Berita Langsa
Kemenkumham Aceh Sebut Banyak Karya di Aceh Tidak Lakukan Pencatatan Hak Cipta
Dan penemuan-penemuan baru, adanya pemasukan pendapatan untuk para penemu (pencipta).
Penulis: Zubir | Editor: Nur Nihayati
Dan penemuan-penemuan baru, adanya pemasukan pendapatan untuk para penemu (pencipta).
Laporan Zubir | Langsa
SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Aceh, Kamis (23/01/2020) menggelar diseminasi perlindungan merek dan indikasi geografis, tentang pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual bagi pelaku usaha dan pemerintah daerah.
Kegiatan tersebut diikuti 60 orang peserta dari unsur Dekranasda, Diskoperindakop dan UKM, pelaku usaha kecil dan menengah wilayah Kota Langsa, berlangsung di aula Vitra Tirta Raya.
Kasubid Kekayaan Intelektual, Taufik SH atas nama Kakanwil Kemenkumham Aceh, mengatakan, pihaknya melihat di Aceh sangatlah banyak karya yang termasuk ke dalam Hak Cipta dan Paten, khususnya dari kalangan akademisi.
Namun, masih banyak penemu atau pemilik karya itu yang tidak melakukan pencatatan Hak Ciptanya dan tidak mendaftarkan Patennya.
Hal ini sangatlah disayangkan, mengingat suatu karya pasti memiliki nilai ekonomis yang dapat memajukan si penciptanya atau penemunya.
• HEBOH Video Pegawai Rumah Sakit Mengaku Diseret Hantu, Sedang Berdiri Tiba-tiba Jatuh
• Pelantikan PW HUDA Abdya Diwarnai Pembacaan Pernyataan Sikap Mendukung SE Plt Gubernur
• DKPP Pecat Ketua Nonaktif Panwaslu, Terkait Kasus Chat Mesum
Ada beberapa keuntungan terhadap penegakkan Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), yang dapat berpengaruh dalam perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
Seperti adanya perlindungan karya tradisional bangsa Indonesia, mencegah pencurian karya lokal yang umumnya masuk ke dalam paten sederhana.
Dan penemuan-penemuan baru, adanya pemasukan pendapatan untuk para penemu (pencipta).
Selain itu, meningkatkan insentif untuk terus berkarya baik yang dari kalangan pemerintah maupun swasta, agar orang lain terdorong untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi penemuannya.
Menurut Taufik, diseminasi perlindungan merek dan indikasi geografis bertujuan memberikan pemahaman mengenai Kekayaan Intelektual.
Dan arti penting terhadap pendaftaran dan pencatatan kekayaan intelektual bahkan teknis Pendaftarannya.
Hal ini merupakan sebagai salah
satu bentuk layanan jasa hukum dan juga merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi Kemenkum dan HAM RI.
Melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang merupakan jawaban terhadap pemenuhan kebutuhan layanan hukum.
Di era globalisasi ini salah satu potensi yang dapat menggerakkan roda perekonomian negara ialah dengan mengekplorasi nilai ekonomi dari hasil kekayaan intelektual.
"Fakta saat ini, negara-negara yang memiliki sumber daya manusia berbasis kekayaan intelektual jauh lebih makmur/kaya," paparnya.
Disebutkannya, pada 2019 Kanwil Kemenkum dan HAM Aceh telah melakukan pelayanan pendaftaran dan pencatatan Kekayaan tntelektual sebanyak 233 permohonan.
Kanwil Kemenkumham Aceh juga terus meningkatkan pelayanan dan penyebaran informasi mengenai kekayaan intelektual melalui acara sosialisasi seperti saat ini.
"Tujuan penyebaran informasi kekayaan intelektual ini, agar setiap masyarakat mendapat perlindungan hukum terhadap hasil karyanya," sebut Taufik.
Dijelaskannya, UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Mlmerek dan indikasi geografis memberi kesempatan kepada pemilik merek untuk dapat melakukan perpanjangan pendaftaran mereknya dari 6 bulan.
Sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan 6 bulan setelah berakhirnya jangka waktu perlindungan merek.
Ketentuan ini dimaksudkan agar pemilik merek terdaftar tidak dengan mudah kehilangan hak atas mereknya, sebagai akibat adanya keterlambatan dalam mengajukan perpanjangan pendaftaran merek.
Perkembangan baru di bidang merek adalah munculnya perlindungan terhadap tipe merek baru atau yang disebut sebagai merek nontradisional.
Merek nontradisional yang dilindungi meliputi merek suara, merek tiga dimensi, dan merek hologram.
Dan salah satu hal yang diatur didalam Undang- Undang ini adalah mengenai Indikasi Geografis.
Mengingat Indikasi Geografis merupakan potensi nasional yang dapat menjadi komoditas unggulan suatu daerah, baik dalam perdagangan domestik maupun internasional.
Contoh yang paling terkenal produk indikasi geografis di Aceh adalah indikasi geografis Kopi Gayo, yang mana telah diakui oleh seluruh dunia akan khas dan rasa kopi gayo tersebut. (*)