Pengedar Narkoba Dituntut Mati, JPU Kejari Tamiang Sudah 11 Kali Lakukan Tuntutan
Terdakwa pengendar narkoba, Kamal alias Kemal (46) dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri ) Kejari Aceh Tamiang
KUALASIMPANG - Terdakwa pengendar narkoba, Kamal alias Kemal (46) dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri ) Kejari Aceh Tamiang pada Kamis (14/11). Kamal merupakan terdakwa kesebelas yang dituntut mati sepanjang 2019.
Kejari Aceh Tamiang kembali menuntut mati penyelundup narkoba dalam persidangan di PN Kualasimpang, Kamis (14/11). Tuntutan mati ini diarahkan JPU kepada Kamal alias Kamel (46) warga Cintaraja, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang yang sebelumnya ditangkap BNN dari sebuah rumah di Sungai Iyu, Bendahara, 14 Mei lalu.
Dalam materi tuntutannya, JPU menjelaskan ketika itu petugas menyita sebuah koper berisi 15,6 kilogram sabu-sabu dan 9.900 butir pil berlogo ikan yang belakangan diketahui sebagai narkotika jenis PMMA yang memiliki kandungan Para Metoksi Metilam Fetamina.
Kasipidum Kejari Aceh Tamiang, Roby Syahputra yang dikonfirmasi seusai sidang menjelaskan tindakan terdakwa telah bertentangan dengan Pasal 114 ayat (2) tentang Narkotika. "Dalam persidangan terhadap terdakwa Kamal, tim penuntut mengajukan tuntutan hukuman mati," kata Roby.
Dia menjelaskan tuntutan ini sudah sebanding dengan kejahatan terdakwa yang mengancam keselamatan banyak anak bangsa. Sidang yang dipimpin hakim Irwan Syahputra Sitorus ini dilanjutkan pekan depan untuk mendengarkan pembelaan terdalwa.
Sebelumnya, sepuluh terdakwa yang juga terjerat kasus narkotika lolos dari jeratan hukuman maksimal ini karena divonis lebih rendah. Tuntutan mati ini pertama kali diajukan JPU terhadap delapan terdakwa sekaligus, yakni Ibrahim bin Hasan alias Ibrahim Hongkong, Abdul Rahman, Firdaus, Ibrahim Ahmad, Ibrahim Jampok, Joko Susilo, Renaldi Nasution dan Safwadi pada 2 April 2019.
Ketua tim JPU Kejari Aceh Tamiang, Teddy Lazuardi, ketika itu menjelaskan para terdakwa merupakan jaringan internasional yang sudah mengedarkan sabu-sabu ke sejumlah wilayah di Aceh Timur dan Lhokseumawe. Dalam aksinya mereka kerap menggunakan sandi khusus 88 untuk menghindari kecurigaan aparat keamanan.
Namun dalam vonis yang dibacakan hakim ketua Fadhli pada 30 April 2019, seluruh terdakwa dijatuhi hukuman lebih ringan, yaitu masing-masing terdakwa dihukum penjara 20 tahun. Tuntutan hukuman mati kembali diajukan Kejari Tamiang terhadap Edi Syahputra alias Edi Samurai (41) dan Maman Nurmansyah (35), keduanya warga Sungai Iyu, Aceh Tamiang dalam persidangan di PN Kualasimpang, Rabu (9/10/2019).
Keduanya terlibat penyelundupan sabu-sabu 67,4 kilogram dari Malaysia melalui perairan Kualapenaga, Seruway, Aceh Tamiang. Menariknya, ketika kasus ini diusut BNN, kedua terdakwa sama-sama sedang menjalani hukuman.
Maman Nurmansyah ketika itu sedang dihukum penjara delapan bulan di Malaysia dan Edi Samurai mendekam di LP Cipinang setelah divonis 19 tahun penjara oleh PN Tebingtinggi, Sumatera Utara terkait narkotika.
Namun fakta di persidangan dinilai hakim belum cukup untuk memenuhi tuntutan jaksa. Hakim kemudian memvonis keduanya hanya 20 tahun penjara. Keputusan hakim ini bukannya tidak disoroti jaksa. Kasipidum Kejari Aceh Tamiang, Roby Syahputra dalam beberapa kesempatan menilai vonis terhadap sepuluh terdakwa itu belum mewakilkan azas keadilan dan efek jera bagi pelaku lain.(mad)