15 Tahun Tsunami Aceh

Kisah Notam A-0764 yang Membuat Aceh Banjir Relawan dan Militer Asing, Lintas Udara Terbuka Bebas  

SBY saat itu menetapkan bencana gempat dan tsunami Aceh sebagai bencana nasional dan TNI mengeluarkan Notam yang mengisyaratkan ruang udara Aceh terb

Penulis: Ansari Hasyim | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/M ANSHAR
Tentara Spanyol saat tiba dengan kapal Galicia di kawasan Lampulo, Banda Aceh, (15, Februari 2005). Mereka datang membawa obat obatan dan makanan untuk korban tsunami Aceh. 

Sultan Iskandar Muda berkisar antara 10-12 pergerakan per hari. Yang lebih unik, baru kini terjadi dalam satu ruang udara, lebih banyak pesawat asing yang beroperasi dibandingkan pesawat milik negara sendiri.

Semuanya secara tertib mengikuti aturan dan petunjuk dari menara pengatur lalulintas udara demi keselamatan terbang bersama.

Kalaupunterjadi hambatan, itu adalah masalah parkir atau kecepatan bongkar muat gara-gara banyaknya kargo yang harus unloading secara manual.

Namun, secara umum ruang udara di Aceh tetap dapat dikontrol dengan baik dan aman.

Bukan cuma pesawat asing, pesawat domestik pun menggunakan ruang udara Aceh dalam menjalankan misi kemanusiaan di Aceh.

Para relawan penerbangan swasta turut pula aktif membantu melakukan evakuasi dan membuka isolasi di Aceh meski mengandalkan pesawat berkemampuan angkut terbatas.

Sejumlah tentara Spanyol berolahraga di depan Stadion H Dimurthala, Lampineueng, Banda Aceh, di sela-sela membantu korban tsunami Aceh, Selasa (15, Februari 2005). Stadion yang merupakan markas Persiraja Banda Aceh ini dijadikan camp tentara Spanyol untuk menempatkan peralatan komunikasi satelit, puluhan truk, alat berat, obat-obatan, dan logistik.
Sejumlah tentara Spanyol berolahraga di depan Stadion H Dimurthala, Lampineueng, Banda Aceh, di sela-sela membantu korban tsunami Aceh, Selasa (15, Februari 2005). Stadion yang merupakan markas Persiraja Banda Aceh ini dijadikan camp tentara Spanyol untuk menempatkan peralatan komunikasi satelit, puluhan truk, alat berat, obat-obatan, dan logistik. (SERAMBINEWS/M ANSHAR)

Minggu pertama pasca tsunami, misalnya, dua maskapai yakni Transwisata Air dan Susi Air, mengerahkan armada pesawat mereka untuk membawa logistik dan mengevakuasi pengungsi terluka.

Dengan  Fokker 28 Mk 50, Transwisata Air berhasil menembus isolasi Pulau Nias dan meneruskan misi Medan-Banda Aceh setiap hari dengan beberapa kali penerbangan.

Susi Air dengan pesawat jenis Cessna Caravan menembus isolasi Meulaboh dengan mendarat di landasan udara Asikin yang rusak parah. Bantuan mereka sungguh terasa bagi para korban yang memang sudah tak berdaya.

Berkat relawan udara inilah beberapa korban berhasil dievakuasi dalam keadaan luka membusuk di sekujur badan.

Para korban yang diangkut ini umumnya dalam keadaan mengenaskan. Ada seorang pria, misalnya, diungsikan dalan keadaan sejumlah rusuk terluka dan menyisakan lubang menganga di dada dekat paru-parunya. Luka tersebut meninggalkan bau busuk di kabin pesawat.

Ritme kerja para relawan air lift sangat melelahkan, tanpa kepastian waktu take off ataupun landing.

Sepanjang hari mereka mengangkut obat-obatan, pasokan logistik, dan para relawan yang ke Aceh; pulangnya mengangkut pengungsi terluka, para warga lanjut usia, dan anak-anak.

Dua bulan pascatsunami kondisi Aceh sudah jauh lebih baik. Maklum, banyak relawan asing ikut bekerja keras mengevakuasi dan menolong korban yang masih bisa diselamatkan.

Relawan asing ini berasal dari LSM, badan dunia, militer, dan individu. Mereka sangat membantu meringankan penderitaan warga.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved