Berita Abdya
Ini Penjelasan Kajari Abdya atas Penghentian Kasus Dugaan Korupsi Perjalanan Fiktif Anggota DPRK
Nilawati menjelaskan alasan pihaknya menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi anggaran dalam surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif itu
Penulis: Zainun Yusuf | Editor: Mursal Ismail
Nilawati pun menjelaskan alasan pihaknya menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi anggaran dalam surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif itu.
Laporan Zainun Yusuf| Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE - Kejari Aceh Barat Daya (Abdya), akhirnya menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi anggaran SPPD fiktif 24 Anggota DPRK setempat.
Seperti diberitakan sebelumnya, informasi dihimpun Serambinews.com, perkara ini dihentikan menyusul tim Penyidik Kejari Abdya menerima surat dari Inspektorat Abdya.
Surat ini bernomor : 700/254/2019 tentang pemberitauan penyelesaian tindaklanjut Temuan BPK RI tahun 2017.
Dalam surat 'keramat' itu, menyebutkan sejumlah kerugian negara berdasarkan temuan BPK RI senilai Rp 1 miliar lebih, sudah disetor ke kas daerah.
Begitu Serambinews.com tetap berupaya menanyakan hal ini kepada Kajari Abdya, Nilawati SH MH.
Nilawati pun menjelaskan alasan pihaknya menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi anggaran dalam surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif itu.
”Penyelidikan kasus ini kita tutup karena dalam penyelidikan tidak ditemukan kerugian negara,” kata Nilawati menjawab Serambinews.com di Abdya, Kamis (6/2/2020).
• Ini Hasil Pemeriksaan Kesehatan TKA asal China yang Bekerja di Linge Aceh Tengah
Penyelidikan dugaan SPPD fiktif 24 Dewan Anggota DPRK Abdya yang sempat diduga merugikan negara sekitar 1,1 miliar tahun 2017.
Pihak kejaksaan setempat melakukan pengumpulan data, meminta keterangan para Anggota Dewan setempat.
Kemudian meminta laporan dari APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) pada Inspektorat Abdya.
“Terakhir, kita mendapat laporan dari APIP bahwa 24 Anggota DPRK Abdya yang diduga melakukan korupsi anggaran perjalanan dinas fiktif sudah mengembalikan anggaran.
Dengan demikian tidak ada lagi kerugian keuangan negara,” kata Nilawati yang menjabat Kajari Abdya sejak 7 November 2019.
• Striker Persiraja Asal Brasil Vanderlei Target 20 Gol
Anggaran SPPD yang dikembalikan oleh 24 Anggota DPRK Abdya itu jumlahnya bervariasi antara Rp 20 juta sampai Rp 104 juta per orang.
Menurut laporan APIP pada Inspektorat anggaran yang yang dikembalikan anggota Dewan itu sudah disetor ke kas Negara.
“Artinya tak ada lagi ditemukan keuangan negara, sehingga penyelidikan dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas Anggota Dewan itu kita tutup.
Namun, jika ditemukan bukti baru akan kita buka kembali penyelidikannya,” tambah Kajari Abdya, Nilawati.
Menyangkut ada ketentuan hukum yang menyebutkan bahwa pengembalian uang negara tidak menghapus tindak pidana, Kajari Nilawati pun memberi penjelasan.
Menurutnya, ketentuan seperti itu jika kasus dugaan korupsi sudah sampai tahap persidangan.
“Sedangkan dugaan perjalanan dinas fiktif Anggota Dewan Abdya masih dalam penyelidikan atau pengumpulan data,” paparnya.
• Dua Galian C Harus Ditutup, Rekomendasi Tim Gabungan Pemkab dan DPRK
Kajari Abdya tidak membantah kalau kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan (fiktif) anggota Dewan itu mendapat perhatian besar publik Abdya.
“Sekitar dua pekan lalu lalu, kami menerima audensi HMI, mereka juga mempertanyakan hal itu, kita jelaskan penyelidikan yang kita lakukan,” ungkap Nilawati.
• Pasokan Minim Sebabkan Harga Bawang di Pijay Capai Rp 40.000/Kg
Seperti diberitakan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Aceh menemukan kejanggalan dalam perjalanan dinas anggota DPRK Abdya, sebesar Rp 1 miliar lebih.
Temuan kejanggalan perjalanan dinas anggota dewan terhormat yang kabarnya fiktif itu merupakan hasil audit BPK untuk APBK tahun 2017.
Dari 25 anggota DPRK Abdya, hanya satu orang yang dinyatakan sesuai dan tidak perlu mengembalikan uang perjalanan dinas tersebut.
Kabarnya, temuan perjalanan dinas itu diketahui pasca auditor BPK melakukan croscek sejumlah tiket pesawat para anggota DPRK Abdya.
Ternyata, auditor menemukan perbedaan antara tiket dan boarding pass (tanda/izin masuk dalam pesawat).
Pada tiket pesawat itu tertera nama anggota DPRK yang bersangkutan.
Sedangkan pada boarding pass yang diserahkan ke bendahara, setelah diteliti oleh tim auditor menggunakan barcode, yang muncul justru nama orang lain.
Dengan perbedaan nama di boarding pass dan tiket pesawat itu, maka auditor menganggap perjalanan dinas anggota DPRK Abdya tersebut tidak ada alias fiktif.
Oleh karena itu, uang yang sudah diambil harus dikembalikan.
Dalam hal ini, BPK memberikan waktu kepada seluruh anggota DPRK Abdya untuk mengembalikan anggaran SPPD fiktif tersebut.
Masa waktu pengembalian itu 60 hari setelah tim melakukan pemeriksaan keuangan tahun 2018.
Kemudian para anggota dewan yang dikabarkan harus mengembalikan uang perjalanan dinas itu, sudah mulai melunasinya.
Kabarnya, penyidik sedang membidik para anggota DPRK yang masuk dalam list tersebut.
Bahkan, ada sebagian anggota dewan dan pegawai sekretariat DPRK Abdya mulai dipanggil.
Ketika Sekretaris DPRK (Sekwan) Abdya, Salman SH saat dikonfirmasi Serambinews.com, membantah temuan BPK-RI itu disebutkan sebagai temuan perjalanan dinas fiktif.
“Bukan fiktif, tapi pertangungjawaban biaya perjalanan dinas tersebut tidak sebenarnya,” ujar Salman.
Kalau fiktif, jelas Salman, maka kegiatan tersebut tidak ada atau para anggota dewan tidak pergi, sehingga direkayasa guna mengambil uangnya semata.
“Setahu kami mereka pergi, mungkin saat diteliti oleh tim ada kelebihan pembayaran.
Apalagi, boarding pass tidak sesuai, maka biaya hotel dan biaya lainnya menjadi hangus, dan uang yang sudah diambil harus dikembalikan,” terang dia.
Meski begitu, tukas Salman, sejumlah anggota dewan tersebut sudah berjanji akan melunasi temuan tersebut.
Hal itu dibuktikan dengan telah ditandatangani Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM).
“Anggota Dewan yang sudah melunasi itu 10 orang, yang lain berjanji akan melunasi sebelum habis masa jabatan,” sebutnya.
Menurut Sekwan, sebagai komitmen dan keseriusan anggota dewan untuk melunasi temuan itu, ada sebagian mereka yang menyerahkan jaminan kepada pihaknya.
“Misal temuannya Rp 30 juta, minimal mereka memberikan barang jaminan sebesar Rp 40 juta hingga Rp 50 juta.
Kalau diberikan di bawah dari temuan, misal diberikan honda (sepeda motor), maka kita tolak. Alhamdulillah, semua berinisiatif membayar dan melunasinya,” pungkasnya. (*)