Ketika Lebih Besar Pasak Dar ipada Tiang; Pelajaran Dari Kisah Katak Hendak Menjadi Lembu
Katak hendak menjadi lembu mengisahkan kehidupan seorang tokoh utama yang bernama Suria. Suria bekerja sebagai manteri kabupaten di kantor patih
* Karya Nur Sutan Iskandar
Oleh : Nurhaida, S.Pd., S.Psi. | Pengkaji Kebahasaan di Balai Bahasa Aceh
Katak hendak menjadi lembu merupakan satu roman dari beberapa karya Nur Sutan Iskandar. Ia merupakan sastrawan Angkatan Balai Pustaka. Katak hendak menjadi lembu mengisahkan kehidupan seorang tokoh utama yang bernama Suria. Suria bekerja sebagai manteri kabupaten di kantor patih Sumedang. Gajinya tidak begitu besar, tetapi gaya hidupnya tidak sesuai dengan keadaan ekonominya. Ia suka membeli barang-barang dan makanan yang mahal harganya.
Hal tersebut membuat istrinya kewalahan mengatur gaji suaminya yang tidak mencukupi untuk membeli barang-barang dan makanan yang disukainya. Oleh karena itu, barang-barang dan makanan tersebut dibeli dengan cara berutang. Istrinya yang bernama Zubaidah seringkali harus menanggung kesusahan akibat perilaku suaminya yang suka hidup bermewahan di luar kesanggupan keuangan mereka. Zubaidah yang menanggung perasaan malu.
Zubaidah harus pandai mengatur perasaannya agar tiada tampak kesusahan hatinya di hadapan orang-orang lain di sekitarnya karena susahnya kondisi keuangan keluarganya seperti dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.
Zubaidah berdiam diri sejurus, menarik nafas panjang pula, sedang air mukanya bertambah keruh juga. “Rupa senang, Nampak di luar sentosa, selesai, tetapi di dalam kusut sebagai benang dilanda ayam. Bagaimana hidup akan senang, kalau tiada berkecukupan? Dan bagaimana pula hidup akan dapat berkecukupan , kalau bayang-bayang tiada sepanjang badan, kalau belanja tiada diukur dengan pendapatan? Gaji Suria kecil, pintu rezeki kami sangat sempit. Aku tahu dan Suria pun lebih tahu lagi!
Tetapi ia...priyayi, amtenar BB¹), mesti hidup lebih daripada orang ebanyakan! Lonjaknya, gayanya, jika tidak akan lebih mesti sama dengan amtenar lain-lain!! Ia harus mulia di mata orang! Akan mencapai ketegakan serupa itu dan akan memelihara derajat jangan sampai
turun, walau pasak besar daripada tiang sekalipun, ia tiada peduli apa-apa rupanya. Aku—yang memegang rumah tangga, yang selalu mesti mengetahui perikeadaan dalam rumah sampai sudut-sudut bilik dan ke balik-balik tungku,--aku senantiasa menanggungkan sekalian akibat perbuatannya. Aku yang selalu berhadapan dengan orang warung, aku yang bertentangan dengan si penagih utang! (Katak Hendak Jadi Lembu halaman 11).
BB yang disebutkan dalam kutipan di atas adalah Binnelandsch Bestuur, Pemerintahan dalam Negeri. Perilaku boros yang terdapat dalam diri Suria tidak juga hilang setelah ayahnya meninggal. Ayahnya yang merupakan orang kaya meninggalkan harta yang banyak. Akan tetapi, harta benda itu dihabiskannya sesuka hatinya hingga harta yang ditinggalkan ayahnya untuknya habis jua. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini.
Dalam pada itu hak alam berlaku juga. Panas tiada sampai petang. Air laut pun, jika senantiasa ditimba, lambat laun akan kering juga. Istimewa pula harta benda! Memang harta pusaka yang dikemudikan oleh Suria yang boros itu, habis sudah. Licin tandas! Ketika itu baru teringat kebenaran, baru timbul sesal.....(Katak Hendak Jadi Lembu halaman 17).
Perilaku Suria membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan dalam rumahnya, ikut menambah beban ekonomi yang dialami oleh keluarganya. Ketika itu Suria membeli barang-barang lelang yang dilelang untuk orang-orang kaya dalam kota. Suria ikut dalam lelang tersebut. Ia lalu membawa pulang barang-barang yang dibelinya dengan tawaran harga yang lebih tinggi daripada harga yang diajukan oleh orang lain. Hal tersebut semakin menambah kerisauan Zubaidah istrinya. Barang-barang yang dibeli oleh Suria hanya menambah beban utang-utang yang sudah lebih dahulu ditanggungnya seperti kutipan yang terdapat dalam kutipan berikut ini.
Bertambah risau pikiran Zubaidah melihat barang-barang itu. Sesak nafasnya. Tak disangka-sangkanya Suria akan melelang sebab sedikit pun tak ada ia berkata lebih dahulu kepadanya. Apalagi kebanyakan barang-barang itu tiada perlu baginya. Apa gunanya jambangan bunga itu? Sedangkan yang sudah ada saja pun hampir tak terpelihara lagi. Apa gunanya lemari dan kursi, sedang rumah sudah sesak oleh berkakas? Burung. Siapa yang akan menjaga dan memberi makan binatang itu? Zubaidah mengeluh, menarik nafas panjang.
Tetapi Cuma keluh jua yang keluar dari mulutnya. Dan pada mukanya tiada ditampakkannya perasaan hatinya. Dengan simpul-simpul jua barang-barang itu diterimanya. Apa dayanya? Akan ditolak? Tak mungkin, mustahil barang yang sudah dibeli pada lelang dapat dikembalikan!
Ketika Suria menghitung utangnya pada lelang itu lebih daripada tengah dua kali lipat ganda jumlah gajinya sebulan. Zubaidah tak dapat menahan hati lagi. Dengan tiada berkata sepatah kata jua ia pun pergi ke dalam bilik, lalu menangis dengan amat kesal dan sedih.
Sedangkan utang yang telah ada saja sudah mengurangkan tidurnya, istimewa pula ditambah dua tiga ratus lagi! (Katak Hendak Jadi Lembu halaman 84).
Kisah Katak Hendak Menjadi Lembu Karya Nur Sutan Iskandar memberikan pelajaran berharga bagi pembacanya. Belanja atau pengeluaran hendaknya disesuaikan dengan penghasilan atau gaji yang diterima. Jangan sampai lebih besar pasak daripada tiang; lebih besar pengeluaran daripada pendapatan atau penghasilan.