Mahasiswa Peringati Tragedi Arakundo
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Daulat Rakyat Aceh untuk Arakundo melakukan aksi di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh
BANDA ACEH - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Daulat Rakyat Aceh untuk Arakundo melakukan aksi di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Senin (3/2) sore.
Aksi itu dalam rangka memperingati tragedi berdarah yaitu pembantaian warga sipil yang mayatnya dibuang ke sungai Arakundo, di Idi Cut, Aceh Timur atau lebih dikenal dengan Tragedi Arakundo pada 4 Februari 1999.
Dalam aksi yang mendapat pengawalan aparat keamanan tersebut, delapan pendemo berdiri berjejer mengenakan "kaos karung" bertuliskan ‘A R A K U N D O’ dan selebihnya memegang spanduk. Pemakaian "kaos karung" itu untuk mengingat kembali tragedi kemanusiaan dimana mayat-mayat yang dibuang ke sungai terlebih dahulu dimasukan ke dalam karung beserta batu sebagai pemberatnya.
"Kita minta kepada pemerintah untuk selesaikan kasus pelanggaran HAM di Arakundo. Kita memang sudah merasakan perdamaian secara legal. Tapi suasana hati kita masih sedih," teriak orator.
Meski sudah damai, pihaknya menuntut negara hadir untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, termasuk kasus pembantaian Arakundo. "Kasus HAM yang terjadi 21 tahun silam belum terselsaikan. Pertanyaan besar dari kita masyarakat Aceh kenapa ini tidak terselesaikan?" lanjutnya.
Dalam aksi itu, massa meminta Presiden Jokowi agar menuntaskan janji kampanye dulu yaitu selesaikan kasus-kasus HAM yang terjadi di republik ini. "Tanggung jawab penyelesaian masalah ini seharusnya diambil alih oleh pemerintah. Bentuk pertanggungjawabannya dengan menyelidiki untuk menuntaskan kasus ini," kata Direktur Eksekutif Koalisi NGO Aceh, Zulfikar Muhammad.
Menurutnya, selama kasus pelanggaran itu belum terungkap, harkat dan martabat rakyat Aceh belum terpulihkan. Karena pembunuhan dengan kekerasan tersebut harus dipertanggungjawabkan.
Diakhir aksi, massa menyampaikan empat tuntutan yaitu, menuntut Komnas HAM untuk segera mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM tragedi Arakundo dan seluruh pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di Aceh. "Pemerintah harus membuka kotak pandora untuk mengungkapkan siapa pelaku dari serangkaian peristiwa itu," teriak sang orator.
Massa juga meminta DPR RI untuk melakukan revisi Undang-undang Nokor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, khususnya yang berkaitan dengan pengadilan HAM adhoc dalam pasal 43 agar menghilangkan hak usul DPR dalam pembentukan pengadilan HAM adhoc karena DPR adalah lembaga politik.
Selanjutnya meminta Pemerintah Aceh untuk bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak korban konflik dan lebih serius memberikan kewenangan kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) agar dapat bekerja maksimal sesuai dengan tupoksinya.
Terakhir, meminta Pemerintah Aceh dan pihak-pihak terkait untuk membangun Museum Konflik Aceh sebagai tempat memorialisasi dan ruang ingatan terkait konflik dan kasus pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.(mas)