlihat kosong dan tidak terawat. Kampung yang berada di areal HGU perkebunan sawit ini sudah pernah diusulkan dihapus pada tahun 2014 lalu. Foto direkam beberapa waktu lalu. SERAMBI/RAHMAD WIGUNA 

Kampung Perkebunan Alurjambu di Kecamatan Bandarpusaka, Aceh Tamiang, menjadi sorotan. Pasalnya, kampung yang sejatinya merupakan areal perkebunan sawit milik perusahaan swasta ini, disebut-sebut tidak berpenghuni, tapi masuk dalam daftar penerima alokasi dana desa.

Penelusuran Serambi, kampung ini mulai menerima alokasi dana desa sejak tahun 2015. Kala itu, kampung ini tercatat memiliki penghuni sekitar 21 kepala keluarga. Jumlah penduduk ini tentunya tidak cukup syarat untuk sebuah desa.

Dikutip dari hukumonline.com, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), salah satu syarat pembentukan sebuah desa di wilayah Sumatera memiliki penduduk paling sedikit 4.000 jiwa atau 800 kepala keluarga.

Data pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPMKPPKB) Kabupaten Aceh Tamiang, saat ini ada 17 KK yang tercatat sebagai penduduk Kampung Perkebunan Alurjambu. Namun, para penduduk itu tinggal di kampung tetangga, Alurjambu dan Blangkandis.

Saat Serambi datang ke lokasi, Rabu (30/10) lalu, sama sekali tidak terlihat penduduk di kampung ini. Informasi diperoleh, Datuk Penghulu Kampung Perkebunan Alurjambu, tinggal di kampung tetangganya yang bernama Alurjambu.

Kepala DPMKPPKB Aceh Tamiang Tri Kurnia mengakui secara kasat mata Kampung Perkebunan Alurjambu tidak layak berdiri sendiri dan cocok dileburkan dengan kampung terdekat. Namun berdasarkan Permendagri Nomor 1/2017 tentang Penataan Desa, kelayakan keberadaan sebuah kampung tidak hanya dinilai dari faktor jumlah penduduk, namun harus merujuk aspek lain, seperti pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan pembinaan kemasyarakatan.

"Dan yang terpenting selama kampung itu masih terdaftar dan teresgitrasi di Kemendagri, maka tidak ada alasan kita untuk tidak mencairkan ADD. Itu amanah Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa," kata Tri.

Dia juga menjelaskan besaran ADD terhadap sebuah kampung sudah ditentukan oleh tim di Jakarta. Besaran angka ini dipastikannya sudah melalui empat indikator, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan dan indeks kesulitan geografis. "Ditambah satu lagi alokasi afirmasi. Maksudnya dilakukan penilaian apakah kampung itu masuk kategori miskin atau tidak. Jadi yang menentukan bukan kami, tapi pusat," kata Tri.

Dalam kesempatan itu, Tri mengingatkan kembali datok penghulu di 213 kampung di Aceh Tamiang memanfaatkan ADD untuk kepentingan daerah. Selama ini, kata Tri, banyak datok penghulu terjerat hukum karena tidak mampu memisahkan kepentingan daerah dengan pribadi.(bersambung)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved