15 Tahun Tsunami Aceh
Cerita Dibalik Kemah Tsunami di Aceh Barat, Doa dan Zikir Menggema di Lahan Bekas Bencana 2004 Silam
“Daerah ini tempat saya lahir dan bermain ria hingga menjelang dewasa dulu, namun kini sudah berubah. Saya hanya bisa menangis teringat ayah, ibu,...
Penulis: Sadul Bahri | Editor: Nurul Hayati
“Daerah ini tempat saya lahir dan bermain ria hingga menjelang dewasa dulu, namun kini sudah berubah. Saya hanya bisa menangis teringat ayah, ibu, adik, nenek, dan sebagian saudara saya lainnya yang hilang bersama gelombang besar dan tidak tau di mana jasadnya,” tutur Saedah (45) dengan perasaan sedih malam itu.
Laporan Sa’dul bahri | Aceh Barat
SERAMBINEWS.COM, MEULABOH – Sebuah desa di kawasan pesisir, sebelumnya memiliki kehidupan yang lumayan ramai penduduknya dari zaman ke zaman.
Desa itu bernama Desa Pante Mutia, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat.
Kini, desa tersebut tinggal kenangan.
Dimana ratusan nyawa hilang pada 26 Desember 2004 silam.
Akibat diterjang gelombang tsunami yang begitu dahsyat.
Dalam tragedi tersebut, sekitar 142 nyawa melayang.
• Film Hanum & Rangga: Faith & The City, Tayang di Bioskop Spesial Trans TV Malam Ini

Setelah diporak-porandakan oleh bencana yang menggegerkan dunia.
Semua bangunan rumah disapu bersih oleh gelombang besar.
Peristiwa maha dahsyat tersebut bahkan yang tidak menyisakan bekas.
Hal ini karena, desa tersebut berada dekat pantai.
Dengan jarak sekitar 3 kilometer dari jalan nasional.
Ke arah berdekatan dengan perbatasan Aceh Barat dengan Aceh Jaya.
Sementara sebagian dari penduduk asli desa itu, selamat dari bencana.
Karena mereka kala tidak berada di tempat.
Sedangkan sebagian kecil lainnya juga selamat dari hempasan gelombang.
Sementara sebagian lainnya hilang.
Tanpa diketahui dimana jasatnya.
• Korban Hilang di Krueng Sakoy Masih Misterius
Sebagian dari penduduk desa itu kini berpencar ke berbagai daerah.
Guna membangun kehidupan baru.
Pemerintah telah membangun perumahan secara khusus.
Kepada keluarga korban tsunami yang direlokasi ke daerah lain.
Namun, masih di kawasan Kecamatan Arongan Lambek.
Meskipun mereka dipisahkan oleh bencana tsunami, namun kini telah dibangun sejarah baru untuk anak cucu dan generasi sekarang.
Dimana mereka yang masih hidup semuanya, tetap bisa bertemu dalam silaturrahmi.
• TA Khalid Serap Aspirasi Eks Kombatan GAM Daerah IV Pase

Serta menggelar doa bersama di tanah kelahiran mereka itu.
Inisiatif warga setiap peringatan tsunami, khususnya penduduk asli desa setempat, membangun sebuah tenda atau kemah.
Dengan ukuran sekitar 2x3 meter yang bertiang babambu beratap terpal plastik.
Puluhan kemah-kemah tersebut dibangun berjejer.
Untuk tempat mereka berteduh semalam saja.
Selama semalam suntuk, penghuni kemah itu mengisi malam dengan zikir dan doa.
Kepada keluarga dan saudara mereka yang telah meninggal di desa tersebut.
Baik akibat bencana tsunami mau pun yang telah lebih awal tiada.
• Sosok Irjen Listyo Sigit Prabowo, Baru 10 Hari Dilantik Langsung Tangkap Penyerang Novel Baswedan
“Hanya doa yang bisa kami kirim kepada mereka yang telah tiada akibat bencana tsunami, semoga Allah mengampuni saudara dan keluarga kami semua. Doa dan zikir bersama ini juga mengikatkan kami dalam silaturrahmi, meski penduduk kita saat ini telah berpencar ke berbagai daerah, akan tetapi pada peringatan tsunami kami berjumpa lagi,” ungkap Karmizar, Keuechik Pante Mutia, Kecamatan Arongan Lambalek kepada Serambinews.com, Kamis (26/12/2019) malam.
Ia mengisahkannya di lokasi desa bekas tsunami.
Di ela-sela kegiatan doa dan zikir bersama yang bergema memecah malam.
Disebutkan, warga setiap peringatan tsunami membangun satu unit kemah untuk masing-masing keluarga.
Meski daerah itu di guyur hujan dan terjangan badai, warga tidak akan meninggalkan lokasi tersebut.
Kegiatan warga untuk satu malam itu, disamping melaksanakan shalat berjamaah, mereka isi malam dengan doa dan zikir yang diawali dengan tausiah.
“Tahun ini kegiatan doa dan zikir pada peringatan tsunami ke-15 dipimpin langsung oleh Ketua MPU Aceh Barat dan sejumlah tokoh agama lainnya. Diikuti oleh warga yang datang dari berbagai daerah, seperti dari Banda Aceh, Meulaboh, Aceh Jaya, dan sejumlah daerah lainnya. Mereka semua penduduk asli desa Pante Mutia yang saat ini telah berpencar pascatsunami,” ujar Karmizar.
• Tersangka Penyerangan Novel Baswedan Ditangkap di Cimanggis
Di lokasi desa bekas tsunami tersebut, kini telah dibangun sebuah monumen.
Berisi nama-nama korban tsunami yang berjumlah sekitar 142 orang.
Di samping monumen tersebut, juga dibangun sebuah tugu besar.
Hal itu dilakukan, untuk mengukir sejarah.
Untuk anak cucu dan warga yang masih hidup saat ini.
Aktivitas tersebut, nantinya akan terus berlangsung sepanjang masa.
Ia menambahkan, lokasi bekas tsunami itu kini telah berubah menjadi lahan perkebunan dan lahan pertanian.
Sedangkan penduduknya, tidak ada lagi yang tinggal di daerah itu.
• Waspada! Jalan Blangsere Kutapanjang Rusak di Empat Titik Ini
“Daerah ini tempat saya lahir dan bermain ria hingga menjelang dewasa dulu, namun kini sudah berubah. Saya hanya bisa menangis teringat ayah, ibu, adik, nenek, dan sebagian saudara saya lainnya yang hilang bersama gelombang besar dan tidak tau di mana jasadnya,” tutur Saedah (45) dengan perasaan sedih malam itu.
Ia meruapan salah satu penduduk asli Pante Mutia.
Ia kini berdomisili di Desa Suak Pante Breuh, Kecamatan Samatiga.
Saedah menambahkan, mereka tetap akan terus ikut serta setiap kegiatan peringatan tsunami.
Di mana dalam kegiatan doa dan zikir bersama itu, juga bisa melepas rindu.
Dengan teman dan saudaranya yang lama tak bersua. (*)
• Waspada! Jalan Blangsere Kutapanjang Rusak di Empat Titik Ini