Sosok Inspiratif
Kisah Siti Narimah, Penjual Sayur Asal Aceh yang Mampu Sekolahkan Anaknya Sampai ke Amerika
Tanpa ada rasa lelah, ia membesarkan anak-anaknya untuk menggapai cita-cita dengan menjual sayur.
Penulis: Ansari Hasyim | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Rawut wajah Siti Narimah tampak berseri.
Rabu malam, 6 November lalu, langkahnya gontai menuju panggung Balai Kartini, Jakarta.
Di antara banyak undangan yang dipanggil ke atas panggung, Narimah adalah yang paling tua, berusia sekira 70 tahun.
Malam itu, ia berdiri bersama undangan lain untuk menerima sebuah penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Narimah terpilih sebagai salah satu penerima anugerah untuk kategori "Orang Tua Hebat 2019".
Anugerah ini diberikan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD dan Dikmas) Kemendikbud pada malam Apresiasi Orang Tua Hebat Tahun 2019.

Penghargaan ini diberikan kepada 32 orang tua dari seluruh di Indonesia.
Salah satunya Siti Narimah, wanita asal Aceh yang dinilai berhasil mendidik, mengasuh, dan menghidupi tujuh orang anaknya.
Sosok yang tegar
Siti Narimah terbilang sosok yang tegar dan sabar dalam mendidik anak-anaknya.
Ia membesarkan ketujuh anaknya seorang diri.
Menurut cerita, Siti Narimah atau biasa disapa Mak Cut sehari-hari bekerja sebagai penjual sayur di Lampasi, Aceh Besar.
Ia tidak sekolah dan seorang buta huruf.
• Aula Andika Fikrullah, Anak Tukang Sayur yang Lolos Beasiswa ke AS Setelah 53 Kali Gagal
Suaminya Ridwan Kr menjadi korban konflik Aceh pada Januari 2004.
Suaminya bukanlah bagian dari separatis.
Namun suratan takdir telah menentukan jalan hidupnya.
Pada Kamis di Januari 2004, merupakan hari ditemukannya ia dengan kondisi tak bernyawa, tak jauh dari sawah yang dia garap.
Kepergian suami menghadap sang Ilahi menjadikan Narimah harus bekerja keras menghidupi anak-anaknya.
Orang tua single
Mak Cut berperan sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya.
Tanpa ada rasa lelah, ia membesarkan anak-anaknya untuk menggapai cita-cita dengan menjual sayur.
Perjuangannya tidaklah sia-sia.
Satu dari tujuh anaknya kini sedang menempuh studi di Amerika Serikat.
Ia bernama Aula Andika Fikrullah, mahasiswa pascasarjana untuk program Master of Science in Instructional Technology di Lehigh University, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS).
Kegigihan Mak Cut inilah yang membawanya terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan Orang Tua Hebat 2019 dari Kemendikbud.
Merasa sedih
Kabar bahagia ini tentu membuat Aula yang sedang berada di Amerika merasa bahagia dan haru.
Dalam satu postingan di akun instagramnya, Aula merasa bangga sekaligus bersedih.
Kesedihan itu diluapkan Aula karena ayahnya yang telah pergi menghadap Ilahi tidak bisa mendampingi ibunya saat menerima piagam penghargaan tersebut.
"Malam ini aku hanya ingin menyatakan AKU CINTA KALIAN, AKU MERINDUKAN KALIAN dan AKU INGIN SEKALI MEMELUK KALIAN BERDUA DI SAAT YANG BERSAMAAN, Paaaak, maaaak! Allahummagfirlahu Pak Ridhwan Kr Is. Allahummagfirlahu. Selamat atas terpilihnya kalian berdua sebagai ORANG TUA HEBAT 2019 Indonesia!" tulis Aula.
Gigih meraih cita-cita
Aula Andika Fikrullah Al Balad, adalah alumnus Pendidikan Fisika Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dari beasiswa Bidikmisi.
Setelah lulus ia mendapat beasiswa USAID Prestasi tahun 2018 setelah 53 kali gagal.

Aula berkesempatan melanjutkan studi pascasarjana untuk program Master of Science in Instructional Technology di Lehigh University, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS).
Aula lahir di Lampasi Engking, Darul Imarah, Aceh Besar menjadi salah satu dari 23 penerima beasiswa USAID Prestasi 2018.
“Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Intinya jangan pernah menyerah dan jangan biarkan penolakan menghentikan langkah kita, insya Allah selalu ada jalan,” ujar Aula kepada Serambinews.com beberapa waktu lalu.
Aula merupakan anak pertama di keluarganya yang mengenyam pendidikan.
Ayahnya meninggal dalam konflik separatis Aceh 14 tahun lalu dan hanya lah tamatan sekolah rakyat.
Sementara ibunya tidak pernah sekolah dan hanya berjualan sayur untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“Jangan sampai keterbatasan ekonomi menghalangi diri untuk terdidik. Saya percaya pendidikan adalah karunia terpenting dalam hidup,” katanya.
Aula menjelaskan bahwa sejak didirikan pada tahun 2007, program beasiswa USAID Prestasi telah memperkuat hubungan diplomatik dan mendorong kerja sama timbal balik antara Amerika Serikat dan Indonesia.
Dikatakan, beasiswa ini membantu ratusan siswa belajar untuk gelar master di bidang akademik.
Banyak siswa yang telah berpartisipasi dalam Program Prestasi dan melanjutkan karier di pemerintahan, industri, kampus, dan memimpin komunitas mereka.(*)