Konflik yang Tak Berkesudahan, Manusia dan Buaya Saling Buru di Singkil
Konflik manusia dengan buaya tak pernah berkesudahan di Kabupaten Aceh Singkil. Korban telah berjatuhan
Konflik manusia dengan buaya tak pernah berkesudahan di Kabupaten Aceh Singkil. Korban telah berjatuhan. Saling buru pun tak terelakkan. Hukum rimba berlaku, yang kuat lah yang bertahan.
BOCAH bertelanjang dada itu berdiri santai di atas punggung buaya sepanjang 2,5 meter. Anak itu bernama Sabri. Usianya masih belasan tahun. Ia merupakan penduduk Desa Ketapang Indah, Singkil Utara, Aceh Singkil.
Di wajahnya tak tergambar sedikit pun rasa takut dan cemas jika sewaktu-waktu reptil ganas tersebut menyambar. "Tidak takut, karena sudah sering lihat buaya besar di belakang rumah," kata Sabri, Sabtu (14/12/2019).
Sabri dengan tenang memegang ekor buaya. Tidak puas hanya memegang, ia lantas berdiri di punggung buaya sambil memegang potongan bambu.
Amran, bocah lainnya juga melakukan hal serupa. Ia datang menggunakan sepeda motor, tanpa ba bi bu Amran langsung melompat duduk di atas punggung buaya.
Bukan itu saja, anak-anak tersebut sesekali berusuha melepas sepatu yang digigit buaya. Bahkan membuka mulut buaya menggunakan tangan kosong. Buaya tersebut hanya bisa pasrah dijadikan mainan anak-anak tanpa bisa melakukan perlawanan. Lehernya terikat erat di batang pohon kelapa.
Buaya rawa ini ditangkap warga dengan cara dipancing. Warga mulai resah karena belakangan ini banyak yang mengeluh kehilangan unggas peliharaanya, baik ayam maupun bebek. Buaya-buaya itu ternyata tak sabar lagi menunggu di sungai, sehingga memutuskan naik ke darat untuk mencari makanan. Sasaran utamanya ayam dan bebek yang dipelihara di belakang rumah, tak jauh dari lokai sungai.
Resah dengan ulah buaya, warga kemudian memancingnya menggunakan umpan ayam putih. Ayam itu dikaikan di mata pancing yang diikat kawat, lalu di letakang di sungai belakang rumah. Usaha tersebut membuahkan hasil, seekor buaya berukuran 2,5 meter berhasil ditangkap.
"Sering kedarat makan ayam dan bebek, makanya ditangkap," kata Nazar warga Ketapang Indah. Di mulut buaya tersebut masih terlihat seekor ayam yang belum tertelan. Belum diketahui tindakan apa selanjutnya yang akan dilakukan terhadap buaya tersebut.
Konflik manusia dengan buaya di Singkil memang tak pernah berkesudahan. Beberapa nyawa manusia telah melayang. Berdasarkan catatan yang diperoleh Serambi, sudah lebih dari empat manusia yang dimangsa, umumnya nelayan dan pencari lokan.
Buaya-buaya itu kerap muncul di sungai yang berada di wilayah Kecamatan Singkil dan Singkil Utara, yang berdekatan dengan muara. Sungai tersebut merupakan lokasi mencari lokan. Sungai itu juga merupakan tempat memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Saat mencari lokan itulah buaya memangsa. Sedangkan nelayan yang menjadi korban merupakan penduduk Kecamatan Pulau Banyak Barat. Bila sudah jatuh korban, warga biasanya melakukan perburuan terhadap buaya. Setelahnya mereda sampai nanti kembali jatuh korban. Siklus ini terus berulang dari tahun ke tahun tanpa ada solusi untuk menghentikan konflik tersebut.(dede rosadi)