Wacana Ujian Madrasah Pakai Hp, Penjual Mi Bingung Cari Duit Beli Android untuk Anak

Sehari setelah pemberitaan itu muncul di media, kondisi berubah. Ujian memakai Hp spontan dibatalkan atau tidak dipaksakan

Editor: bakri
DOK SERAMBI
Murid MIN 50 Bireuen, di Desa Juli Cot Meurak, Kecamatan Juli, mengikuti simulasi ujian mengggunakan android atau komputer di sekolah tersebut, Selasa (17/9/2019). 

Sehari setelah pemberitaan itu muncul di media, kondisi berubah. Ujian memakai Hp spontan dibatalkan atau tidak dipaksakan. Kakankemenag Pidie, Fadhli SAg, memanggil semua kepala madrasah di kantor setempat, Jumat (22/11/2019).

Awalnya pria paruh baya ini sempat kebingungan. Ayah lima anak ini pusing tujuh keliling untuk memenuhi keinginan anaknya. Pria yang tak ingin disebutkan namanya ini berasal dari Delima, Pidie. Ia sehari-hari bekerja sebagai penjual mi pada salah satu warung kopi. Satu dari lima anaknya bersekolah pada salah satu madrasah di Pidie. Sekitar lima hari lalu, pria itu diminta oleh anaknya membelikan handphone (Hp) android untuk ikut ujian.

Sebut saja namanya Agam (bukan nama sebenarnya) ingin mengikuti ujian akhir madrasah pada Desember mendatang. Agam adalah siswa pada salah satu madrasah di Kabupaten Pidie. Ayahnya penjual mi di warung kopi dengan pendapatan sekitar Rp 40.000 per hari. "Paling laku 14 bungkus, atau lebih sedikit," kisah ayah Agam yang minta namanya dirahasiakan.

Karena itu, saat diminta anaknya dibelikan Hp, sang ayah harus mengurut urat dahi. "Saya bingung. Sebab, yang ada sama saya dan keluarga cuma Hp tet tot...,” ujarnya dengan nada sedih. Makanya, ia belum bisa mengumpulkan uang paling tidak Rp 2 juta untuk membeli satu Hp android yang bisa dipakai anaknya untuk ujian akhir semester ini.

Ia masih bingung. Namun, kepada anaknya pria ini berjanji akan mencari jalan keluar supaya bisa membeli Hp android sehingga bisa ikut ujian. Ia memberi harapan agar anaknya tidak putus asa. Tapi, di sisi lain pria tersebut sempat meminta istrinya agar menyarankan anak mereka untuk berhenti sekolah dan belajar ke pesantren saja. Tapi, keinginan itu ditepis istrinya karena pendidikan juga sangat penting. Ibu dari Agam tidak mau anaknya bodoh seperti dirinya yang tidak tamat SMA.

Cerita sedih lainnya juga diungkapkan beberapa wali murid yang menghubungi Serambi, secara terpisah, Kamis (21/11). Ir yang mengaku wali murid pada salah satu madrasah ibtidaiyah (MI) sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci. Gajinya Rp 300.000 sebulan. Ia belum tahu harus bagaimana memenuhi permintaan anaknya agar dibelikan Hp untuk ikut ujian.

Lain halnya dengan seorang wali siswa di madrasan aliyah (MA) wilayah pinggiran. Meskipun pihak sekolah tidak memaksa harus beli Hp, tapi ia berpikir bagaimana anaknya bisa belajar atau ikut ujian kalau tidak ada Hp sendiri. Jangankan untuk membeli, Hp android saja belum pernah dilihat oleh ibu tersebut. Perempuan ini sehari- harinya bekerja di sawah milik orang. Sementara suaminya sudah meninggal dunia.

Sejumlah wali murid lain yang menyekolahkan anaknya pada madrasah di bawah Kementerian Agama (Kemenag), sempat mengeluhkan sistem ujian nasional berbasis online. Keluhan tersebut muncul menyusul adanya permintaan dari pihak madrasah agar peserta didik menyediakan smartphone hingga laptop untuk bisa mengikuti ujian online. Ada juga orang tua yang berharap anaknya mau pindah pendidikan ke pesantren jika pihak madrasah tetap mewajibkan pembelian Hp untuk ikut ujian.

Untuk diketahui, Kanwil Kemenag Aceh pada 29 Oktober 2019 mengeluarkan edaran, dimana salah satu poinnya meminta Kankemenag kabupaten/kota mengkoordinir pelaksanaan ujian semester berbasis online.

Tidak dipaksa

Sehari setelah pemberitaan itu muncul di media, kondisi berubah. Ujian memakai Hp spontan dibatalkan atau tidak dipaksakan. Kepala Kantor Kementrian Agama (Kakankemenag) Pidie, Fadhli SAg, memanggil semua kepala madrasah di kantor setempat, Jumat (22/11/2019). Rapat mendadak itu setelah perihal tentang ujian madrasah pakai HP dikeluhkan orang tua diberitakan pada Kamis (21/11/2019).

Tujuan rapat itu adalah untuk meluruskan informasi dan wali murid tidak diberatkan dengan ujian ini. Semua kepala madrasah diminta bijaksana dalam menyampaian sesuatu informasi ke wali murid di sekolah masing-masing.

Ada beberapa poin hasil dari rapat tersebut. Pertama, ujian akhir semester menggunakan Hp tapi boleh diganti dengan ujian memakai kertas dan pensil jika hal itu memberatkan wali murid. Kedua, ujian akhir semester boleh dilaksanakan berbasis android namun semua kebutuhan Hp ditangung oleh madrasah. Kepala madrasah yang mencari solusi untuk ketersediaan HP. "Poin lain, siswa ditegaskan tidak memaksa orang tua membeli Hp baru untuk mengikuti ujian," jelas Kakankemenag Pidie, Fadhli.

Selanjutnya, wali murid bisa melaporkan kepada kepala madrasah jika ada kendala terkait ujian akhir semester anaknya. Hasil rapat itu membuat wali murid lega. "Alhamdulillah kalau ada perubahan, saya lega rasanya. Saya sempat bingung memikirkan ujian untuk anak," ucap penjual mi Aceh tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, wali murid madrasah tsanawiyah (MTs) di Pidie mengeluhkan rencana penerapan ujian akhir madrasah berstandar daerah menggunakan Hp. Orang tua bingung harus membeli HP berbasis android agar anaknya bisa ikut ujian. "Kalau pinjam punya orang lain, mana bisa kita pinjam barang mewah itu," beber seorang wali murid yang mengaju sehari-harinya bekerja sebagai penjual mi. (aya)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved