Wali Murid Aniaya Guru
Kisah Rahmah, 14 Tahun Jadi Guru Honorer Upah Rp 300.000/Bulan, Pengabdiannya Berbalas Penganiayaan
Lalu, sejak tahun 2017 lalu sampai sekarang Rahmah masuk dalam daftar guru honorer Pemko Subulussalam dengan upah Rp 800.000 per bulan.
Penulis: Khalidin | Editor: Nur Nihayati
Lalu, sejak tahun 2017 lalu sampai sekarang Rahmah masuk dalam daftar guru honorer Pemko Subulussalam dengan upah Rp 800.000 per bulan.
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Peristiwa miris mengguncang dunia pendidikan di Kota Subulussalam tepat beberapa hari sebelum momen peringatan Hari Guru Nasional (HGN).
Seorang wali murid tega menganiaya guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Rabu (20/11/2019) lalu.
Sungguh terenyuh menyaksikan persitiwa ini di mana seorang guru honorer yang berkorban ketika melaksanakan tugas mulia mendidik.
• BREAKING NEWS : Lagi, Satu Rumah Terbakar di Subulussalam, Puluhan Warga Bawa Ember Memadamkan
• Rektor Unsyiah Tambah Satu Unit Sepeda Motor untuk Hadiah Funwalk
• Wanita Ini Diceraikan Suami Usai 3 Bulan Menikah, Saat Melahirkan Mantan Pacar Datang, Semua Kaget
Sejarah mencatat kejadian miris ini dengan tinta hitam dunia pendidikan dan moralitas masyarakat. Sikap hormat terhadap guru yang kini semakin sirna bahkan sebaliknya, justru dikasari.
Guru yang menjadi korban penganiayaan wali murid itu bernama Rahmah, Ama. Pd (35) wali kelas III B. Rahmah merupakan guru berstatus honorer yang mengabdi selama 14 tahun terhitung 22 Juli 2005 silam.
Pengabdian putri kedua alm. Marhaban mantan kepala Desa Jambi Baru selama 14 tahun mengajar anak di tempat kelahirannya berbuah pahit karena dibalas dengan penganiayaan oleh wali muridnya.
Rahmah adalah alumni SMAN 1 Simpang Kiri dengan pendidikan terakhir DII PGSD sudah mengabdi di SDN Jambi Baru sejak tahun2005 hingga 2016 lalu sebagai honorer sekolah dengan upah Rp 300.000 per bulan.
Suatu upah yang sangat tidak pantas dengan pengabdiannya mendidik anak bangsa.
Namun, meski upah yang jauh dari kelayakan, ibu dua orang anak ini tetap menggelutinya dengan satu tekad mendidik anak-anak di desanya.
Lalu, sejak tahun 2017 lalu sampai sekarang Rahmah masuk dalam daftar guru honorer Pemko Subulussalam dengan upah Rp 800.000 per bulan.
Angka Rp 800.000 per bulan sebenarnya belum lah layak untuk seorang guru yang mengajar anak-anak negeri ini, namun ini tetap dilakukan Rahmah lagi-lagi demi anak daerahnya.
Sebab, Rahmah tak lagi punya peluang menjadi PNS jika rekrutmen jalur umum lantaran usianya telah mencapai 35 tahun.
Dia hanya berharap manakala ada keajaiban yang dalam istilah honorer disebut ‘pemutihan’ dapat mencicipi dunia ASN. Tapi semuanya hanya angan-angan yang tak bisa terlalu diharapkan.
”Yang penting tujuan utama saya mengabdi untuk daerah, karena memang latar belakang pendidikan saya guru,” kata Rahmah dalam perbincangan dengan Serambinews.com, Minggu (24/11/2019)
Yah, meski tugas hampir sama bahkan mungkin di beberapa daerah malah lebih berat dengan yang berstatus PNS, guru honorer tidak pernah akan mendapat penghargaan dalam pengabdiannya puluhan tahun sekalipun.
Justru, tak jarang guru mendapatkan perlakukan tak pantas seperti yang dialami Rahmah. Jangankan mendapat Satya Lencana dianugerahkan sebagaimana dalam dunia Pegawai Negeri Sipil, sebagai penghargaan yang dalam melaksanakan tugasnya telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan serta telah bekerja terus menerus sekurang-kurangnya 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun
Rahmah justru dianiaya oleh wali muridnya sendiri hingga jilbab yang dikenakan robek dan mengalami memar atau bagian tubuh memerah akibat ditampar dan dicubit. Bukan hanya itu, perlakukan ‘persekusi’ juga kerap dialami oleh Rahmah dalam kurun dua bulan terakhir oleh wali murid yang sama. Pertama Rahmah didatangi sang wali murid 26 Oktober 2019, kemudian 14 November 2019 dan terakhir 20 November 2019 yang berakhir dengan penganiayaan. Penganiayaan terjadi di saat para guru di negeri ini akan memperingati Hari Guru Nasional (HGN) yang berlangsung Senin (25/11/2019) besok.
Tubuh Rahmah yang kecil tak berdaya melawan ganasnya wali murid sang penganiaya dengan postur tubuh lebih besar. Terdapat warna merah bagian lengan Rahmah akibat penganiayaan yang sempat diabadikan dengan kamera handphone. “Saya tak tau bagian mana yang duluan dipukul, karena situasi sudah heboh, saya terus diserang ditampar dan dicubit, jilbab saya dijambak sampai koyak,” terang Rahmah
Penganiayaan dan penyerangan bukan hanya membuat Rahmah terluka dan shock tapi, putra pertamanya Prasetia Aulia Rahman yang masih duduk di kelas satu hingga sekarang masih trauma. Sampai saat ini, sang putra bu guru ini masih ketakutan manakala melihat orang karena sering menyaksikan ibunya diserang dengan kata-kata kasar dan keras. Saat tamu datang silih berganti memberi support kepada Rahmah, sang putra tampak duduk di bagian belakang tubuh sang bunda, tak mampu menatap orang.
Saat dihubungi Serambinews.com, via telepon seluler, meski beberapa kali harus berhenti berbicara lantaran masih dalam kondisi sakit dan bantuk, Rahmah bercerita kronologis penganiayaan yang dia alami. Dia mengaku mengalami penamparan dan dicubit kuat. Waktu itu, kata Rahmah kepalanya sempat memar dan bengkak. Peristiwa itu terjadi Rabu (20/11/2019) pukul 10.30 WIB.
Dikatakan, seperti biasa meski tidak ada jam mengajar sebagai guru dia tetap masuk ke sekolah. Rahmah adalah wali kelas III B, dan beberapa waktu sebelum kejadian tepatnya 22 Oktober anak pelaku berkelahi dengan teman sekelasnya. Saat itu, Rahmah sedang menulis di papan tulis dan diberitahu jika sang murid menangis. Lalu sebagai wali kelas, Rahmah mendamaikan sang murid karena hanya masalah kecil.
Lalu, lanjut Rahmah berselang sepekan yakni Sabtu (26/10/2019) lalu wali murid berinisial SN datang ke dalam kelas saat proses belajar sedang dimulai dan menghampiri langsung anaknya. Rahmah sempat menanyai sang murid mengapa ibunya datang dan ternyata SN (sebelumnya tertulis SH) mendengar hingga kembali masuk. Terjadi cekcok antara sang wali murid dengan Rahmah. Wali murid memprotes soal anaknya yang berantem dan tidak terima. Rahmah berusaha menjelaskan saat kejadian dia tengah menulis sehingga tidak melihat, namun sudah didamaikan. Lagipula, perkelahian sang murid diawali anak pelaku.
Rahmah juga menjelaskan bagaimana dia harus mengendalikan 31 murid di kelas tersebut yang notabene memiliki karakter berbeda. Padahal, kata Rahmah di rumah saja kadang hanya mengurus dua anak bisa juga tidak melihat manakala mereka berkelahi. Wali murid itu menegaskan jika anaknya di rumah sosok disiplin. Sang wali murid pun mennyinggung Rahmah masih guru honorer hingga menyampaikan kata-kata kotor yang tak pantas. Terjadi keributan hingga membuat beberapa guru di sana berdatangan. Dalam video yang beredar tampak wali murid mengeluarkan ucapan bernada penghinaan menyebut guru dan kepala sekolah dengan kata T**k dan M****t.
Saat dihubungi Serambinews.com, via telepon seluler, meski beberapa kali harus berhenti berbicara lantaran masih dalam kondisi sakit dan bantuk, Rahmah bercerita kronologis penganiayaan yang dia alami. Dia mengaku mengalami penamparan dan dicubit kuat. Waktu itu, kata Rahmah kepalanya sempat memar dan bengkak. Peristiwa itu terjadi Rabu (20/11/2019) pukul 10.30 WIB.
Dikatakan, seperti biasa meski tidak ada jam mengajar sebagai guru dia tetap masuk ke sekolah. Rahmah adalah wali kelas III B, dan beberapa waktu sebelum kejadian tepatnya 22 Oktober anak pelaku berkelahi dengan teman sekelasnya. Saat itu, Rahmah sedang menulis di papan tulis dan diberitahu jika sang murid menangis. Lalu sebagai wali kelas, Rahmah mendamaikan sang murid karena hanya masalah kecil.
Lalu, lanjut Rahmah berselang sepekan yakni Sabtu (26/10/2019) lalu wali murid berinisial SN datang ke dalam kelas saat proses belajar sedang dimulai dan menghampiri langsung anaknya. Rahmah sempat menanyai sang murid mengapa ibunya datang dan ternyata SN (sebelumnya tertulis SH) mendengar hingga kembali masuk. Terjadi cekcok antara sang wali murid dengan Rahmah. Wali murid memprotes soal anaknya yang berantem dan tidak terima. Rahmah berusaha menjelaskan saat kejadian dia tengah menulis sehingga tidak melihat, namun sudah didamaikan. Lagipula, perkelahian sang murid diawali anak pelaku.
Rahmah juga menjelaskan bagaimana dia harus mengendalikan 31 murid di kelas tersebut yang notabene memiliki karakter berbeda. Padahal, kata Rahmah di rumah saja kadang hanya mengurus dua anak bisa juga tidak melihat manakala mereka berkelahi. Wali murid itu menegaskan jika anaknya di rumah sosok disiplin. Sang wali murid pun mennyinggung Rahmah masih guru honorer hingga menyampaikan kata-kata kotor yang tak pantas. Terjadi keributan hingga membuat beberapa guru di sana berdatangan.
Para guru pengarahkan untuk diselesaikan di kantor dan dihadapan kepala sekolah namun sang wali murid tetap tidak terima. Bukan hanya itu, sang wali murid juga mengucapkan sederet kata-kata kotor dan kasar namun para guru tetap sabar. Usai kejadian, guru mengundang muspika untuk encari solusi. Namun, lagi-lagi beberapa hari kemudian datang lagi suami SN. Rahmah takut hingga meminta bantuan Satpam menemani ke kelas. Ternyata suami SN mempersoalkan tangan anaknya ada luka cubitan.
Para guru, kata Rahmah ada menanyai sang murid apakah tangannya dicubit wali kelas. Sang anak membantah. Begitulah Rahmah terus dihantui karena kerap dicegat sang wali murid. Bahkan akibat hal ini, anak Rahmah yang masih kelas I SD menjadi trauma hingga takut melintas ke sekolah. Kebetulan, untuk ke sekolah Rahmah harus melintas di depan rumah sang wali murid.
Lantas, tepat Rabu (20/11/2019) lalu, rahmah kembali dicegat sang wali murid dan menanyai berbagai masalah. Termasuk permintaan sang wali murid agar anaknya dipesijuek. Rahmah mengaku jika persoalan merupakan tanggungjawab kepala sekolah. Nah, sang wali murid tidak terima hingga terjadi penamparan dan menjambak jilbabnya hingga koyak. Anehnya, kata Rahmah meski ada yang menyaksikan tidak ada warga melerai hingga dia mengalami memar dan luka cubitan.
Dikatakan, saat dianianya dia tak tau lagi lantaran bergumul hingga jilbabnya ikut terkoak. Peristiwa miris ini terjadi tepat di depan pintu gerbang sekolah. Sayangnya, warga yang menyaksikan tidak ada melerai hingga Rahmah mengalami memar. Bahkan akibat penganiayaan, Rahmah belum berani masuk ke sekolah lantaran shock. Rahmah juga masih mengaku ada yang sakit bagian kepala sehingga belum mampu ke sekolah. Kalaupun ke sekolah, kata Rahmah dia harus ditemani karena trauma dan kuatir terhadap wali murid yang menganiayanya.
Rahmah mengaku telah melaporkan ke Mapolsek Sultan Daulat atas penganiayaan yang menimpanya dengan nomor surat tanda laporan LP-B/12/XI/2019/Sek Sultan Daulat 2019. Ramah telah di BAP penyidik kepolisian T Hendri Safrizal, Kamis (21/11/2019) lalu.
Di kepolisian sempat ada upaya mediasi namun pelaku dikabarkan tidak mau menghadiri panggilan polisi. Lantaran itu, Rahmah berharap kasus yang menimpanya ini dapat diproses hukum secara tunts agar tidak ada lagi kejadian serupa menimpa guru lain di manapun.”Saya berharap kasus ini diproses secara hukum sampai tuntas. Jangan sampai ada lagi kejadian sama yang menimpa guru. Terus terang kami trauma,s aya masih shock, anak saya takut,” ujar Rahmah.
Seperti diberitakan sebelumnya, kabar duka menyelimuti dunia pendidikan di Kota Subulussalam tepat beberapa hari sebelum peringatan hari guru nasional. Rahmah (35) seorang guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam dikabarkan dianiaya oleh wali murid hingga mengalami luka memar dan shock berat.
Informasi yang dihimpun Serambinews.com, penganiayaan terhadap Rahmah guru honorer tersebut terjadi Rabu (20/11/2019) lalu namun baru heboh pada Sabtu (23/11/2019) hari ini. Heboh lantaran banyaknya warga mengecam aksi main hakim terhadap guru di Kota Sada Kata ini. Apalagi kejadian ini di tengah momen menjelang hari guru nasional
Rahmah yang dikonfirmasi Serambinews.com, membenarkan kejadian penganiayaan terhadapnya yang dilakukan wali murid. Rahmah yang dihubungi masih dalam keadaan shock dan menceritakan kronologis hingga pristiwa pemukulan terhadapnya. Rahmah mengaku hanya mengingat beberapa pemukulan yang dialaminya berupa penamparan hingga membuat memar dan kepalanya bengkak. Selain itu, pelaku berinisial SN alias MP itu juga mencubitnya hingga membiru.
Dikatakan, saat dianianya dia tak tau lagi lantaran bergumul hingga jilbabnya ikut tersingkap. Peristiwa miris ini terjadi tepat di depan pintu gerbang sekolah. Sayangnya, warga yang menyaksikan tidak ada melerai hingga Rahmah mengalami memar. Bahkan akibat penganiayaan, Rahmah belum berani masuk ke sekolah lantaran shock. Rahmah juga masih mengaku ada yang sakit bagian kepala sehingga belum mampu ke sekolah. Kalaupun ke sekolah, kata Rahmah dia harus ditemani karena trauma dan kuatir terhadap wali murid yang menganiayanya.
Rahmah mengaku telah melaporkan ke Mapolsek Sultan Daulat atas penganiayaan yang menimpanya dengan nomor surat tanda laporan LP-B/12/XI/2019/Sek Sultan Daulat 2019. Ramah telah di BAP penyidik kepolisian T Hendri Safrizal, Kamis (21/11/2019) lalu.
Di kepolisian sempat ada upaya mediasi namun pelaku dikabarkan tidak mau menghadiri panggilan polisi. Lantaran itu, Rahmah berharap kasus yang menimpanya ini dapat diproses hukum secara tunts agar tidak ada lagi kejadian serupa menimpa guru lain di manapun.”Saya berharap kasus ini diproses secara hukum sampai tuntas. Jangan sampai ada lagi kejadian sama yang menimpa guru. Terus terang kami trauma, saya masih shock, anak saya takut,” ujar Rahmah.
Sementara Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Subulussalam Sahruddin Solin dalam keterangan persnya meminta polisi agar menuntaskan kasus ini secara hukum. Sahruddin menyatakan sangat menyayangkan apa yang dilakukan wali murid terhadap guru di daerah tersebut. PGRI sendiri awalnya berbaik hati dengan siap menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap guru diselesaikan secara damai di sekolah. Namun, kata Saruddin, penganiaya belum menghadiri acara perdamaian di sekolah. Lantaran itu, kasus ini pun dibawa ke jalur hukum.”Kami dari PGRI siap untuk mendampingi korban,” kata Saruddin
Ketika ditanyakan apakah PGRI tetap mengharapkan penyelesaian tersebut di jalur hukum, Saruddin menyatakan awalnya sudah pernah ada upaya berdamai. Namun, kata Saruddin lantaran sekarang telah masuk ke ranah hukum maka PGRI akan menunggu proses tersebut diselesaikan sesuai aturan. Ini, kata Saruddin agar tidak adalagi kasus pemukulan terhadap guru terulang di kemudian hari.
Lebih jauh Saruddin mengaku kasus penganiayaan terhadap guru di Kota Subulussalam selama kepemimpinannya di PGRI merupakan kejadian kedua. Semula sempat ada kasus serupa di Suka Makmur, Kecamatan Simpang Kiri. Makanya, Saruddin berharap kasus guru dianiaya ini diselesaikan melalui jalur hukum. “Ini kasus kedua di Subulussalam, intinya kami meminta ini diproses secara hukum,” ujar Saruddin
Saruddin menambahkan, PGRI Subulussalam telah turun ke lokasi menemui korban dan ke polisi. Dari informasi yang diterima PGRI Subulussalam, saat dianiaya korban mengalami memar dan bengkak. Lalu, kata Saruddin, saat pergumulan terjadi korban sempat jatuh ke parit dan jilbabnya ikut tersingkap. Dampak penganiayaan ini membuat korban trauma dan takut mengajar.
Kepolisian sektor (Polsek) Sultan Daulat, Kota Subulussalam telah memproses laporan kasus wali murid yang menganiaya Rahmah (35) guru honorer Sekolah Dasar (SD) Negeri Jambi Baru.”Kasus ini sudah kita tangani, korban telah diperiksa,” kata Kapolres Aceh Singkil AKBP Andrianto Agramuda melalui Kapolsek Sultan Daulat, AKP Dodi saat dikonfirmasi Serambinews.com, Sabtu (23/11/2019) malam.
Kapolsek AKP Dodi mengaku jika penyidik telah memanggil terlapor namun tidak bersedia hadir. Dari sikapnya, kata Kapolsek AKP Dodi, pelaku temperamen sehingga apa yang diarahkan polisi maupun perangkat desa tidak diindahkan. Bahkan surat panggilan polisi yang dikirim melalui kepala desa maupun kadus, pelaku tidak mau menerima. Pelaku menyatakan tidak mau menerima surat polisi. Karenanya, polisi akan kembali melayangkan surat panggilan kedua, Senin (25/11/2019) depan.
Polisi menyatakan tersangka tidak kooperatif dengan aparat penegak hukum. Surat panggilan polisi tidak diindahkan termasuk arahan aparat desa sehingga dinilai melawan. Karenanya, jika surat panggilan kedua tak juga bersedia hadir, polisi akan segera memanggil paksa. Interval pemanggilan secara paksa terhadap pelaku ini dua hari setelah panggilan dilayangkan.”Bisa dikatakan pelaku melawan, karena tidak mengindahkan polisi termasuk aparat desa, tidak open dia. Jadi kita layangkan lagi surat kedua kalau ini juga tidak mau menerima akan dipanggil paksa,” tegas AKP Dodi
Pemanggilan paksa ini dilakukan setelah polisi menempuh secara prosedur. Namun, lanjut AKP Dodi, pemanggilan paksa juga akan tetap memperhatikan kondisi pelaku. Polisi sendiri sudah berupaya mengarahkan penyelesaian secara kekeluargaan. Korban sendiri menurut AKP Dodi sudah berlapang dada untuk diselesaikan secara kekeluargaan namun pelaku justru lebih keras. Bahkan, lanjut AKP Dodi, dari informasi yang mereka dapat di lingkungan masyarakat pelaku juga dikenal agak keras. Kendati demikian, AKP Dodi memastikan tetap memproses masalah ini sesuai hukum.
Terkait korban, AKP Dodi mengaku telah membawa ke Puskesmas Sultan Daulat untuk di-Visum et repertum ( VeR). Sejauh ini, hasil visum belum diterima pihak kepolisian.
Kejadian itu diawali ketika pelaku datang menanyai permasalahan yang ditangani di sekolah lalu dijawab korban telah diatasi kepala sekolah. Lalu korban dicubit dan tempeleng hingga kena pelipis.
Dikatakan, berdasarkan pemeriksaan, korban yang bernama Rahmah saat kejadian terjadi penamparan hingga membuat bekas memerah. Tempeleng atau penampara mengenai pelipis korban hingga ada bekas merah. Lalu terjadi penarikan hingga membuat jilbab korban terkoyak.
”Tapi semua ini nanti akan kita lihat dari hasil visum, Senin nanti sudah keluar. Memang jilbabnya koyak, dan sudah melapor ke polisi kita tangani,” pungkas AKP Dodi. (*)